Ada Pujian untuk Prabowo di Pidato Netanyahu, Ini Kata Menlu RI

- Netanyahu menekankan pentingnya kemenangan Israel atas Hezbollah dan Hamas untuk membawa perdamaian di Timur Tengah.
- Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel dan tetap mendorong solusi dua negara melalui forum internasional.
- Menteri Luar Negeri Sugiono menegaskan komitmen Indonesia terhadap perjuangan Palestina dan menolak berkomentar atas tanggapan Netanyahu.
New York, IDN Times - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyinggung Indonesia dalam pidatonya pada sesi Debat Umum Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York. Dalam pidato yang disampaikan Jumat (26/9/2025), Netanyahu menyebut Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia yang dianggap berpotensi menjadi mitra Israel di masa depan.
Netanyahu mengaitkan hal itu dengan upaya memperluas Abraham Accords, kesepakatan normalisasi hubungan Israel dengan sejumlah negara Arab yang ditandatangani pada 2020. Menurut dia, kemenangannya atas Hamas akan membuka jalan bagi perluasan kerja sama Israel dengan negara-negara Muslim, termasuk Indonesia.
“Saya mencatat, seperti Anda juga, kata-kata yang menggembirakan dari Presiden Indonesia. Ini adalah negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, dan ini menjadi tanda dari apa yang mungkin terjadi di masa depan,” kata Netanyahu dalam pidatonya.
1. Israel harus menang atas Hezbollah dan Hamas

Selain menyinggung Indonesia, Netanyahu juga menyatakan, kemenangan Israel atas Hezbollah dan Hamas akan membawa perdamaian di Timur Tengah. Ia menekankan tekad Israel untuk tetap bertahan pasca serangan 7 Oktober 2023.
Netanyahu menegaskan peran negaranya sebagai cahaya bagi bangsa-bangsa dengan berbagai inovasi di bidang teknologi, pertanian, hingga pertahanan.
Dikelilingi oleh para kritikus dan pengunjuk rasa di Perserikatan Bangsa-Bangsa, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan kepada para pemimpin dunia lainnya bahwa bangsanya harus menuntaskan tugasnya melawan Hamas di Gaza.
"Para pemimpin Barat mungkin telah menyerah di bawah tekanan," katanya. "Dan saya jamin satu hal: Israel tidak akan menyerah."
Pidato Netanyahu, yang ditujukan kepada audiens domestiknya yang semakin terpecah belah maupun audiens global, dimulai setelah puluhan delegasi dari berbagai negara meninggalkan aula Majelis Umum PBB secara massal pada Jumat pagi saat ia memulai pidatonya.
Menanggapi keputusan negara-negara baru-baru ini untuk mengakui negara Palestina, Netanyahu mengatakan, "Keputusan Anda yang memalukan akan mendorong terorisme terhadap orang Yahudi dan terhadap orang-orang tak bersalah di mana pun."
2. Tak ada hubungan diplomatik Indonesia-Israel

Hingga saat ini, Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel dan konsisten menyatakan bahwa pengakuan terhadap Palestina sebagai negara merdeka menjadi prasyarat utama normalisasi hubungan. Pemerintah RI juga aktif mendorong solusi dua negara (two-state solution) melalui berbagai forum internasional, termasuk PBB, OKI, dan Gerakan Non-Blok.
Bahkan, saat Netanyahu berpidato, Indonesia menjadi satu dari sekian banyak negara yang walk-out. Menunjukkan bahwa Jakarta, tidak setuju dengan Netanyahu yang mengoceh lebih lama dari waktu yang ditentukan.
Meski demikian, dalam pidatonya di PBB pada Senin (23/9), Presiden Prabowo Subianto mengatakan, Indonesia akan terus memperjuangkan kemerdekaan Palestina dan mendorong two-state solution. Jika hal tersebut sudah terjadi, Indonesia akan mengakui Israel sebagai negara dan ikut menjamin keamanan Negeri Bintang Daud itu.
3. Respons Menlu RI

Menteri Luar Negeri Sugiono menuturkan, Indonesia tetap pada prinsipnya untuk mendorong two-state solution. Berbicara kepada wartawan di Markas Besar PBB di New York, Sugiono menolak berkomentar atas tanggapan Netanyahu, dengan mengatakan, "Itu posisinya, jangan tanya saya."
Ia menekankan, setiap visi masa depan terkait Israel harus dimulai dengan pengakuan kemerdekaan dan kedaulatan Palestina.
"Kami tidak akan membahas hal lain sebelum itu. Pengakuan harus didahulukan, dan itulah yang akan kami kejar," ujarnya.
Komitmen Indonesia terhadap perjuangan Palestina berawal dari Presiden Soekarno, yang mendeklarasikannya pada tahun 1962. “Selama kemerdekaan Palestina belum dikembalikan kepada rakyat Palestina, maka Indonesia akan selamanya berkewajiban untuk menentang pendudukan Israel,” serunya.
Sikap ini terus membentuk kebijakan luar negeri Jakarta, yang menggarisbawahi dukungan jangka panjangnya terhadap kemerdekaan Palestina.
Di tengah laporan rencana Israel untuk mengambil kendali penuh atas Jalur Gaza, Kementerian Luar Negeri Indonesia mengecam langkah tersebut sebagai pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan Piagam PBB, memperingatkan bahwa hal itu dapat memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza dan melemahkan upaya perdamaian Timur Tengah.