Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

PBB Desak Evakuasi 2.500 Anak Gaza yang Kritis 

reruntuhan di Kota Gaza. (unsplash.com/mhmedbardawil)
Intinya sih...
  • Sekretaris Jenderal PBB meminta evakuasi medis segera bagi 2.500 anak Gaza yang kritis dan berisiko meninggal tanpa perawatan medis.
  • Pembatasan keamanan Israel mempersulit proses evakuasi dengan aturan satu pengasuh per anak tanpa jaminan bisa kembali ke Gaza.
  • Dokter AS mengadvokasi pembentukan sistem terpusat dengan panduan jelas untuk evakuasi medis dan khawatir atas tidak adanya jaminan hak kembali bagi korban yang dievakuasi.

Jakarta, IDN Times - Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, meminta evakuasi medis segera bagi 2.500 anak Gaza pada Kamis (30/1/2024). Permintaan tersebut disampaikan setelah ia bertemu dengan empat dokter Amerika Serikat yang pernah bertugas di Gaza.

Para dokter melaporkan bahwa ribuan anak-anak tersebut berada dalam kondisi kritis dan berisiko meninggal dalam beberapa minggu ke depan jika tidak segera mendapat perawatan medis. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat lebih dari 12 ribu pasien Gaza masih menunggu evakuasi medis sejak gencatan senjata dimulai pada 19 Januari 2025, dilansir The Guardian.

"Saya sangat tersentuh oleh kesaksian dan dedikasi empat dokter Amerika yang telah bekerja di Gaza. Sebanyak 2.500 anak harus segera dievakuasi dengan jaminan mereka bisa kembali ke keluarga dan komunitas mereka," tulis Guterres di media sosial X.

1. Anak-anak Gaza kritis karena fasilitas kesehatan tidak memadai

Dokter dari California, Feroze Sidhwa, bertugas di Gaza dari 25 Maret hingga 8 April 2024. Ia memaparkan mayoritas kasus membutuhkan prosedur medis sederhana namun mendesak. Ia mencontohkan kasus seorang anak berusia 3 tahun yang mengalami luka bakar di lengan. Bekas luka anak tersebut telah menghambat aliran darahnya dan berisiko amputasi.

Dr. Ayesha Khan dari Rumah Sakit Universitas Stanford mengungkapkan banyak anak Gaza telah kehilangan anggota tubuh tanpa akses ke kaki atau tangan palsu. Ia menemui dua gadis korban amputasi yang harus berbagi satu kursi roda setelah kehilangan orangtua mereka dalam serangan yang melukai mereka.

Kekurangan nutrisi juga menghambat proses penyembuhan luka pada anak-anak Gaza.

"Kami melihat anak-anak yang bisa meninggal meskipun tidak ada lagi bom atau peluru yang mengenai mereka karena mereka tidak memiliki nutrisi memadai untuk sembuh," ujar Dr. Khan, dilansir The National

Sistem kesehatan Gaza dilaporkan mengalami kehancuran total akibat perang yang telah berlangsung 15 bulan. 

2. Syarat dari Israel mempersulit proses evakuasi

Pembatasan keamanan Israel menjadi salah satu kendala dalam proses evakuasi. Aturan Israel hanya memperbolehkan satu pengasuh mendampingi setiap anak yang dievakuasi tanpa jaminan bisa kembali ke Gaza.

Salah satunya adalah kasus dua gadis korban amputasi di Gaza. Keduanya bergantung pada bibi mereka yang juga masih memiliki bayi yang harus disusui. Aturan Israel membuat sang bibi harus membuat pilihan sulit: meninggalkan bayinya di Gaza atau membiarkan kedua keponakannya tidak mendapat perawatan medis.

Dr. Thaer Ahmad, dokter gawat darurat dari Chicago yang bertugas di Gaza menyampaikan bahwa belum ada mekanisme evakuasi yang jelas dalam gencatan senjata. 

WHO melaporkan telah membantu evakuasi 5.383 pasien sejak Oktober 2023. Mayoritas evakuasi terjadi dalam tujuh bulan pertama sebelum penutupan perbatasan Rafah antara Mesir dan Gaza.

Para dokter memperingatkan kekacauan dalam sistem medis meningkatkan angka kematian hingga 30 persen. Situasi ini diperparah ketidakjelasan prosedur evakuasi dan keterbatasan akses ke wilayah Gaza.

3. Upaya advokasi untuk percepatan evakuasi

sudut Kota Gaza. (unsplash.com/emad_el_bayed)

Delegasi dokter AS melakukan pertemuan di Washington dan PBB selama sepekan terakhir. Mereka mendorong Kongres AS memprioritaskan penyelamatan nyawa warga Palestina dan pembebasan tenaga medis yang ditahan.

Para dokter mengadvokasi pembentukan sistem terpusat dengan panduan jelas untuk evakuasi medis. Mereka juga khawatir atas tidak adanya jaminan hak kembali bagi korban yang dievakuasi. 

"Diskusi saat ini hanya membahas izin keluar dari Rafah, tanpa ada jaminan mereka bisa kembali. Para pengasuh yang keluar bersama anak-anak yang mereka rawat tidak akan bisa bertemu keluarga mereka lagi di Gaza," jelas Dr. Khan.

Badan pertahanan Israel (COGAT) yang menangani urusan dengan Palestina belum memberikan tanggapan atas permintaan evakuasi medis tersebut. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Leo Manik
EditorLeo Manik
Follow Us