Inggris Minta Rusia Turunkan Ketegangan dengan Ukraina

Jakarta, IDN Times - Perdana Inggris (PM) Boris Johnson pada hari Senin (13/12/21) menghubungi Presiden Rusia Vladimir Putin. Dia meminta Moskow untuk menurunkan ketegangan yang terjadi dengan Ukraina.
Putin menjawab permintaan Johnson. Katanya, anggota NATO telah menimbulkan ancaman keamanan bagi Rusia. Ancaman itu dilakukan dari wilayah Ukraina.
Kontak langsung antara London dan Moskow jarang terjadi. Sejak tahun 2018, hubungan diplomatik Inggris-Rusia memburuk. Ini karena Rusia dianggap berada di belakang upaya pembunuhan mantan mata-mata dengan senjata kimia. Sejak itu, Inggris banyak mengusir diplomat Rusia dari negaranya.
1. Inggris berkomitmen dukung kedaulatan teritorial Ukraina
Ketegangan di Ukraina telah menimbulkan berbagai kekhawatiran akan timbulnya perang besar. Negara-negara Barat, termasuk Uni Eropa (UE) dan aliansi NATO, bersama-sama bergabung mendukung kedaulatan Ukraina jika diserang oleh Rusia.
Ukraina menuduh Rusia telah menumpukn lebih dari 100.000 pasukan di dekat perbatasan timurnya. Bahkan intelijen militer Ukraina memperkirakan, serangan ke Kiev bisa terjadi pada akhir Januari atau awal Februari.
Penumpukan pasukan Rusia itu membuat negara-negara Barat mengancam akan menjatuhkan berbagai sanksi berat ke Moskow, jika benar-benar menyerang Ukraina.
Menteri Luar Negeri G7 baru-baru ini melakukan pertemuan di Liverpool, Inggris. Mereka bersepakat mengecam perilaku Rusia dan mengancam akan jatuhkan sanksi politik serta ekonomi yang parah.
PM Johnson kemudian menggemakan suara G7 dengan langsung menghubungi Kremlin. Dilansir The Moscow Times, Johnson "menekankan komitmen Inggris untuk integritas teritorial dan kedaulatan Ukraina, dan memperingatkan bahwa setiap tindakan destabilisasi akan menjadi kesalahan strategis yang akan memiliki konsekuensi signifikan."
Selain itu, Johnson menegaskan kembali pentingnya saluran diplomatik untuk mengurangi ketegangan antara Rusia dengan Ukraina.
2. Presiden Putin ingin jaminan keamanan Rusia dengan hukum internasional
Kremlin selalu menolak tuduhan Ukraina dan Barat, bahwa penumpukan pasukannya di dekat perbatasan Ukraina adalah sebuah rencana untuk melakukan invasi. Kremlin menyangkal tuduhan itu dan mengatakan bahwa Barat saat ini sedang dicengkeram oleh Rusophobia, ketakutan berlebih akan keberadaan Rusia.
Dalam panggilan telepon yang panjang antara Inggris dan Rusia, Presiden Putin mengatakan kepada PM Johnson bahwa anggota NATO telah menimbulkan ancaman terhadap Rusia dari wilayah Ukraina.
Dilansir Al Jazeera, dijelaskan bahwa ketegangan saat ini "terjadi dengan latar belakang 'ekspansi' militer aktif di wilayah Ukraina oleh negara-negara NATO yang menciptakan ancaman langsung terhadap keamanan Rusia."
Presiden Putin mengatakan ada kebutuhan mendesak untuk memulai negosiasi dengan tujuan menghasilkan kesepakatan hukum internasional. Kesepakatan itu adalah, upaya mencegah embisi ekspansi NATO ke wilayah Eropa timur dan penempatan persenjataan yang bakal mengancam keamanan dalam negeri Rusia, terutama di Ukraina.
3. Rusia tuduh Ukraina memperburuk ketegangan

Secara umum, para pemimpin Barat disebut tidak memiliki pandangan yang spesifik tentang niat Putin dalam melancarkan strategi dan penumpukan pasukannya di dekat perbatasan timur Ukraina.
Tapi sampai saat ini yang diketahui oleh publik adalah, Rusia merasa terancam jika Ukraina masuk jadi anggota NATO karena persenjataan aliansi itu akan ditempatkan di Ukraina dan menimbulkan ancaman signifikan bagi Rusia.
Putin ingin jaminan keamanan dengan kesepakatan hukum internasional. Dilansir The Guardian, Moskow juga meminta penghapusan senjata yang mengancam Rusia di negara-negra tetangga. Moskow saat ini sedang mempersiapkan dokumen hukum yang jelas untuk mendukung tuntutan tersebut.
Selain itu, Putin menuduh bahwa pihak Ukraina telah dengan sengaja memperburuk situasi di jalur kotak. Ukraina juga dituduh menggunakan senjata berat dan menyerang pesawat nirawak, serta melakukan tindakan diskriminasi bagi kelompok masyarakat yang berbahasa Rusia di bagian timur Ukraina.