Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

PBB Akan Gelar Pertemuan Bahas Afghanistan, Taliban Gak Diundang! 

Logo PBB di markas besarnya di kota New York (instagram.com/unitednations)

Jakarta, IDN Times – Juru bicara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Stephane Dujarric, mengatakan bahwa belum ada undangan yang ditujukan kepada utusan Taliban untuk menghadiri pertemuan PBB terkait Afghanistan pada 1-2 Mei mendatang.

"Sekretaris Jenderal belum memberikan undangan kepada otoritas de facto," kata Dujarric pada Jumat (28/4/2023), dikutip Reuters.

Sebelumnya, dikabarkan bahwa PBB akan mengadakan pertemuan di Doha, Qatar, bersama beberapa negara lainnya. Mereka akan membahas berbagai isu di Afghanistan, termasuk pembatasan Taliban terhadap hak-hak perempuan.

1. Bukan membahas pengakuan pemerintahan Taliban

Anggota Taliban mengarahkan senjatanya ke arah pengunjuk rasa, saat warga berdemo dan menyerukan slogan selama protes anti-Pakistan, dekat kedutaan Pakistan di Kabul, Afghanistan, Selasa (7/9/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer.

Pertemuan mendatang santer dikabarkan setelah Wakil Sekjen PBB, Amina Mohammed, berharap agenda itu dapat menemukan langkah-langkah kecil menuju jalan pengakuan terhadap pemerintahan Taliban.

Pernyataannya memicu reaksi dari beberapa negara dan aktivis hak asasi manusia. Keinginan Taliban mendapat pengakuan dipandang sebagai pengaruh internasional utama untuk menekan pemerintahan yang inklusif dan menghormati hak-hak, khususnya bagi perempuan Afghanistan.

Dujarric lalu menekankan bahwa pertemuan itu hanya dimaksudkan untuk menghidupkan kembali keterlibatan internasional seputar tujuan bersama untuk masa depan Afghanistan.

Serupa dengan itu, Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia juga mengatakan, pertemuan itu tidak dimaksudkan untuk mendapatkan pengakuan.

“Pertemuan itu untuk mencari jalan keluar untuk Afghanistan," ungkapnya, Kamis (20/4/2023), dilansir Al Jazeera.

2. Taliban larang perempuan bekerja untuk PBB

Ilustrasi penggunaan burqa di Afghanistan (Pixabay.com/Army Amber)

Awal bulan ini, Taliban memberlakukan aturan yang melarang perempuan bekerja untuk PBB. Sebagai respons, pada Kamis (27/4/2023) Dewan Keamanan PBB membulatkan suara mengutuk aturan baru tersebut.  

Resolusi yang dirancang Jepang dan Uni Emirat Arab (UEA) menggambarkan larangan semacam itu belum pernah terjadi dalam sejarah PBB. Padahal peran wanita sangat diperlukan masyarakat Afghanistan.

Larangan wanita Afghanistan yang bekerja untuk PBB dianggap melanggar hak asasi manusia dan prinsip-prinsip kemanusiaan.

Duta besar UEA untuk PBB, Lana Nusseibah, mengatakan ada 90 negara yang mendukung resolusi tersebut. Dimulai dari lingkungan terdekat Afghanistan, dunia muslim, dan dari seluruh dunia.

"Dukungan ini membuat pesan mendasar kami hari ini menjadi lebih signifikan. Dunia tidak akan duduk diam karena perempuan di Afghanistan terhapus dari masyarakat," katanya kepada DK PBB.

3. Masalah internal

Seorang anak perempuan di Kabul, Afghanistan, siap berangkat ke sekolah. (Unsplash.com/Wanman uthmaniyyah)

Taliban mengatakan mereka menghormati hak-hak perempuan sesuai dengan interpretasinya yang ketat terhadap hukum Islam.

Pejabat Taliban juga mengatakan, keputusan tentang pekerja bantuan wanita untuk PBB adalah masalah internal.

Taliban telah merebut kekuasaan sejak Agustus 2021, ketika pasukan pimpinan Amerika Serikat mundur setelah perang selama 20 tahun. Setelah pengambilalihan itu, hak-hak perempuan menjadi hal fundamental yang terus disoroti dunia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us