Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Hubungan Rusia-Ukraina Memburuk, AS Siagakan 8.500 Tentara

Pasukan Ukraina dan Amerika Serikat dalam pertemuan Ukraina-NATO, pada 20 April 2015. twitter.com/southfronteng
Pasukan Ukraina dan Amerika Serikat dalam pertemuan Ukraina-NATO, pada 20 April 2015. twitter.com/southfronteng

Jakarta, IDN Times – Pentagon mengatakan Amerika Serikat (AS) menyiagakan 8.500 tentara jika NATO mengaktifkan Response Force sebagai tanggapan atas hubungan Ukraina-Rusia yang semakin memburuk.

Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, berusaha menenangkan ketakutan negara-negara Barat atas krisis Ukraina setelah bertemu Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.

"Kami tahu betul tingkat ancaman dan bagaimana cara harus bereaksi dan tidak diragukan lagi kami harus menghindari reaksi yang mengkhawatirkan. Anda harus tetap tenang melakukan dan menghindari gangguan saraf,” kata Borrell seperti dikutip dari Al Jazeera, Senin (24/1/2022).

1. NATO juga menyiagakan militernya

Monumen berlambang Logo NATO dan bendera negara-negara anggota NATO di Kota Brussels, Belgia. (twitter.com/ItalyatNATO)
Monumen berlambang Logo NATO dan bendera negara-negara anggota NATO di Kota Brussels, Belgia. (twitter.com/ItalyatNATO)

NATO juga telah menempatkan pasukan dalam keadaan siaga dan mengirim kapal serta jet tempur untuk meningkatkan pertahanan di Ukraina. Hal itu merupakan respons negara-negara Barat atas keputusan Rusia menumpuk militernya di dekat perbatasan Ukraina.

Rusia disebut telah mengumpulkan sekitar 100 ribu tentara di dekat perbatasan, tuduhan yang dibantah oleh Kremlin. Di sisi lain, Moskow berulang kali menegaskan bahwa mereka memiliki kedaulatan untuk menempatkan pasukannya di mana saja, selama masih bagian dari Rusia.

Inggris dan AS telah mengimbau staf kedutaan non-esensial dan warga negaranya untuk segera meninggalkan Kyiv segera. Inggris bahkan telah mulai menarik staf kedutaannya.

2. NATO: Rusia akan sangat rugi jika menginvasi Ukraina

Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Sekjen NATO Jens Stoltenberg saling menyapa dalam KTT NATO di Watford, Inggris, pada 4 Desember 2019. ANTARA FOTO/REUTERS/Christian Hartamann/Pool
Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Sekjen NATO Jens Stoltenberg saling menyapa dalam KTT NATO di Watford, Inggris, pada 4 Desember 2019. ANTARA FOTO/REUTERS/Christian Hartamann/Pool

Sekjen NATO Jens Stoltenberg sempat bertemu dengan Presiden Joe Biden untuk membahas krisis Ukraina. Pada Senin malam, Stoltenber mengatakan kerugian yang akan diterima Rusia akan sangat berat karena AS, pemimpin Eropa, dan NATO telah bersatu demi mencegah aneksasi di Ukraina terulang kembali.

“Kami setuju bahwa setiap agresi lebih lanjut oleh Rusia terhadap Ukraina akan menimbulkan kerugian besar,” demikian cuit Stoltenberg di Twitter, usai mengadakan pertemuan virtual dengan Biden dan pemimpin Prancis, Jerman, Italia, Polandia, Inggris, serta Uni Eropa.

Pada saat yang sama, Departemen Luar Negeri AS juga membahas krisis Ukraina dengan Organization for Security and Co-operation in Europe (OSCE), organisasi antar pemerintah yang mencakup puluhan negara Eropa dan Amerika Utara, termasuk Rusia.

“Mereka membahas upaya berkelanjutan untuk mendesak Rusia menempuh jalur diplomasi dan de-eskalasi untuk mengakhiri krisis ini secara damai,” kata Departemen Luar Negeri.

Sebelumnya, Blinken telah memastikan bahwa sanksi paling berat akan menjadi ‘senjata’ terakhir yang digunakan AS untuk menekan Rusia.

“Tujuan sanksi adalah mencegah agresi Rusia. Oleh sebab itu, jika diberikan sekarang, Anda kehilangan efek jera,” kata Blinken kepada CNN.

3. Invasi dapat memicu lonjakan pencari suaka di Eropa

ilustrasi penampungan pengungsi (IDN Times/Mardya Shakti)
ilustrasi penampungan pengungsi (IDN Times/Mardya Shakti)

Analis urusan global, Michael Bociurkiw, memperingatkan ancaman krisis kemanusiaan jika Rusia menginvasi Ukraina, salah satunya adalah melonjaknya pencari suaka di perbatasan Uni Eropa.

“Jika ada serangan besar, apakah itu di Kyiv atau Kharkiv atau bagian lain dari Ukraina, itu akan memicu migrasi besar-besaran pencari suaka,” kata Bociurkiw.

“Ukraina berbatasan dengan Uni Eropa, mereka (pencari suaka) dapat berjalan, mereka dapat mengemudi, dan mereka memiliki perjalanan bebas visa. Jadi ini adalah dampak yang akan dirasakan Barat dalam waktu dekat,” tambah dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
Dwi Agustiar
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us