Korea Utara Diduga Terima Teknologi Kapal Selam Nuklir Rusia

- Pyongyang ingin menguasai teknologi kapal selam bertenaga nuklir dan rudal balistik yang bisa diluncurkan dari bawah laut.
- Jika berhasil, akan memberikan keunggulan strategis besar dalam kemampuan serangan nuklirnya.
- Intelijen Korea Selatan menyebut kerja sama militer antara Rusia dan Korea Utara meningkat secara signifikan sejak dua tahun.
Jakarta, IDN Times - Kementerian Pertahanan Korea Selatan menyebut bahwa Korea Utara kemungkinan besar menerima bantuan teknis dari Rusia untuk mengembangkan program kapal selamnya. Hal itu disampaikan oleh Menteri Pertahanan Ahn Gyu-back dalam rapat Komite Pertahanan Parlemen pada Senin (13/10/2025).
Menurut Ahn, pihaknya memperoleh informasi bahwa Pyongyang tengah menerima berbagai teknologi yang berhubungan dengan pengembangan kapal selam, termasuk sistem peluncur rudal balistik dari bawah laut. Meski begitu, ia menegaskan bahwa masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa Korut sudah berhasil meluncurkan SLBM (submarine-launched ballistic missile) langsung dari kapal selam.
“Memang benar Korea Utara menerima sejumlah teknologi untuk program kapal selamnya,” ujar Ahn di hadapan parlemen, dikutip dari Anadolu.
“Namun, kami belum bisa memastikan sejauh mana kemampuan itu telah mereka kuasai,” sambungnya. Pernyataan ini muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran akan kerja sama militer antara Moskow dan Pyongyang yang semakin erat dalam dua tahun terakhir.
1. Korea Utara gencar kembangkan kapal selam nuklir

Korea Utara selama ini memang secara terbuka menyatakan ambisinya untuk mengembangkan kapal selam bertenaga nuklir dan rudal balistik yang bisa diluncurkan dari bawah laut. Pemimpin Korut Kim Jong-un bahkan beberapa kali meninjau fasilitas pembuatan kapal selam di pantai timur negaranya.
Sejumlah uji coba peluncuran rudal dari bawah laut juga telah dilakukan, meskipun analis internasional menilai peluncuran itu kemungkinan masih menggunakan platform stasioner di bawah air, bukan kapal selam yang berlayar.
Jika Pyongyang berhasil menguasai teknologi peluncuran SLBM dari kapal selam, hal itu akan memberikan keunggulan strategis besar dalam kemampuan serangan nuklirnya — karena rudal bisa ditembakkan dari posisi tersembunyi di lautan, jauh dari jangkauan deteksi radar.
Namun, banyak pihak menilai bahwa kemampuan semacam itu masih membutuhkan waktu lama bagi Korea Utara untuk benar-benar dicapai, apalagi dengan keterbatasan sumber daya teknologi domestiknya.
2. Kerja sama militer Korut-Rusia semakin terbuka

Menurut intelijen Korea Selatan, kerja sama militer antara Rusia dan Korea Utara meningkat secara signifikan sejak dua tahun terakhir, terutama setelah invasi Rusia ke Ukraina.
Laporan intelijen Seoul menyebut bahwa lebih dari 10.000 tentara Korea Utara telah dikirim untuk membantu pasukan Rusia di medan perang Ukraina. Sebagai imbalannya, Moskow diduga memberikan bantuan ekonomi serta transfer teknologi militer, termasuk di bidang rudal dan kapal selam.
Kerja sama ini dinilai saling menguntungkan bagi kedua pihak: Rusia mendapatkan tambahan tenaga militer, sementara Korea Utara memperoleh akses terhadap teknologi canggih yang selama ini sulit mereka dapatkan karena sanksi internasional.
Langkah ini dikhawatirkan akan mengubah keseimbangan keamanan regional, terutama di Asia Timur, karena memperkuat kemampuan militer Pyongyang di tengah meningkatnya ketegangan dengan Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat.
3. AS dan sekutu waspadai kolaborasi kedua negara

Pemerintah Amerika Serikat dan sekutunya di kawasan Pasifik terus memantau potensi kolaborasi militer antara Rusia dan Korea Utara. Washington khawatir transfer teknologi senjata akan melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB dan meningkatkan risiko proliferasi nuklir.
Sementara itu, Seoul telah memperketat kerja sama pertahanan dengan Tokyo dan Washington untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya ancaman baru dari Korea Utara.
Para pengamat menilai hubungan Rusia–Korea Utara kini telah melampaui batas kerja sama diplomatik tradisional, berubah menjadi kemitraan strategis berbasis kepentingan militer.
Jika dugaan Seoul benar, maka hubungan kedua negara ini bisa mempercepat ambisi Pyongyang untuk menjadi kekuatan nuklir laut yang sesungguhnya, sebuah perkembangan yang berpotensi mengguncang stabilitas keamanan global.