Laksamana Yi Sun Sin: Penyelamat Korea dari Invasi Jepang

Jakarta, IDN Times - Salah satu pahlawan terbesar Korea adalah Laksamana Yi Sun-sin. Dia lahir pada 28 April 1545. Lelaki itu berhasil menghancurkan ambisi Jepang yang ingin menjajah Korea.
Kegigihan Laksamana Yi dalam berjuang, membuat Dinasti Joseon selamat dari ancaman kehancuran pasukan Toyotomi Hideyoshi. Saat itu, Jepang berambisi menaklukkan Dinasti Ming di China dengan strategi menggunakan Korea sebagai jalan masuk atau sebagai pijakan.
Tapi pasukan Hideyoshi harus berhadapan dengan seorang "dewa perang" di lautan. Kapal-kapal armada laut Jepang hancur berkeping-keping di sekitar Semenanjung Korea, jadi kepingan-kepingan keputusasaan.
Berikut ini, ikhtisar kisah perjuangan dan pencapaian Laksamana Yi Sun-sin, sang pembantai armada laut Jepang.
1. Kegagalan dan kenaikan pangkat

Laksamana Yi Sun-sin lahir dari keluarga bangsawan yang erat dengan keluhuran sastra. Meski bangsawan, keluarga tersebut kekurangan secara finansial. Yi tumbuh dengan memilih karir dalam militer, suatu yang tidak ada dalam tradisi keluarganya.
Ujian pertama di militer, Yi Shun-sin memukau pengujinya dalam keahlian memanah. Sialnya, dia gagal di kavaleri, jatuh dari kuda dan kakinya patah. Tapi setelah pulih, ia kembali ikut ujian dan akhirnya lulus pada usia 32 tahun.
Ia lelaki yang tidak kenal kompromi, dan memiliki kecakapan memimpin yang hebat. Karirnya melejit ketika ia mampu menghancurkan gerombolan perampok di perbatasan, bahkan menangkap pemimpinnya.
Selama pertempuran laut, ia juga berhasil menghancurkan ratusan kapal Jepang yang membawa ribuan pasukan. Karena itu, ia kemudian diangkat menjadi Komandan Angkatan Laut Tiga Provinsi.
Atasan Yi Sun-sin cemburu sehingga dia dihantam badai fitnah. Yi dituduh melakukan desersi, korupsi atau kerja jadi mata-mata Jepang. Akhirnya dia ditangkap dan disiksa agar mengakui kesalahannya.
Ia tetap teguh tak mengaku dan pada akhirnya ia dibebaskan. Pangkatnya diturunkan menjadi prajurit biasa.
Pahlawan Korea yang juga dibuat sebagai hero dalam permainan Mobile Legends: Bang Bang itu, tetap mengabdi kepada raja yang menguasai Dinasti Joseon, dengan prinsip tak berubah: lurus, penuh dengan kesetiaan dan pengabdian.
2. Kekalahan pasukan Korea dan jatuhnya Seoul

Yi Sun-sin menjadi Komandan Distrik Angkatan Laut Jeolla Kiri. Armada laut Dinasti Joseon dibagi dalam dua kelompok. Kanan dan Kiri. Tugas Yi di bagian kiri adalah menghadang para bajak laut Jepang yang sering mengacau di dekat wilayah perairannya, dan memutus jalur komunikasi dan pasokan Jepang yang lewat laut.
Karirnya dengan cepat naik dan dia diangkat menjadi Komandan Angkatan Laut Tiga Provinsi, yakni Angkatan Laut Kanan dan Kiri provinsi Jeolla, Angkatan Laut Kanan dan Kiri provinsi Gyeongsang, dan Angkatan Laut provinsi Chungcheong
Dalam jurnal Asian Studies yang terbit pada tahun 2007, Marc Jason Gilbert menjelaskan bahwa di Angkatan Laut Jeolla itulah, ketabahan, ketekunan, kegigihan, keberanian dan kesetiaan Laksamana Yi Sun-sin tampil maksimal.
Pada tahun 1592, Jepang mulai menyerang Korea karena Raja Seonjo tidak mau menjadikan wilayahnya sebagai pijakan pasukan Jepang yang ingin menginvasi Dinasti Ming di China.
Bencana terjadi ketika total sekitar 300 ribu pasukan Jepang secara bertahap diantar dengan ratusan kapal dan mendarat di garis pantai Korea mulai pada 13 April 1592. Ini adalah tanggal permulaan Perang Imjin.
Kemampuan tempur pasukan darat Jepang sangat beringas dan dengan mudah mengalahkan para prajurit Korea. Selama perjalanan penyerangan itu, pembunuhan, pemenggalan, rudakpaksa massal, perusakan dan penghancuran terjadi.
Dilansir Gyeongnam, secara cepat, sebagian besar kota di Korea ditaklukkan pasukan Jepang. Pada 2-3 Mei, Seoul bahkan juga jatuh ke tangan Jepang dan Raja Seonjo diungsikan ke tempat yang aman.
3. Geobukseon dan kemenangan Laksamana Yi
Sehari sebelum Jepang tiba di Korea, Yi Sun-sin merampungkan Geobukseon, atau disebut Kapal Kura-Kura. Kapal itu adalah kapal perang pertama di dunia yang dilapisi oleh baja atau besi.
Meski teknologi pembangunan Geobukseon telah lama dimiliki Korea, tapi jumlah armadanya tidak pernah banyak. Selain itu, kapal-kapal lain juga diperbaiki dengan rancangan yang baru, lebih kuat dan lebih cepat dalam melakukan manuver di lautan. Kapal ini disebut Panokseon.
Dengan desain yang lebih ramping tapi lebih kuat, Jason Gilbert dalam analisisnya mengatakan, kapal milik Laksamana Yi mampu membawa meriam dalam jumlah banyak dan melakukan serangan jarak jauh yang lebih akurat.
Tapi di sisi lain, kapal Jepang dibuat dengan desain besar, mengangkut banyak pasukan dan banyak meriam sehingga lambat dan rentan terbalik.
Ini karena Jepang lebih mengedepankan strategi jarak dekat, dengan menempelkan kapal, lalu pasukan akan naik ke geladak kapal musuh melakukan serangan head to head dengan modal seni bela diri samurainya.
Dengan kapal inovatif tersebut, Laksamana Yi mulai menggempur pasukan laut Jepang dan meraih kemenangan pertama di Pertempuran Okpo, pada 7 Mei 1592.
30 kapal Jepang yang dipimpin Dodo Dakadora, 26 di antaranya hancur tenggelam. Sekitar 4.000 pasukan Jepang tewas dalam pertempuran itu. Di sisi sebaliknya, tak ada satu pun kapal milik Laksamana Yi yang tenggelam.
Sampai tahun 1594, Laksamana Yi Sun-sin terlibat dalam 14 pertempuran laut. Dari semua pertempuran itu, Yi tak pernah kalah satu kalipun.
Yi dan pasukannya, berhasil mengganggu dan mengaramkan armada laut Jepang yang bertugas menjalin komunikasi dengan komando pusat, mengirim pasokan perbekalan, pasokan persenjataan dan lainnya yang diantar lewat lautan.
Jepang kemudian menyadari bahwa Yi Sun-sin adalah sebuah karang kokoh yang hidup dan menjulang tinggi, yang melindungi Semenanjung Korea, dan yang tak akan goyah sekalipun dihantam oleh gelombang besar. Maka, Laksamana Yi, entah bagaimana harus dibinasakan.
4. Penyingkiran Laksamana Yi Sun-sin
Saat ini, baik Korea Selatan maupun Korea Utara, tak ada yang bakal menyangkal bahwa Yi Sun-sin adalah pahlawan terbesar sepanjang sejarah mereka. Strategi armada lautnya yang brilian, benar-benar telah membuat pasukan Jepang frustrasi.
Ketika Sang Pemersatu Jepang Toyotomi Hideyoshi dan komandan perangnya menyadari ketangguhan dan kecerdasan Laksamana Yi, mereka juga paham bagaimana laporan situasi pasukan mereka yang mengacau di Korea, telah mulai lemah.
Ini karena Dinasti Ming memberikan bantuan ke Korea, membakar gudang makanan, mematahkan serangan demi serangan pasukan samurai.
Jepang dan Dinasti Ming akhirnya melakukan perundingan gencatan senjata. Kaisar Seonjo dari Dinasti Joseon tentu saja berada di pihak China. Tapi Laksamana Yi meragukan keduanya, baik itu Dinasti Ming maupun Jepang.
Jepang juga meluncurkan rencana untuk menyingkirkan "Sang Dewa Perang." Melalui mata-mata agen ganda, laporan datang kepada Jenderal Korea bahwa pasukan Jepang datang menyerang Korea dan yang bisa mengalahkannya hanya Laksamana Yi.
Tapi ketika Yi diperintahkan untuk menghadang, dia menolaknya.
Dia adalah komandan perang yang sangat teliti, selalu memeriksa dengan rinci rencana serangan untuk meminimalkan korban di pihaknya. Karena itu, selain kabar serangan Jepang yang tidak jelas, lokasi perairan di mana ia diperintahkan menyerang, sangat tidak menguntungkan untuk melakukan pertempuran.
Penolakan itu jadi nasib buruk bagi Laksamana Yi. Ia ditangkap, dituduh bekerja sama dengan Jepang, dituduh pemabuk dan pemalas oleh sang Jenderal dan dijatuhi hukuman mati.
Tapi karena protes keras dari rakyat Korea, Laksamana Yi kemudian hanya dipenjara dan disiksa sampai hampir mati. Pangkat Laksamana Yi juga diturunkan jadi prajurit biasa.
New World Encyclopedia menjelaskan, ketika Laksamana Yi disingkirkan, komandan Angkatan Laut Korea dipegang oleh Won Kyun, salah satu yang iri dengan kesuksesan Yi Sun-sin.
Dalam perundingan gencatan senjata yang gagal antara Jepang dan pihak Dinasti Ming dengan Dinasti Joseon, Hideyoshi kembali menginvasi Korea pada Januari 1597. Mereka juga tahu bahwa rencana menyingkirkan Laksamana Yi telah sukses dan Won Kyun tidak sehebat Yi Sun-sin.
Di bawah komandan Angkatan Laut Won Kyun, dalam pertempuran laut Chilchonryang pada Agustus 1597, armada Korea berantakan. Won Kyun tewas dan hanya 13 kapal milik Korea yang mampu melarikan diri. Beberapa sumber lain mengatakan hanya 12 kapal yang selamat.
5. Kembalinya 'Dewa Perang' meski dalam kondisi sakit
Pasukan Jepang berhasil kembali mendarat di Korea, dan melancarkan invasi militer kedua. Raja Seonjo mendengar kabar buruk itu, dan akhirnya kembali memanggil Laksamana Yi Sun-sin yang sebenarnya dalam kondisi sakit setelah disiksa secara brutal di penjara.
Tapi karena kesetiaannya pada raja dan rakyat, dia menyanggupi panggilan itu. Dengan 13 kapal yang tersisa, ia menyalakan tekadnya kembali dengan keberanian yang membara, bahwa sisa-sisa armada lautnya akan menahan pasukan Jepang di lautan.
Meski Raja Seonjo telah kembali mengangkat Laksamana Yi jadi komandan, tapi raja juga menyarankannya untuk bergabung dengan pasukan darat. Itu karena Raja Seonjo sadar armada lautnya hanya segelintir saja dan bakal dibantai oleh Jepang.
Tapi Laksamana Yi, menolak permintaan Raja Seonjo. Dia yakin, jika pasukan Jepang lolos di laut, maka Korea bakal musnah dan rata dengan tanah.
Dalam salah satu episode perang laut yang brutal di Selat Myeongnyang (atau Myeongryang) pada September 1597, 13 kapal utama Laksamana Yi dengan bantuan 32 kapal kecil, mereka menghancurkan 30 kapal pasukan Jepang dan mengirimnya ke neraka dasar laut.
Padahal saat itu, pasukan Jepang terdiri dari 333 kapal, dan sekitar 100.000 ribu personel. Sedangkan Laksamana Yi Sun-sin hanya memiliki 1.500 orang prajurit.
Tapi keberanian yang tak bisa dipadamkan oleh gelombang laut, strategi cerdas yang mengandalkan arus pusaran air, selain menenggelamkan puluhan kapal Jepang, Laksamana Yi juga merusak sekitar 90 kapal Jepang yang itu tak lagi bisa diperbaiki.
Dalam pertempuran itu, kalimat terkenal yang terucap dari dua bibir Laksamana Yi Sun-sin untuk menyalakan keberanian pasukannya adalah "Mereka yang mau mati akan hidup, dan mereka yang mau hidup akan mati."
Pada tahun 2014, sebuah film dibuat berdasarkan perang Selat Myeongnyang berjudul The Admiral: Roaring Currents. Pemeran Yi Sun-sin adalah Choi Min-sik.
6. 'Kita memenangkan peperangan. Jangan umumkan kematianku!'

Bangkitnya Laksamana Yi, Sang Dewa Perang Angkatan Laut Joseon, kembali membuat Jepang frustrasi. Selain itu, pasukan daratnya yang sudah di wilayah Joseon juga semakin terdesak oleh pasukan Korea yang mendapat bantuan dari Dinasti Ming.
Karena itu pada tahun 1598, Jepang bertekad untuk menerobos armada laut Laksamana Yi, dan menjemput sisa-sisa pasukannya yang ada di Semenanjung Korea untuk dibawa pulang.
Di Noryang pada November-Desember 1598, pertempuran laut yang brutal kembali terjadi. Sekitar 500 kapal Jepang berusaha menerobos armada laut Laksamana Yi yang saat ini dibantu oleh armada laut Dinasti Ming dan dipimpin oleh Jin Lin (Chen Lin).
Dalam pertempuran itu, 200 kapal Jepang dikirim ke neraka dasar laut, dan sekitar 100 kapal lainnya berhasil ditangkap. Sisa kapal Jepang yang berada di sekitar pelabuhan, telah dikepung oleh pasukan gabungan Joseon-Ming. Pertempuran besar akhirnya terjadi.
Dalam pertempuran itu, tubuh Laksamana Yi berhasil ditembus oleh peluru senapan prajurit Jepang dan ia jatuh tersungkur. Ketika ia merasa akan segera berangkat ke alam baka, di tengah pertempuran yang sengit, ia mengatakan kepada putra yang memangkunya "Kita memenangkan peperangan. Jangan umumkan kematianku!"
Laksamana Yi tidak mau pasukannya dan pasukan Dinasti Ming mendengar kabar buruk tersebut sehingga moral perangnya akan jatuh. Karena itu, setelah pertempuran selesai dan Korea meraih kemenangan, pasukan baru tahu bahwa komandan armada laut terbesarnya telah gugur.
Sejak Jepang mulai menginvasi Korea dalam perang Imjin dan mundur karena kalah, Laksamana Yi Sun-sin bertempur selama 23 kali di lautan sampai ia meninggal dunia dalam pertempuran terakhir yang ia menangkan. Tak pernah sekalipun Laksamana Yi kalah dalam pertempuran itu.
7. Tiga prinsip prajurit: kerendahan hati, kebijaksanaan, dan keberanian

Dengan kekalahan pertempuran di lautan yang fatal, mustahil Jepang akan meneruskan ambisinya untuk menginvasi Dinasti Ming. Jepang kemudian menawarkan perdamaian dan akhirnya menarik seluruh pasukannya di Semenanjung Korea.
Laksamana Yi Sun-sin, yang akhirnya diketahui gugur pada pertempuran terakhirnya, pertempuran yang ia menangkan bersama pasukannya, namanya abadi di sepanjang sejarah Korea dan dihormati di Jepang.
Dia mendapatkan julukan sebagai Cungmugong atau Prajurit Kesetiaan dan Keberaniaan. Tiga prinsipnya sebagai seorang prajurit adalah kerendahan hati, kebijaksanaan, dan keberanian.
Nama Laksamana Yi Sun-sin juga diabadikan sebagai nama kapal perusak angkatan laut modern Korea Selatan.
Dalam sejarah pertempuran laut, Horatio Nelson dari Inggris adalah sosok yang dianggap paling besar karena memenangkan banyak pertempuran di laut, khususnya dalam menenggelamkan pasukan Napoleon Bonaparte dalam Pertempuran Trafalgar.
Di Asia, Togo Heihachiro dari Jepang disebut "Nelson dari Asia" karena mampu meluluh-lantakkan pasukan Rusia saat perang Rusia-Jepang terjadi awal abad ke-20.
Tapi Laksamana Yi Sun-sin, diyakini jauh lebih besar dari dua orang tersebut.
Melansir Gyeongnam, Togo sendiri mengatakan "adalah mungkin untuk membandingkan saya dengan Nelson, tetapi tidak tertahankan bagi saya jika dibandingkan dengan Yi sun-shin."
Wakisaka Yasharu, salah satu komandan angkatan laut yang ikut berpartisipasi dalam Perang Imjin menggoreskan puisi untuk Laksamana Yi Sun-sin. Tulisnya:
Orang yang benar-benar aku takuti adalah Yi sun-shin,
orang yang paling aku benci adalah Yi sun-shin,
orang yang paling aku sukai adalah Yi sun-shin,
orang yang paling aku kagumi adalah Yi sun-shin...