Pantai Gading Umumkan Penarikan Pasukan Prancis

- Prancis menarik pasukan dari Pantai Gading dan beberapa negara Afrika lainnya, mengurangi pengaruhnya di benua itu.
- Pantai Gading dan Senegal menyambut baik penarikan pasukan Prancis, dengan rencana modernisasi angkatan bersenjata dan kedaulatan militer.
- Pasukan Prancis yang tersisa di Afrika berada di Djibouti dan Gabon, sementara pemimpin militer Niger, Mali, dan Burkina Faso menjalin hubungan militer dengan Rusia.
Jakarta, IDN Times - Pantai Gading mengumumkan Prancis akan menarik pasukan dari wilayahnya pada Selasa (31/12/2024). Paris menempatkan sebanyak 600 tentaranya di negara Afrika itu untuk melawan militan.
Tindakan ini semakin mengurangi pengaruh Prancis di Afrika. Pasukan negara itu telah meninggalkan Mali, Burkina Faso, dan Niger, yang dipimpin oleh pemerintahan militer, dan juga akan segera pergi dari Senegal dan Chad.
1. Penarikan akan dimulai bulan ini

Presiden Pantai Gading Alassane Ouattara mengatakan tindakan tersebut merupakan cerminan modernisasi angkatan bersenjata negara tersebut. Penarikan pasukan akan dimulai pada Januari.
"Kami telah memutuskan secara bersama untuk menarik pasukan Prancis dari Pantai Gading," kata Ouattara, menambahkan batalion infanteri militer Port Bouet, tempat tentara Prancis akan diserahkan kepada pasukan Pantai Gading, dikutip dari BBC.
Selama lebih dari tiga dekade setelah merdeka dari Prancis, Pantai Gading berhasil menjaga keamanan negara ekonominya berkembang dengan baik. Namun, pemberontakan bersenjata pada 2002 memecah belah negara itu menjadi dua. Negara tersebut berusaha perlahan-lahan mengakhiri konflik dengan penyelesaian politik.
Meskipun tidak stabil, negara tersebut merupakan pengekspor biji kakao terbesar di dunia, dan warganya menikmati tingkat pendapatan yang relatif tinggi dibandingkan dengan negara lain di kawasan tersebut.
2. Senegal bulan lalu usir pasukan Prancis

Secara terpisah, Senegal, yang bulan lalu mengumumkan Prancis harus menarik pasukannya menyampaikan bahwa penarikan akan selesai pada akhir 2025. Ada 350 tentara personel militer Prancis di negara tersebut.
"Saya telah menginstruksikan menteri angkatan bersenjata untuk mengusulkan doktrin baru mengenai kerja sama di bidang pertahanan dan keamanan, yang mencakup, di antara konsekuensi lainnya, diakhirinya semua kehadiran militer asing di Senegal mulai 2025," kata Presiden Senegal Bassirou Dioumaye Faye.
Faye terpilih pada Maret dengan janji untuk mewujudkan kedaulatan dan mengakhiri kehadiran militer asing di negaranya.
Pemerintah Chad, sekutu utama Barat dalam perang melawan militan di kawasan itu telah mengakhiri pakta kerja sama pertahanan dengan Paris pada November 2024.
3. Prancis masih menempatkan tentara di Djibouti dan Gabon

Militer Prancis telah diusir dari lebih dari 70 persen negara Afrika tempat pasukannya ditempatkan sejak berakhirnya kekuasaan kolonialnya. Tentara yang tersisa berada di Djibouti dengan 1.500 prajurit dan di Gabon menempatkan 350 tentara.
Paris sedang berupaya menghidupkan kembali pengaruh politik dan militernya yang memudar di Afrika, dengan merancang strategi militer baru yang akan secara drastis mengurangi kehadiran pasukan di Afrika.
Setelah mengusir pasukan Prancis, para pemimpin militer Niger, Mali, dan Burkina Faso telah menjalin hubungan militer dengan Rusia, yang mengerahkan tentara bayaran di seluruh Sahel. Pasukan dari Rusia dituduh telah melakukan pelanggaran terhadap warga sipil.
Situasi keamanan masih memburuk di negara-negara tersebut, dengan meningkatnya jumlah serangan ekstremis dan kematian warga sipil akibat kelompok bersenjata dan pasukan pemerintah.