Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Warga Papua Gelar Ritual Duka di MK atas Matinya Empati demi PSN

IMG-20250819-WA0020.jpg
Ritual adat warga Papua di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Intinya sih...
  • Pemohon berharap PSN diberhentikan melalui gugatan UU Cipta Kerja
  • Berujung kecewa karena DPR dan pemerintah absen di sidang
  • Pemohon bawa berbagai poster penolakan terhadap PSN
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat seketika jadi panggung pertunjukan adat. Muasalnya, empat warga Papua menggelar ritual duka sebagai simbol perjuangan terhadap matinya empati pemerintah yang secara masif membangun Proyek Strategis Nasional (PSN) di berbagai daerah.

Mereka adalah pemohon uji materiil Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang teregister dalam perkara nomor 112/PUU-XXIII/2025.

Keempat warga asli Papua itu memanjatkan ritual doa sembari mengenakan pakaian adat. Mereka satu per satu duduk secara bergantian di depan sembilan pilar yang menjadi bangunan khas Gedung MK. Intinya, mereka berdoa kepada Sang Khalik meminta agar keadilan berpihak kepada para korban dari proyek ambisius pemerintah. Lantunan doa yang disampaikan berasal dari bahasa suku masing-masing.

Ketua Forum Masyarakat Adat Malind dan Kondodigun di Merauke, Simon Petrus Balagaize menuturkan, lumpur yang dipakai disekujur tubuh sebagai bagian dari ritual tersebut, berasal dari tanah yang menjadi pertanda keserakahan pemerintah.

"Lumpur yang kami pakai ini, ini adalah tanda duka lumpur dari tempat penggusuran PSN di Distrik Ilwayab, Papua Selatan bahkan juga di Kabupaten Merauke ada 10 perusahaan yang lainnya juga yang sudah beroperasi tampa kompromi, merusak, dan menghancurkan alam Papua di Kabupaten Merauke, merusak kehidupan, merusak tumbuhan, air, dan mengakibatkan deforestasi yang luar biasa," kata dia saat ditemui di lokasi.

Simon merasa miris, di tengah UU Masyarakat Adat yang belum disahkan, pemerintah terus merusak tanah adat. Mereka merasa rumah leluhurnya dikeruk untuk kepentingan segelintir orang. Bahkan, mereka juga mendapat intimidasi dari ribuan personel TNI yang sengaja diterjunkan di wilayah tersebut.

"Khususnya kami di Kabupaten Merauke itu mendapatkan tekanan psikologi besar-besaran oleh dua batalion di Distrik Ilwayab dengan jumlah 2.000 pasukan TNI Polri dengan persenjataan lengkap dan juga 2.000 excavator yang mengusur dengan paksa hutan masyarakat adat," tuturnya.

1. Pemohon berharap PSN diberhentikan melalui gugatan UU Cipta Kerja

IMG-20250819-WA0019.jpg
Gerakan Rakyat Menggugat Proyek Strategis Nasional (Geram PSN) sebagai Pemohon di Gedung MK (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Tim Kuasa Hukum Pemohon, Tigor Hutapea menjelaskan, para pemohon berharap MK bisa membatalkan seluruh PSN, melalui dikabulkannya permohonan yang dimohonkan dalam pasal-pasal Undang-Undang Cipta Kerja.

Para pemohon tergabung dalam Gerakan Rakyat Menggugat Proyek Strategis Nasional (Geram PSN). Mereka berasal dari delapan organisasi masyarakat sipil, serta 13 korban terdampak langsung PSN. Geram PSN menggugat berbagai pasal yang intinya memberikan kemudahan dan percepatan PSN.

Mirisnya, para pemohon sebenarnya sudah menempuh berbagai cara agar PSN yang dinilai merusak ini tidak dilanjutkan lagi. Namun sayangnya pemerintah cuek terhadap aspirasi yang mereka sampaikan.

"Kemudian masyarakat juga pernah mengajukan komplain di Komisi Nasional (HAM), mereka pernah komplain ke kementerian-kementerian tapi tidak pernah direspons," ujar Tigor.

Pemohon mendalilkan, ketentuan dalam UU Cipta Kerja, khususnya yang berkaitan dengan kemudahan dan percepatan PSN telah menggerus prinsip-prinsip dasar negara hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).

Para pemohon berpendapat, percepatan dan kemudahan PSN yang diatur dalam Pasal 3 huruf d UU Cipta Kerja menimbulkan konflik sosial-ekonomi yang berdampak pada pelanggaran hak konstitusional warga negara. Norma tersebut dianggap kabur (vague norm) karena memuat frasa seperti “penyesuaian berbagai peraturan” dan “kemudahan dan percepatan” yang tidak memiliki batasan operasional konkret. Hal ini dinilai membuka ruang bagi pembajakan kepentingan politik tertentu dan menutup ruang partisipasi publik yang bermakna.

Selain itu, sejumlah pasal lain dalam UU Cipta Kerja juga turut dipersoalkan, seperti Pasal 123 angka 2, Pasal 124 angka 1 ayat (2), Pasal 173 ayat (2) dan (4), serta Pasal 31 ayat (2). Ketentuan tersebut dianggap membajak konsep kepentingan umum dan hak menguasai negara yang diamanatkan Pasal 33 ayat (3) dan (4) UUD 1945.

Dengan demikian, para pemohon memohon agar MK menyatakan sejumlah ketentuan dalam UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Mereka berharap, melalui permohonan ini, MK dapat memastikan akuntabilitas penyelenggara negara dalam menjalankan fungsinya sebagai pemegang kewajiban untuk melindungi hak-hak konstitusional warga negara.

2. Berujung kecewa karena DPR dan pemerintah absen di sidang

IMG-20250819-WA0023.jpg
Gerakan Rakyat Menggugat Proyek Strategis Nasional (Geram PSN) sebagai Pemohon di Gedung MK (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Kehadiran para pemohon yang berasal dari luar Pulau Jawa ke Gedung MK harus menelan pil pahit. Mereka harusnya jauh-jauh datang untuk bisa mendengarkan keterangan DPR dan presiden/pemerintah dalam sidang lanjutan. Tapi sayangnya sidang harus ditunda lantaran kedua pihak pembentuk UU itu absen dalam persidangan.

Salah satu pemohon dari Kalimantan Utara (Kaltara), Arman mengisahkan, dirinya sudah lama memperjuangkan hak atas lahannya. Terhitung usaha itu dilakukan sejak 14 tahun lalu.

"Kami warga terdampak langsung di Mangkupadi. Yang mana di sana telah terjadi perampasan hak-hak kami berupa lahan maupun perumahan. Untuk sekarang ini kami sebagai warga Mangkupadi yang seyogyanya adalah pemilik lahan di sana, tetapi kenyataannya sekarang ini kami dianggap orang yang menumpang di tanah kami sendiri," ucap dia.

"Proyek PSN ini betul-betul bukan hanya merugikan kami warga di sana tetapi kami anggap betul-betul menghancurkan kehidupan kami. Baik kehidupan kami yang sudah seperti sekarang ini maupun masa depan anak-anak kami. Kehidupan kami sebagai orang kampung bergantung pada alam," ujar Arman dengan suara bergetar sembari mengusap air mata.

3. Pemohon bawa berbagai poster

IMG-20250819-WA0024.jpg
Gerakan Rakyat Menggugat Proyek Strategis Nasional (Geram PSN) sebagai Pemohon di Gedung MK (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Dalam kesempatan itu, para pemohon bersama kuasa hukum membawa sejumlah poster yang berisi penolakan terhadap PSN seperti Rempang Eco City, Food Estate di Merauke, Kawasan Industri di Sulawesi Tenggara, Kawasan Industri Hijau di Kalimantan Utara serta Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur. Mereka menilai PSN, telah menimbulkan dampak serius berupa penggusuran paksa, kerusakan lingkungan, pelanggaran hak atas pangan, serta kriminalisasi warga.

"Hijau katanya tapi pakai batu bara; rakyat ditangkap atas nama kepentingan PSN; dosa PSN menggerus lahan masyarakat adat; ekspansi bisnis nikel oligarki, berlindung di balik label PSN; hentikan PSN merampas kehidupan rakyat, dosa PSN; Program Sengsara Nasional; PSN merapas hak masyarakat adat Papua; PSN wujud serakahnomics dengan konstitusi; IKN kota impian penguasa, mimpi buruk Kalimantan; UU Cipta Kerja jadi tameng perampasan tanah adat," demikian bunyi narasi yang dibawa dalam poster tersebut.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us