ICC Akan Tetap Buru Putin meski Ada Kesepakatan Damai dengan Ukraina

- ICC tetap buru Putin meski ada kesepakatan damai dengan Ukraina.
- Surat hanya bisa ditangguhkan oleh Dewan Keamanan PBB.
- Ukraina tolak wacana amnesti untuk pejabat Rusia, ICC pertimbangkan adili Putin dan Netanyahu secara in absentia.
Jakarta, IDN Times - Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) menyatakan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin tetap berlaku. Status buronan tersebut tidak akan dicabut meskipun negosiasi damai yang dipimpin Amerika Serikat (AS) menyepakati adanya amnesti penuh.
Pada Jumat (5/12/2025), Jaksa ICC menegaskan kewajiban mereka adalah mematuhi statuta hukum yang berlaku dan tidak terikat pada perjanjian politik eksternal. Penangguhan surat perintah penangkapan terhadap Putin dan pejabat Rusia lainnya hanya dimungkinkan melalui resolusi resmi Dewan Keamanan PBB, dilansir Euronews.
1. Surat hanya bisa ditangguhkan oleh Dewan Keamanan PBB

Wakil Jaksa ICC, Nazhat Shameem Khan dan Mame Mandiaye Niang, menekankan investigasi kejahatan perang tidak bisa dihentikan begitu saja oleh pembicaraan damai. Mereka menyebut Statuta Roma tidak memberikan bobot hukum pada kesepakatan politik seperti pemberian amnesti massal.
Khan menjelaskan Dewan Keamanan PBB memang memiliki wewenang untuk meminta penundaan kasus jika dianggap perlu demi perdamaian. Namun, langkah tersebut hanya bersifat sementara dan bukan pembatalan proses peradilan secara permanen.
"Jika ada kesepakatan damai yang kemudian membuat Dewan Keamanan meminta kami menunda penyelidikan, maka itu adalah proses politik bagi Dewan Keamanan. Namun bagi kami, pada akhirnya, hal itu tidak menghentikan cara keadilan ditegakkan," tutur Shameem Khan, dilansir The Straits Times.
Putin bersama Komisaris Hak Anak Rusia, Maria Lvova-Belova, diburu ICC karena dituding melakukan deportasi ilegal terhadap ratusan anak Ukraina. Kremlin telah berulang kali menolak yurisdiksi ICC dan menyebut surat penangkapan tersebut tidak sah.
2. Ukraina tolak wacana amnesti untuk pejabat Rusia

Isu ini mencuat setelah draf proposal perdamaian AS bocor ke publik pada November lalu yang memicu kekhawatiran pejabat Ukraina dan Eropa. Salah satu poin dalam proposal tersebut menetapkan bahwa semua pihak yang terlibat konflik akan menerima amnesti penuh atas tindakan mereka selama perang.
Ukraina menolak ide pengampunan massal tersebut karena dianggap mengabaikan penderitaan korban invasi. Duta Besar Ukraina untuk Belanda, Andriy Kostin, menilai pengampunan bagi pelaku kekejaman massal adalah hal yang tidak dapat diterima.
"Dengan kekejaman massal yang dilakukan selama bertahun-tahun, mustahil untuk memberikan impunitas kepada semua yang bertanggung jawab, semua yang melakukan kejahatan dan yang memerintahkan kejahatan ini," ujar Kostin.
3. ICC pertimbangkan adili Putin dan Netanyahu secara in absentia

Mengingat sulitnya melakukan penangkapan fisik, ICC mulai membuka peluang untuk menggelar sidang tanpa kehadiran terdakwa atau in absentia. Wakil Jaksa Mame Mandiaye Niang menyebut skenario ini masuk akal untuk diterapkan pada kasus Putin maupun Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu.
Sebelumnya, cara ini telah diuji dalam kasus pemimpin pemberontak Uganda, Joseph Kony, pada awal tahun ini. Meski diakui sebagai proses yang rumit, mekanisme in absentia terbukti mungkin dilakukan dan berguna untuk kemajuan kasus.
ICC sendiri sedang mendapat tekanan sanksi dari AS dan ancaman balasan dari Kremlin. Namun, pada pertemuan tahunan di Den Haag, ICC menegaskan bahwa pihaknya tidak akan tunduk pada tekanan politik dari negara besar.


















