Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Myanmar Umumkan Masa Berkabung Seminggu untuk Korban Gempa

Ilustrasi bendera Myanmar. (pexels.com/aboodi vesakaran)

Jakarta, IDN Times - Badan PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusian (OCHA) mengatakan bahwa saat ini tempat berlindung, air bersih, dan obat-obatan sangat terbatas setelah gempa bumi di Myanmar. 

"Waktu yang tersedia untuk pencarian dan penyelamatan kritis semakin sempit. Orang-orang di daerah yang terkena dampak menghabiskan malam di tempat terbuka karena tidak ada listrik atau air bersih," kata Marcoluigi Corsi, Koordinator Kemanusiaan OCHA untuk Myanmar, pada Selasa (1/4/2025), dikutip dari The Straits Times.

Gempa bumi berkekuatan magnitudo 7,7 menghantam Myanmar pada 28 Maret 2025. Bencana tersebut telah menyebabkan kerusakan struktural yang signifikan dan mengakibatkan jatuhnya korban jiwa yang sangat besar. Tercatat, lebih dari 2.700 orang tewas dan 4.500 orang terluka.

1. PBB Soroti krisis kemanusian yang terjadi di Myanmar

Beberapa badan PBB telah membunyikan peringatan tentang kekurangan air minum karena kekhawatiran meluasnya penyakit kolera. Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan rumah sakit kewalahan dan persediaan medis menipis, serta terjadi kekurangan air bersih dan bahan bakar.

Di sisi lain, Badan Pengungsi PBB (UNHCR) telah mengidentifikasi situasi saat ini di Myanmar sebagai krisis kemanusiaan tingkat tinggi. Pihaknya juga memobilisasi persediaan seperti lembaran plastik, perlengkapan tidur, dan kelambu.

"Upaya tanggap darurat menjadi rumit akibat kerusakan parah pada jalan dan jembatan, yang mengakibatkan tim UNHCR membutuhkan waktu 13 jam untuk mencapai Mandalay dari Yangon, yang seharusnya merupakan perjalanan delapan jam," kata UNHCR.

Pihaknya juga mengungkapkan bawah kebutuhan yang paling mendesak adalah tempat berlindung dan barang-barang bantuan. Ada juga risiko bahan peledak akibat konflik yang terjadi selama 4 tahun terakhir.

Mandalay adalah kota terbesar kedua di Myanmar dan rumah bagi lebih dari 1,7 juta orang, telah mengalami kerusakan paling parah akibat gempa tersebut. Banyak bangunan tempat tinggal runtuh menjadi tumpukan puing.

2. Junta militer umumkan masa berkabung hingga 6 April

Pada 31 Maret 2025, junta militer Myanmar mengumumkan masa berkabung nasional selama seminggu atas gempa bumi dahsyat yang melanda negara tersebut. Pengumuman itu muncul saat tempo dan urgensi upaya penyelamatan mulai menurun di Mandalay.

"Bendera nasional akan dikibarkan setengah tiang hingga 6 April. Ini sebagai ungkapan simpati atas hilangnya nyawa dan kerusakan akibat gempa bumi," kata junta dalam sebuah pernyataan.

Dilaporkan, hingga saat ini warga masih berkemah di jalan-jalan Mandalay karena tidak dapat kembali ke rumah yang hancur. Mereka juga khawatir dengan gempa susulan yang berulang kali mengguncang kota itu selama akhir pekan.

Sebagian dari mereka memiliki tenda, namun ada pula yang hanya tiduran di atas selimut di tengah jalan termasuk anak-anak kecil, seraya berusaha menjaga jarak sejauh mungkin dari bangunan karena takut tertimpa reruntuhan.

Di sisi lalin, komunikasi masih terputus di sebagian besar Myanmar, skala bencana sebenarnya belum terungkap, dan jumlah korban tewas diperkirakan akan meningkat secara signifikan.

3. Beberapa aktivitas telah kembali beroperasi usai gempa

Rumah sakit umum Mandalay yang memiliki 1.000 tempat tidur telah dievakuasi, dengan ratusan pasien dirawat di luar. Dengan suhu yang diperkirakan akan mencapai 40 derajat celcius pada Senin (31/3/2025), para pasien berbaring di brankar di tempat parkir rumah sakit, yang mana sebagian besar hanya beralaskan terpal tipis yang dipasang untuk melindungi mereka dari teriknya sinar matahari.

Sementara, lalu lintas mulai kembali ke jalan-jalan Mandalay pada 31 Maret, serta restoran dan pedagang kaki lima kembali beroperasi. Gempa utama dan gempa susulan berkekuatan magnitudo 6,7 yang terjadi setelahnya telah merobohkan jembatan dan membuat akses ke beberapa daerah yang terkena dampak menjadi sulit.

Myanmar telah dilanda kekacauan sejak awal 2021, ketika militer menggulingkan pemerintahan sipil terpilih yang dipimpin oleh peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi. Gerakan protes berubah menjadi pemberontakan bersenjata terhadap junta dan konflik yang meluas telah menyebabkan lebih dari 3,5 juta orang mengungsi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rama
EditorRama
Follow Us