Asisten Guru di Prancis Tewas Ditikam, Pelaku Usia 15 Tahun

Jakarta, IDN Times - Seorang asisten guru ditikam hingga tewas di sebuah sekolah menengah di Nogent, Prancis timur. Tersangka, seorang siswa berusia 15 tahun, kini telah ditahan.
Dilansir dari BBC, Prefektur Haute-Marne mengatakan bahwa korban yang berusia 31 tahun itu ditikam berulang kali pada Selasa (10/6/2025) pagi, saat para siswa menjalani pemeriksaan tas di gerbang sekolah menengah Françoise Dolto. Seorang polisi yang membantu melakukan pemeriksaan tas juga mengalami luka ringan akibat insiden tersebut.
“Saat melindungi anak-anak kami, seorang asisten guru kehilangan nyawanya, menjadi korban gelombang kekerasan yang tidak masuk akal. Bangsa ini berduka dan pemerintah dikerahkan untuk memberantas kejahatan," kata Presiden Prancis, Emmanuel Macron, mengutuk kejadian tersebut.
1. Tersangka tidak punya catatan kriminal
Motif penyerangan tersebut masih belum diketahui. Adapun tersangka tidak memiliki catatan kriminal sebelumnya.
Dalam pernyataan di media sosial, Perdana Menteri François Bayrou menyampaikan ucapan belasungkawa kepada korban, keluarga dan komunitas sekolah tersebut.
“Ancaman senjata tajam di kalangan anak-anak kita sudah menjadi hal yang kritis," ungkapnya.
Sementara itu, Menteri Pendidikan Elisabeth Borne, mengatakan bahwa dirinya sedang dalam perjalanan ke Nogent untuk memberikan dukungan bagi seluruh komunitas sekolah dan polisi.
"Saya memuji ketenangan dan dedikasi mereka yang bertindak untuk menundukkan penyerang dan melindungi siswa dan staf," tulisnya di media sosial.
2. Pemerintah diminta fokus pada upaya pencegahan kekerasan
Pada Maret lalu, polisi Prancis mulai melakukan penggeledahan tas siswa secara acak guna mencari pisau dan senjata lainnya di dalam maupun sekitar lingkungan sekolah. Pada akhir April, Kementerian Pendidikan Nasional melaporkan bahwa 94 senjata tajam telah disita dalam 958 pemeriksaan acak yang dilakukan di sekolah-sekolah.
Elisabeth Allain-Moreno, sekretaris jenderal serikat guru SE-Unsa, mengatakan bahwa asisten guru tersebut hanya sedang menjalankan tugasnya dengan menyambut para siswa di pintu masuk sekolah. Menurutnya, serangan itu menunjukkan bahwa tidak ada tempat yang bisa sepenuhnya aman, dan upaya pencegahanlah yang harus menjadi fokus utama.
Hal senada juga disampaikan oleh Jean-Rémi Girard, Presiden Persatuan Sekolah Menengah Nasional. Ia mengatakan bahwa tidak mungkin untuk selalu waspada selama 24 jam penuh setiap hari.
“Kami tidak bisa mengatakan bahwa setiap siswa adalah bahaya atau ancaman, jika tidak, kami tidak akan pernah bangun dari tempat tidur di pagi hari," ujar Girard, dikutip dari France24
3. Oposisi serukan tindakan lebih lanjut untuk mencegah aksi kriminal
Sementara itu, pemimpin sayap kanan Prancis, Marine Le Pen,mengecam apa yang disebutnya sebagai normalisasi kekerasan ekstrem yang didorong oleh sikap apatis pihak berwenang.
“Tidak ada satu minggu pun yang berlalu tanpa tragedi yang menimpa sebuah sekolah. Rakyat Prancis sudah muak dan menunggu respons politik yang tegas, tanpa kompromi, dan tegas terhadap momok kekerasan remaja,” tulis Le Pen di X.
Pada April, seorang siswi tewas dan tiga lainnya terluka akibat insiden penikaman di sebuah sekolah swasta di Nantes, Prancis barat. Setelah serangan tersebut, Perdana Menteri Bayrou menyerukan dilakukannya pemeriksaan yang lebih intensif di dalam dan sekitar sekolah.