Berkunjung ke Sudan Selatan, Paus: Gereja Tidak Bisa Netral

Paus Fransiskus berkunjung ke negara itu selama 3 hari

Jakarta, IDN Times - Pemimpin Umat Katolik Sedunia, Paus Fransiskus, mengatakan pada Sabtu (4/2) waktu setempat bahwa gereja-gereja di Sudan Selatan "tidak bisa tetap netral" menghadapi ketidakadilan dan penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi di negara tersebut.

Sebelumnya pada tahun 2021 lalu, Paus sempat mendengar seorang biarawati menceritakan bagaimana dua saudara perempuannya tewas terbunuh dalam peristiwa penyergapan di dekat Juba, Sudan Selatan.

Paus saat ini sedang dalam kunjungan ke Sudan Selatan hingga tiga hari ke depan dan puncaknya akan mengadakan Misa pada Minggu (5/2) ini. Kedatangan Paus Fransiskus ke Sudan Selatan ini menjadikan harapan bagi jutaan warga setempat dengan menandai awal baru bagi negaranya.

1. Pada hari pertama, Paus berpidato kepada para pemuka agama Katolik di Juba

Dilansir dari The Guardian, pada hari pertamanya di Sudan Selatan, Paus Fransiskus berpidato kepada para uskup, pastor, dan biarawati Katolik di Katedral St. Theresa yang berlokasi di Juba, ibu kota Sudan.

"Saudara dan saudari, kita juga dipanggil untuk menjadi perantara bagi rakyat kita, untuk mengangkat suara kita melawan ketidakadilan dan penyalahgunaan kekuasaan yang menindas dan menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan mereka sendiri," ungkap isi pidato yang disampaikan oleh Paus Fransiskus yang dikutip dari BBC.

Paus menambahkan bahwa para pemimpin agama "tidak bisa tetap netral" oleh tindakan ketidakadilan. Menurut data dari PBB, ada sekitar 2,2 juta pengungsi internal di Sudan Selatan, dari total populasi yang diperkirakan mencapai 11,6 juta, serta 2,3 juta lainnya telah meninggalkan negara itu sebagai pengungsi. Kemiskinan dan kelaparan yang begitu ekstrem merajalela, dengan dua pertiga penduduk mereka membutuhkan bantuan kemanusiaan sebagai akibat dari konflik dan bencana banjir dalam 3 tahun terakhir.

Dalam pertemuannya kepada para uskup, pastor dan biarawati Katolik di Sudan Selatan, Paus mempertanyakan apa artinya menjadi pelayan Tuhan di tanah yang sedang dilanda perang, kebencian, kekerasan, serta kemiskinan.

"Bagaimana kami dapat menjalankan pelayanan kami di negara ini, di sepanjang tepi sungai yang bermandikan begitu banyak darah tak berdosa?" ungkap pertanyaan yang disampaikan oleh Paus mengacu pada Sungai Nil Putih yang melintasi negara yang juga dikutip dari BBC.

Baca Juga: Pertama Kalinya sejak Kudeta 2021, PM Ethiopia Kunjungi Sudan

2. Sebanyak 60 warga berjalan kaki selama 9 hari hanya untuk melihat Paus Fransiskus  

Pada Jumat (3/2) lalu, sekitar 60 orang peziarah Katolik menghabiskan waktu selama 9 hari berjalan kaki melalui Sudan Selatan yang dilanda perang hanya untuk melihat Paus Fransiskus di Juba.

Mereka yang merupakan para wanita itu berangkat dari wilayah Rumbek, sekitar 300 km barat laut Juba. Misi mereka yakni untuk bergabung dengan Paus dalam doa bagi negara termuda di dunia, yang dilanda konflik sejak kemerdekaannya pada tahun 2011.

Hal ini merupakan sebuah situasi yang telah membawa kesengsaraan yang tak terhitung bagi jutaan rakyatnya. Bagi umat Katolik di Sudan Selatan, gereja dipandang sebagai simbol harapan bagi banyak orang di Sudan Selatan. Di tempat itulah banyak pengungsi akibat konflik negara mencari tempat perlindungan.

3. Menjelang kedatangan Paus, sebanyak 27 orang tewas dalam aksi kekerasan di negara tersebut  

Menjelang kedatangan Paus Fransiskus, Sudan Selatan kembali dilanda konflik di mana sebanyak 27 orang tewas dalam aksi kekerasan yang melibatkan para penggembala ternak dan pejuang milisi. Paus dijadwalkan tiba di Sudan Selatan pada Jumat (3/2) lalu, dari negara tetangganya, Republik Demokratik Kongo, yang berharap untuk menyentak proses perdamaian yang bertujuan mengakhiri konflik selama satu dekade yang sebagian besar terjadi pada etnis garis yang telah menewaskan ratusan ribu orang.

Pada tahun 2019 lalu, Paus Fransiskus sempat mencium kaki rival politik Sudan Selatan,
Presiden Sudan Selatan, Salva Kiir, dan Wakil Presiden Sudan Selatan, Rieck Machar, ketika mereka bertemu di Vatikan. Ini merupakan tindakan yang mengejutkan banyak orang, meski tidak segera mengakhiri pertempuran. Meskipun konflik tersebut telah mereda, banyak perselisihan lokal yang mematikan secara teratur.

Baca Juga: Pertama Kalinya sejak Kudeta 2021, PM Ethiopia Kunjungi Sudan

Christ Bastian Waruwu Photo Verified Writer Christ Bastian Waruwu

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya