Iran Ancam Keluar dari Perjanjian Nuklir Buntut Serangan Israel

Jakarta, IDN Times - Parlemen Iran dilaporkan tengah menyiapkan rancangan undang-undang (RUU) untuk keluar dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT). Rencana ini muncul sebagai respons atas eskalasi dengan Israel baru-baru ini. Kementerian Luar Negeri Iran, melalui juru bicaranya Esmaeil Baghaei, mengonfirmasi rencana tersebut.
"Melihat perkembangan terakhir, kami akan mengambil keputusan yang tepat. Pemerintah memang harus menjalankan undang-undang dari parlemen, tetapi proposal ini statusnya baru disiapkan dan kami akan berkoordinasi lagi dengan parlemen," ujar Baghaei, dilansir New Arab pada Senin (16/6/2025).
1. Respons terhadap serangan Israel dan resolusi IAEA
Eskalasi terbaru dipicu oleh serangan Israel yang menargetkan sejumlah situs nuklir dan militer Iran. Israel beralasan serangan itu diperlukan karena mereka menyimpulkan Teheran semakin dekat untuk mencapai senjata nuklir. Konflik ini dilaporkan telah memakan korban jiwa dari kedua belah pihak. Kementerian Kesehatan Iran mengumumkan sebanyak 224 orang tewas , sementara otoritas Israel mencatat sedikitnya 24 orang tewas akibat serangan balasan Iran.
Sebelum serangan terjadi, Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) telah mengeluarkan resolusi yang menyatakan Iran melanggar kewajiban NPT-nya. Pihak Teheran memandang resolusi inilah yang telah membuka jalan bagi Israel untuk melancarkan serangan, dilansir Jerusalem Post.
"Harapan agar Iran terus mematuhi komitmennya terhadap perjanjian nuklir menjadi tidak dapat dibenarkan. Apalagi ketika hak-hak kami di bawah perjanjian tidak dihormati dan fasilitas kami diserang oleh negara non-anggota," demikian pernyataan delegasi Iran untuk PBB.
2. Iran dianggap hanya menggertak
Proses untuk keluar dari NPT tidaklah sederhana dan membutuhkan waktu panjang. Sebuah RUU harus mendapat persetujuan dari Dewan Garda, badan pengawas konstitusional yang keputusannya dipengaruhi oleh Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.
Dilansir RFE/RL, pakar menilai langkah Iran ini lebih cenderung sebagai gertakan politik. Iran dinilai tidak akan benar-benar keluar dari perjanjian dalam waktu dekat, meskipun ada tekanan dari kelompok garis keras di dalam negeri.
Ini bukan pertama kalinya Iran menggunakan wacana keluar dari NPT sebagai alat tawar politik. Ancaman serupa pernah disuarakan saat hubungan dengan negara Barat memburuk setelah AS keluar dari kesepakatan nuklir (JCPOA) pada 2018.
3. Dampak keluarnya Iran dari NPT
Jika Iran benar-benar keluar dari NPT, mereka tidak lagi berkewajiban untuk mengizinkan inspeksi dari IAEA. Hal ini akan menghilangkan pengawasan internasional atas aktivitas nuklir Iran dan bisa meningkatkan kekhawatiran global bahwa Teheran akan mengembangkan senjata nuklir.
Langkah seperti itu dinilai dapat memicu perlombaan senjata baru di kawasan Timur Tengah. Arab Saudi pernah mengisyaratkan bahwa mereka akan menempuh jalan yang sama jika Iran lebih dulu memiliki senjata nuklir.
Di sisi lain, Amerika Serikat dan Uni Eropa diperkirakan akan merespons keras langkah Iran ini. Respons tersebut dapat berupa sanksi ekonomi yang lebih berat serta peningkatan isolasi diplomatik terhadap Iran, dilansir TRT Global.
Sebelumnya, kejadian serupa pernah terjadi pada 2003 saat Korea Utara menjadi satu-satunya negara yang pernah keluar dari NPT. Sejak saat itu, Korea Utara berhasil memiliki senjata nuklir, namun semakin terisolasi akibat sanksi.