Mesir Undang Trump untuk Bahas Relokasi Warga Gaza

Jakarta, IDN Times – Presiden Mesir, Abdel Fatah El Sisi, mengundang Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, ke Kairo untuk berbicara langsung terkait dengan isu relokasi warga Gaza. Rencana itu disampaikan dalam sebuah panggilan telepon yang dilakukan pada Sabtu (1/2/2025).
“Masyarakat internasional mengandalkan kemampuan Trump untuk mencapai perjanjian perdamaian permanen dan bersejarah yang mengakhiri konflik yang telah terjadi di wilayah tersebut selama beberapa dekade," kata pernyataan kantor Sisi, dilansir dari France24.
Panggilan telepon tersebut menjadi yang pertama kali sejak Trump mengajukan relokasi warga Gaza ke Mesir dan Yordania. Trump mengatakan telah berbicara dengan pemimpin dua negara tersebut. Namun, langkah itu telah ditentang keras oleh Mesir dan Yordania.
1. AS paksa Mesir dan Yordania untuk terima warga Gaza
Alasan Trump untuk merelokasi warga Gaza adalah karena wilayah tersebut kini hancur setelah perang selama 15 bulan terakhir. Wilayah Gaza kini tak layak huni dengan berbagai permasalahan terkait dengan kebutuhan dasar.
Pada Kamis lalu, Trump bersikeras bahwa Mesir dan Yordania akan menyetujui hal tersebut.
"Kami melakukan banyak hal untuk mereka," kata Trump.
Mesir adalah sekutu utama AS di kawasan tersebut dan merupakan satu-satunya negara selain Israel yang menerima pengecualian dari pembekuan bantuan luar negeri Trump bulan lalu.
Sejak dimulainya perang Israel di Gaza, Mesir telah memainkan tindakan penyeimbangan yang rumit, mempertahankan peran mediatornya dalam konflik sambil memposisikan dirinya sebagai pembela perjuangan Palestina.
"Jika saya meminta hal ini kepada rakyat Mesir, mereka semua akan turun ke jalan untuk mengatakan tidak," kata Sisi pada Rabu tentang rencana yang diusulkan, dilansir TRT World.
Pada pertemuan di Kairo pada Sabtu, para diplomat tinggi dari Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, dan Qatar juga menolak pemindahan paksa warga Palestina. Bahkan protes juga sempat terjadi di wilayah perbatasan Mesir dan Gaza.
2. Gaza akan dibangun kembali tanpa pengusiran warganya
Pada Minggu, Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdelatty, mengatakan bahwa Mesir berkomitmen mendukung gencatan senjata dalam tiga tahapannya. Kairo juga memiliki visi yang jelas mengenai rekonstruksi Jalur Gaza tanpa harus merelokasi warganya.
"Kami memiliki visi yang jelas untuk membangun kembali Jalur Gaza tanpa ada warga yang meninggalkan tanahnya," kata Abdelatty, dilansir Anadolu Agency.
Bagi Mesir, warga Palestina tak boleh meninggalkan tanahnya. Pada Rabu, Sisi menyebut usulan Trump sebagai ketidakadilan yang tidak dapat diikuti.
Ia juga mengatakan bahwa pihaknya bertekad bekerja sama dengan Washington, yang berupaya mencapai perdamaian berdasarkan solusi dua negara.
3. Perang Israel-Hamas timbulkan ratusan ribu korban jiwa

Fase gencatan senjata antara Israel dan Hamas telah dimulai pada 19 Januari. Namun, perang yang berlangsung selama 15 bulan tersebut telah menimbulkan korban yang tak sedikit.
Menurut otoritas setempat pada Minggu, setidaknya 61.709 warga Palestina tewas dalam perang genosida Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023. Hanya 47.487 jenazah yang dibawa ke rumah sakit, sementara 14.222 masih hilang di bawah reruntuhan.
Kepala Kantor Media Pemerintah Gaza, Salama Marouf, mengatakan korbannya mencakup 17.881 anak-anak, termasuk 214 bayi baru lahir.
“Lebih dari 38 ribu anak Palestina menjadi yatim piatu akibat perang Israel,” kata Marouf.
Menurut pejabat setempat, setidaknya 1.155 personel medis, 205 jurnalis, dan 194 pekerja pertahanan sipil juga tewas selama serangan Israel, yang juga merusak lebih dari 450 ribu unit rumah.
“Lebih dari 6 ribu warga Palestina ditahan oleh pasukan Israel dan puluhan dari mereka disiksa hingga meninggal di dalam tahanan,” tambahnya.
Sementara itu, lebih dari 2 juta warga Palestina mengungsi secara paksa. Banyak di antara mereka yang terpaksa pindah lebih dari 25 kali karena tidak adanya layanan penting.