Hari Ketiga Bentrokan Thailand–Kamboja, Evakuasi Warga di Dua Negara

- Evakuasi massal di Kamboja mengikuti meluasnya serangan lintas batas
- Trump akan menghubungi pemimpin Thailand dan Kamboja
- Thailand–Kamboja hadapi bentrokan terburuk sejak Juli
Jakarta, IDN Times – Pertempuran di perbatasan Thailand dan Kamboja memasuki hari ketiga pada Rabu (10/12/2025), dengan rentetan tembakan lintas batas serta serangan udara yang memaksa lebih dari setengah juta warga mencari perlindungan aman.
Kedua negara di Asia Tenggara itu saling menuding sebagai pihak yang kembali membuka babak baru konflik, yang sepanjang minggu ini sudah merenggut setidaknya 13 nyawa dari kalangan tentara maupun warga sipil. Situasi terus memanas di berbagai titik perbatasan yang kini dipenuhi jejak kerusakan.
Di Thailand, pengungsian besar-besaran berlangsung di tujuh provinsi setelah lebih dari 400 ribu warga dipindahkan ke tempat perlindungan, menurut juru bicara Kementerian Pertahanan Surasant Kongsiri.
Pagi harinya, militer Thailand melaporkan roket dari Kamboja jatuh di sekitar Rumah Sakit Phanom Dong Rak di Surin, membuat pasien dan tenaga medis harus berlindung ke bunker demi keselamatan mereka.
1. Evakuasi massal di Kamboja mengikuti meluasnya serangan lintas batas

Di sisi Kamboja, pihak berwenang mengevakuasi 101.229 penduduk ke lokasi aman maupun rumah keluarga di lima provinsi, berdasarkan keterangan juru bicara Kementerian Pertahanan Nasional Maly Socheata. Media setempat menyebut jet tempur F-16 Thailand menyerang dua area di wilayah Kamboja, sementara tembakan artileri dari pihak Thailand masih terdengar di tiga lokasi lain yang berdekatan dengan garis batas.
Jurnalis Al Jazeera Rob McBride yang berada di Surin melaporkan hampir seluruh provinsi yang berbatasan langsung dengan Kamboja kini dilanda pertempuran. Ia menyebut lima titik di Surin mengalami baku tembak, memaksa ribuan warga mengungsi menjauhi area rawan. Kondisi di distrik-distrik perbatasan disebut semakin tak menentu akibat serangan yang berlangsung sepanjang hari.
Di waktu bersamaan, jurnalis Al Jazeera Barnaby Lo melaporkan dari Oddar Meanchey bahwa arus pengungsi meningkat seiring konflik yang meluas ke lima provinsi. Pada salah satu kamp yang menampung sekitar 10 ribu orang, fasilitas masih minim dengan banyak warga berlindung di bawah terpal biru sederhana. Mereka juga mengaku bantuan darurat belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar.
2. Trump akan menghubungi pemimpin Thailand dan Kamboja

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan bahwa dirinya akan turun tangan untuk menghentikan pertempuran yang kembali memanas di antara kedua negara.
Trump kemudian mengatakan kepada wartawan bahwa ia berencana menghubungi pemimpin Thailand dan Kamboja. Ia menyebut yakin dapat menghentikan konflik tersebut dalam waktu singkat.
“Saya pikir saya bisa membuat mereka berhenti bertempur. Siapa lagi yang bisa melakukan itu?” katanya, dikutip dari The Guardian.
3. Thailand–Kamboja hadapi bentrokan terburuk sejak Juli

Bentrokan kali ini menjadi yang paling mematikan sejak pertempuran lima hari pada Juli, yang menewaskan puluhan orang dan memaksa sekitar 300 ribu warga mengungsi dari kedua sisi perbatasan sebelum gencatan senjata rapuh tercapai berkat campur tangan Trump. Ketegangan sempat mereda hingga Thailand menangguhkan langkah-langkah de-eskalasi yang disepakati pada konferensi tingkat tinggi (KTT) Oktober di Kuala Lumpur, usai seorang tentara mereka mengalami luka parah akibat ranjau darat yang menurut Bangkok baru ditanam oleh pihak Kamboja.
Menteri Luar Negeri Thailand Sihasak Phuangketkeow mengatakan kepada Al Jazeera bahwa belum ada ruang untuk negosiasi, sementara Bangkok merasa tak memulai bentrokan ini. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Nikorndej Balankura menyatakan bahwa pertempuran akan mereda lewat dialog, tetapi saat ini bukan momen yang tepat untuk membuka pembicaraan.
“Jika negara ketiga ingin menjadi mediator, Thailand tidak dapat menerimanya pada tahap ini karena batas telah dilanggar,” tegasnya.
Kamboja kemudian mengumumkan mundur dari Asian Games di Thailand dengan alasan kekhawatiran keamanan bagi para atletnya. Konflik yang berakar pada penetapan perbatasan era kolonial sepanjang 800 km dan sengketa atas sejumlah kuil bersejarah yang belum tuntas batasnya kembali menjadi pemicu ketegangan di kawasan tersebut.
















