PBB Desak AS Cabut Sanksi Tiga Kelompok HAM Palestina

- AS disebut membantu Israel lari dari tanggung jawab
- Amnesty International menyebut keputusan AS sebagai serangan memalukan terhadap HAM.
- Pemerintah AS menyebut sanksi dijatuhkan karena kelompok-kelompok itu membantu ICC dalam upaya menyelidiki warga negara Israel.
Jakarta, IDN Times - Kepala Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Volker Turk, mendesak Amerika Serikat (AS) untuk mencabut sanksi terhadap tiga kelompok HAM Palestina. Tiga kelompok yang dimaksud adalah Al-Haq, Pusat Hak Asasi Manusia Palestina (PCHR), dan Al-Mezan.
Sanksi dari AS itu membekukan aset ketiga organisasi dan melarang warga AS melakukan transaksi keuangan dengan mereka. Pemerintah AS mengatakan sanksi dijatuhkan karena ketiganya bekerja sama dengan Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
"Selama beberapa dekade, kelompok-kelompok ini telah melakukan pekerjaan penting di bidang hak asasi manusia, terutama terkait akuntabilitas pelanggaran hak asasi manusia. Saya mendesak Pemerintah AS untuk segera mencabut sanksi-sanksi ini," ujar Turk, dilansir Al Jazeera pada Jumat (5/9/2025).
1. AS disebut membantu Israel lari dari tanggung jawab
Turk mengaku khawatir sanksi ini akan menimbulkan ketakutan bagi para aktivis di seluruh dunia. Langkah ini juga dinilai dapat membuat para pelaku kejahatan internasional lolos dari hukuman.
"Serangan terhadap lembaga yang bekerja untuk hak asasi manusia sangat bertentangan dengan prinsip negara hukum dan nilai-nilai yang selama ini AS junjung tinggi," tutur Turk, dikutip dari rilis UNHCR.
Kecaman serupa juga datang dari Amnesty International yang menyebut keputusan AS sebagai serangan yang memalukan terhadap HAM. Menurut mereka, AS berusaha melindungi Israel dari tanggung jawab hukum atas kejahatannya.
Sementara itu, ketiga kelompok HAM Palestina tersanksi mengaku tidak akan gentar dan akan terus melanjutkan pekerjaan mereka. Pengacara dari PCHR, Raji Sourani, menegaskan akan tetap bekerja sama dengan ICC, dilansir Strait Times.
2. Alasan AS jatuhkan sanksi
Pemerintah AS menyebut sanksi dijatuhkan karena kelompok-kelompok itu membantu ICC dalam upaya menyelidiki warga negara Israel. Menurut Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, tindakan ICC dilakukan tanpa persetujuan dari Israel.
Rubio menekankan bahwa AS dan Israel tidak ikut dalam perjanjian Statuta Roma, yang menjadi dasar pembentukan ICC. Oleh karena itu, mereka merasa tidak tunduk pada aturan atau kewenangan pengadilan tersebut.
Di sisi lain, ICC menyatakan tetap memiliki wewenang karena dugaan kejahatan terjadi di wilayah Palestina. Palestina sendiri sudah resmi bergabung sebagai anggota pengadilan itu pada 2015.
Sanksi semacam ini bukan yang pertama kali dijatuhkan oleh pemerintahan AS pimpinan Presiden Donald Trump. Sebelumnya, Washington juga pernah memberikan sanksi kepada hakim dan jaksa ICC karena menyelidiki pasukan AS di Afghanistan.
3. Situasi di Gaza makin memburuk
Sanksi ini dijatuhkan di tengah situasi kemanusiaan yang semakin parah di Gaza akibat serangan Israel. Laporan PBB menyebut serangan itu terus menambah korban sipil dan merusak fasilitas umum.
Sementara itu, krisis kelaparan juga menyebar dengan cepat dan telah menewaskan sedikitnya 370 orang. Di saat yang sama, hampir 41 ribu orang juga terpaksa mengungsi dari Kota Gaza sejak pertengahan Agustus untuk menyelamatkan diri.
"Orang-orang mati kelaparan sementara makanan yang bisa menyelamatkan mereka ada di truk-truk yang jaraknya dekat. Untuk apa? Membuat warga Gaza kelaparan tidak akan membuat Israel lebih aman, juga tidak akan mempermudah pembebasan para sandera," ujar Kepala WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, dilansir UN News.
Tedros juga menyebut kelaparan yang terjadi di Gaza sebagai bencana buatan manusia yang seharusnya bisa dicegah oleh Israel. Ia mengingatkan bahwa menjadikan kelaparan sebagai senjata perang adalah sebuah kejahatan yang tidak bisa ditoleransi.