Lebanon Desak Prancis Pastikan Israel Tarik Pasukannya

- Presiden Lebanon Joseph Aoun menyerukan penarikan pasukan Israel dari Lebanon selatan sesuai perjanjian gencatan senjata.
- Israel diharuskan menarik pasukannya secara bertahap dalam waktu 60 hari, sementara tentara Lebanon akan dikerahkan di wilayah tersebut.
- Aoun juga mendesak Prancis untuk melanjutkan eksplorasi minyak di blok lepas pantai Lebanon dan menyatakan minatnya hadiri pertemuan puncak Uni Eropa pada Maret 2025.
Jakarta, IDN Times - Presiden Lebanon Joseph Aoun telah menyerukan penarikan pasukan Israel dari Lebanon selatan dalam batas waktu yang ditetapkan oleh perjanjian gencatan senjata.
Pernyataan tersebut disampaikannya selama pertemuan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron di istana kepresidenan di Baabda, timur Beirut, pada Jumat (17/1/2025), dilansir Anadolu Agency.
Berdasarkan ketentuan gencatan senjata, Israel diharuskan menarik pasukannya di selatan Garis Biru, perbatasan de facto, secara bertahap. Sementara itu, tentara Lebanon akan dikerahkan di Lebanon selatan dalam waktu 60 hari.
1. Apa saja isi pembicaraan Aoun dan Macron?
Aoun menyoroti pentingnya memperkuat gencatan senjata, yang dimulai pada 27 November 2024, serta memastikan penarikan pasukan Israel dari wilayah pendudukan yang tersisa dalam jangka waktu 60 hari. Ia juga menyerukan pembebasan tahanan Lebanon yang ditahan Israel dan pembangunan kembali desa-desa yang hancur akibat agresi Israel baru-baru ini.
Selama pembicaraannya dengan Macron, Aoun juga mendesak perusahaan energi Prancis Total, guna melanjutkan aktivitas eksplorasi minyak di blok lepas pantai Lebanon.
Selain itu, Aoun juga menyatakan minatnya untuk menghadiri pertemuan puncak Uni Eropa yang dijadwalkan pada Maret 2025. Ini sebagai tanggapan atas undangan dari Pemimpin Administrasi Siprus Yunani Nikos Christodoulides, yang mengunjungi Beirut pada 10 Januari lalu.
Presiden Lebanon tersebut menyatakan terima kasihnya kepada Macron atas upaya Prancis untuk membantu Lebanon. Hal ini termasuk melalui utusan khusus Jean-Yves Le Drian dan Komite Quintet, dalam menyelesaikan kekosongan presiden yang berkepanjangan dan memfasilitasi pemilihannya setelah lebih dari dua tahun kebuntuan politik.
2. Prancis menyatakan dukungannya untuk kedaulatan dan persatuan Lebanon
Kunjungan Macron menandai kunjungan pertama kepala negara ke Lebanon sejak pemilihan Aoun sebagai presiden pada 9 Januari.
Dalam pertemuan terpisah, Macron juga bertemu dengan Perdana Menteri Najib Mukati, Ketua Parlemen Nabih Berri, dan Perdana Menteri terpilih Nawaf Salam. Macron menyatakan kunjungannya ke Lebanon adalah untuk mendukung kedaulatan, kemakmuran, dan persatuan negara tersebut.
Prancis memainkan perang penting dalam Komite Quintet, yang mengawasi pelaksanaan gencatan senjata yang melibatkan Amerika Serikat, Lebanon, Israel, dan pasukan penjaga perdamaian PBB (UNIFIL).
Di sisi lain, Paris juga memelihara hubungan historis yang signifikan dengan Beirut yang berakar pada mandatnya atas negara tersebut pada tahun 1920-1943.
3. Imbas serangan Israel ke Lebanon, 4.068 orang tewas

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Lebanon, sejak serangan Israel terhadap Lebanon yang dimulai pada 8 Oktober 2023 dan meningkat menjadi konflik skala penuh pada 23 September 2024, setidaknya 4.068 orang telah tewas. Angka tersebut termasuk wanita, anak-anak, dan pekerja kesehatan. Sementara, 16.670 lainnya terluka.
Lebanon telah melaporkan lebih dari 564 pelanggaran gencatan senjata oleh Tel Aviv, di mana pasukan Israel melakukan pelanggaran darat dan udara yang terus-menerus, khususnya penghancuran rumah dan desa di sepanjang perbatasan. Pelanggaran tersebut telah menewaskan 37 orang dan melukai 45 lainnya.
"Tindakan seperti itu tidak sejalan dengan upaya internasional untuk mencapai perdamaian dan keamanan di kawasan tersebut," kata Presiden Lebanon.