WANSUS: 1 Tahun Prabowo Penanganan TBC Belum Sentuh Akar, Masih Janji Semata

Intinya sih...
- Perhatian terhadap penanganan TBC dalam satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran cukup bagus, meski ada prioritas lain yang lebih ditekankan di Kementerian Kesehatan.
- Prabowo awalnya akan mengalokasikan anggaran Rp8 triliun khusus untuk TBC, namun belum terwujud sesuai janji awalnya.
- Dana Rp8 triliun jika direalisasikan bisa membantu eliminasi TBC di 2030, tetapi pengelolaannya perlu dipertimbangkan agar mencakup kebutuhan pasien dan komunitas.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)
Jakarta, IDN Times - Jelang satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, berbagai kalangan menyoroti arah kebijakan kesehatan nasional, termasuk dalam penanganan penyakit menular seperti tuberkulosis (TBC).
Meski pemerintah telah menargetkan Indonesia bebas TBC pada 2030, angka kasus di lapangan masih menunjukkan tantangan serius. Lembaga masyarakat dan jaringan komunitas TBC menilai, dibutuhkan langkah nyata dan kolaborasi lintas sektor agar program penanggulangan TBC benar-benar menyentuh masyarakat di tingkat akar rumput.
Untuk menggali pandangan dari sisi masyarakat sipil, IDN Times berbincang dengan Direktur Eksekutif Stop TB Partnership Indonesia (STPI) Henry Diatmo belum lama ini.
Dalam satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran, khususnya dari pemerintah sendiri, bagaimana perhatian terhadap penanganan TBC?

Ya, jadi kalau saya lihat dalam satu tahun terakhir ini memang perhatian sudah cukup bagus. Intinya memang terutama di Kementerian Kesehatan. Ada banyak perubahan, tapi kembali lagi bahwa tahun-tahun sebelumnya justru lebih bagus lagi. Nah yang setahun ini akan ada sedikit berkurang karena ada prioritas yang lebih ditekankan di Kementerian Kesehatan.
Dulu itu Menkes mengadakan pertemuan secara rutin, weekly. Setiap minggu kita ketemu, di pemerintahan sebelumnya. Sekarang itu sudah enggak ada lagi. Seharusnya itu tetap dibina, karena monitoring itu sangat penting untuk mendorong kinerja semua pihak, dan itu yang saya rasa cukup bermanfaat buat keberhasilan program.
Awalnya Prabowo sempat akan mengalokasikan anggaran Rp8 triliun khusus untuk TBC. Bagaimana tanggapan Anda?
Untuk Rp8 triliun oke banget, saya juga sudah sampaikan bahwa kami sangat bersyukur kalau ada perhatian dari Pak Prabowo terkait program prioritas TBC di Indonesia.
Karena ini memang sejak awal kita dorong supaya pemerintah benar-benar fokus, dan juga semua kementerian/lembaga juga bisa terlibat. Kembali lagi bahwa janji awal sama perjalanan setelah itu, itu yang belum terwujud.
Kalau dana Rp8 triliun itu benar-benar direalisasikan, apakah bisa membantu eliminasi TBC di 2030?
Kalau membantu iya, saya bilang iya. Tapi kembali lagi bahwa bagaimana pengelolaan dananya. Apakah dana itu hanya untuk pengadaan saja atau memang pembagiannya cukup baik? Artinya ada yang buat prosesnya, ada buat dukungan ke masyarakatnya, segala macam.
Pada waktu awal memang yang kami lihat, terus terang karena ini dananya dari pemerintah dan itu digelontorkan melalui Kementerian Kesehatan lebih kepada penguatan dari sistem layanan yang mereka tekankan.
Nah, ini mereka belum menyasar ke yang lebih jauh lagi. Apa kepentingan keperluan pasien, keperluan komunitas, dan sebagainya. Itu yang belum tersasar.
Lebih cenderung kepada penguatan-penguatan di layanan. Yang memang pada awal salah satu harapannya adalah bagaimana layanan ini benar-benar mampu memberikan layanan yang maksimal.
Itu buktinya kan waktu salah satu di Quick Win itu, termasuk membangun sekian banyak rumah sakit dan sebagainya. Tapi pada kenyataannya sampai saat ini belum ada rumah sakit-rumah sakit yang memang dibangun seperti itu, yang sekian banyak.
Apakah dulu sempat ada janji untuk membangun rumah sakit khusus TB?
Dulu konsepnya ada, tapi pada pelaksanaan itu yang masih menjadi wacana. Jadi sampai sekarang memang belum ada.
5. Tadi Bapak menyebut efisiensi anggaran. Dampaknya seperti apa terhadap penanganan TBC?

Dampaknya efisiensi, sampai sekarang justru memang kalau kami yang memandangnya bahwa anggaran TBC jadi benar-benar turun.
Sayangnya sampai sekarang kita juga belum dapat kepastian atau informasi yang diberikan ke Menkes sebenarnya berapa besar sih dana untuk TBC.
Berarti selama setahun ini belum ada dana pasti untuk penanganan TBC? Padahal Menkes selalu menyuarakan target eliminasi TBC di 2030.
Belum. Jadi memang belum ada, tidak ada. Seharusnya kan kalau memang ada, baiknya agar keterbukaan ya. Keterbukaan anggaran misalnya anggaran TBC buat tahun ini berapa dan sebagainya.
Itu yang memang tidak dirilis oleh Kementerian Kesehatan besaran anggaran yang diberikan untuk TBC. Termasuk waktu isunya ada Quick Win dana itu jadi rebutan dengan penyakit-penyakit yang lain. Karena, kenapa kok cuma TBC aja yang dapat, penyakit lain juga butuh gitu loh. Jadi akhirnya mungkin ada kebingungan bagaimana pengelolaan dana ini pembagiannya seperti apa.
Kalau memang ada pembagian yang juga besar dan memang ini difokuskan untuk TBC, jadi ya sudah TBC menjadi prioritas pertama menurut saya.
Selama satu tahun ini, apakah kasus TBC sudah menjadi prioritas pemerintah?

Kasus TBC menjadi prioritas. Sudah menjadi prioritas. Cuma memang terdistraksi dengan program-program yang lain. Artinya bahwa pada saat ada prioritas-prioritas yang lain akhirnya ini jadi terpinggirkan istilahnya.
Karena ada isu-isu banyak hal gitu ya. Misalnya masalah MBG, masalah Kesehatan Gratis, segala macam. Akhirnya dengan banyaknya program-program yang baru yang muncul, yang dikatakan sebagai program unggulan, akhirnya TB-nya jadi tidak terperhatikan lagi.
Kalau anggaran TBC belum ada kejelasan, apa dampaknya dalam waktu dekat?
Yang pasti kalau pendanaannya tidak ada, ya kalau ada akan terjadi peningkatan kasus TBC. Kasus TB akan meningkat. Terus juga dimungkinkan.
Karena kasus TB-nya meningkat, bisa jadi angka kematian akan meningkat. Karena semakin banyak penularan dan sebagainya, terus juga beban-beban tidak hanya di tingkat pusat, beban di tingkat daerah juga meningkat. Terutama untuk membantu penanggulangan TBC.
Untuk itu diperlukan pendanaan, dukungan pendanaan dari sumber yang lain yang mungkin bisa membantu atau mengisi kekurangan atau gap yang ada saat ini.
Tadi Anda menyebut pendanaan dari USAID tidak akan berlangsung lama, dan Global Fund masih melihat kondisi anggaran TBC di Indonesia, maksudnya?

Walaupun disinyalir bahwa Global Fund akan tetap ada bantuan di tahun 2027, tapi kemungkinan karena yang circle sekarang itu akan berakhir di tahun 2026. Setelah itu baru 2027.
Sayangnya akan ada pemotongan yang cukup besar dari anggaran dibandingkan circle yang sekarang.
Apa harapan Anda terhadap komitmen pemerintah ke depan dalam penanganan TBC?

Kami tetap berharap bahwa komitmen pemerintahan itu tidak turun, dengan adanya program-program yang lain, artinya memang tetap fokus dan memantau perkembangannya secara terus menerus.
Siapapun yang ditugaskan, silakan apakah dari Menko, apakah dari Kemenkes, atau mau di tingkat yang lebih tinggi, misalnya Presiden yang turun langsung, itu sangat baik sekali supaya ini mendorong semua agar memperhatikan hal tersebut. Yang kedua, dengan adanya komitmen, maka adanya dukungan dana. Apakah dananya di tingkat nasional, atau di tingkat daerah, atau dari manapun sumber yang akan diupayakan untuk mendukung kegiatan-kegiatan program TBC.
Dari situ, mungkin nanti kami selaku yang organisasi non-pemerintah, yang akan bekerja keras untuk melakukan, atau mengimplementasikan kegiatan-kegiatan di masyarakat.
Sedangkan jadi pembagiannya sudah ada, misalnya pemerintah arahnya lebih ke layanan, pelayanan puskesmas, rumah sakit, ke pasiennya langsung, tapi kalau kami dari NGO lebih ke komunitas, menguatkan mereka bagaimana terlibat, terus juga bagaimana menurunkan stigma dan diskriminasi ke masyarakat, termasuk bagaimana membantu pasien-pasien ini agar tidak terdampak perekonomian maupun kehidupannya karena sakit TBC.