AS Digugat Keluarga Kolombia atas Serangan di Laut Karibia

- Dokumen gugatan menyatakan serangan terhadap perahu milik korban melanggar konvensi HAM internasional.
- AS klaim Carranza anggota kartel narkoba.
- Keluarga Carranza membantah klaim tersebut dan menyebut suaminya hanyalah nelayan biasa.
Jakarta, IDN Times - Keluarga nelayan Kolombia yang tewas dalam serangan Amerika Serikat (AS) mengajukan gugatan ke Komisi Hak Asasi Manusia Antar-Amerika (IACHR). Gugatan ini menjadi yang pertama terhadap operasi antinarkoba pemerintahan Presiden AS Donald Trump di perairan Karibia.
Mereka menuduh AS melakukan pembunuhan di luar hukum terhadap Alejandro Carranza Medina dalam insiden pengeboman kapal pada 15 September 2025. Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth dan Presiden Trump dituding bertanggung jawab atas serangan yang dinilai sebagai pelanggaran HAM tersebut.
1. Keluarga korban tuntut kompensasi

Dilansir Al Jazeera, pengacara HAM Dan Kovalik mengajukan komplain tersebut pada Selasa (2/12/2025) mewakili istri dan empat anak Carranza. Dokumen gugatan menyatakan serangan terhadap perahu milik korban melanggar konvensi HAM internasional karena tidak melalui proses hukum.
Penggugat menyoroti peran Hegseth yang diduga memberikan perintah pengeboman tanpa verifikasi target yang jelas. Keluarga korban menuntut kompensasi finansial karena Carranza merupakan tulang punggung utama keluarga yang kini kehilangan mata pencaharian. Mereka juga mendesak AS untuk mengakhiri pembunuhan semacam ini.
"Kami tahu Pete Hegseth bertanggung jawab memerintahkan pengeboman kapal seperti milik Alejandro Carranza Medina dan pembunuhan semua orang di dalamnya. Hegseth mengakui memberi perintah meski tidak mengetahui identitas target pemboman dan pembunuhan di luar hukum ini," bunyi dokumen pengaduan tersebut, dilansir CBS News.
Meski AS tidak meratifikasi yurisdiksi pengadilan IACHR, putusan lembaga ini diharapkan dapat menekan Washington secara politik dan diplomatik. Kovalik menempuh jalur ini karena sistem peradilan federal AS dianggap memberikan kekebalan hukum yang sulit ditembus korban sipil asing.
2. AS klaim Carranza anggota kartel narkoba

Pihak keluarga menyebut Carranza tewas saat ia sedang melaut di lepas pantai Kolombia untuk menangkap ikan tuna dan kakap. Namun, pemerintahan Trump mengklaim para target serangan termasuk Carranza adalah teroris kartel yang sedang mengirim narkoba ke wilayah AS.
Istri korban, Katerine Hernandez, menyatakan suaminya hanyalah nelayan biasa dan tidak memiliki catatan kriminal. Keluarga Carranza juga mengaku telah menerima ancaman dari kelompok paramiliter sayap kanan di Kolombia setelah mengajukan protes.
"Dia tidak memiliki hubungan dengan perdagangan narkoba dan aktivitas sehari-harinya adalah memancing. Nelayan punya hak untuk hidup. Mengapa mereka tidak ditahan saja?" kata Hernandez.
Operasi militer AS di Karibia dan Pasifik timur tercatat telah menewaskan lebih dari 80 orang sejak September 2025 dengan dalih pemberantasan narkoba. Laporan media AS bahkan mengungkap Hegseth pernah memerintahkan serangan susulan terhadap korban selamat, dilansir NBC News.
3. Presiden Kolombia dukung gugatan keluarga korban

Presiden Kolombia Gustavo Petro mendukung langkah hukum keluarga Carranza. Ia telah menunjuk tim hukum untuk membantu keluarga korban di saat dirinya sendiri tengah dihantam sanksi oleh AS.
"Pengacara saya Dan Kovalik telah memulai pembelaan hukum bagi keluarga Carranza, korban pembunuhan Amerika terhadap Alejandro Carranza. Nelayan dari Santa Marta ini tewas akibat rudal yang ditembakkan ke perahunya di Karibia," tulis Petro di media sosial.
Ketegangan kedua negara meningkat setelah AS mengungkapkan rencana perluasan operasi militer hingga ke daratan. Trump mengancam akan menyerang negara-negara produsen kokain, termasuk Kolombia dan Venezuela.


















