Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Perayaan Natal Warga Palestina di Haifa Dibubarkan Polisi Israel

Pohon Natal ditengah kota. (pexels.com/Elina Fairytale)
Pohon Natal ditengah kota. (pexels.com/Elina Fairytale)
Intinya sih...
  • Kekerasan terhadap warga Palestina terjadi di tengah persiapan Natal
  • Perayaan Natal kembali digelar di Betlehem setelah perang
  • Paus Leo kecam krisis kemanusiaan Gaza dalam pidato Natal
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Aparat kepolisian Israel menahan seorang warga Palestina yang mengenakan kostum Sinterklas saat menggerebek acara perayaan Natal di Haifa, sebagaimana dilaporkan kelompok pemantau hak sipil.

Pada Minggu (21/12/2025), petugas langsung menghentikan kegiatan tersebut dan menyita perlengkapan tata suara di lokasi. Setelah itu, polisi menyeret pria berkostum Sinterklas bersama seorang disc jockey (DJ) serta pedagang kaki lima. Rekaman video yang beredar luas memperlihatkan ketiganya didorong hingga terjatuh dan diborgol di hadapan banyak orang.

Kepolisian Israel menyatakan pria berkostum Sinterklas itu melawan petugas dan menyerang salah satu aparat. Di sisi lain, Pusat Mossawa, organisasi hak asasi yang membela hak warga Palestina di Israel, mengecam penggerebekan tersebut sebagai tindakan tanpa dasar hukum dan penggunaan kekuatan berlebihan. Situasi di kawasan Wadi al-Nisnas, permukiman Kristen Palestina, pun langsung ricuh ketika polisi mendadak memasuki area perayaan.

1. Kekerasan terhadap warga Palestina terjadi di tengah persiapan Natal

ilustrasi bendera Palestina (pexels.com/Alfo Medeiros)
ilustrasi bendera Palestina (pexels.com/Alfo Medeiros)

Sejumlah keluarga Palestina yang tengah mempersiapkan perayaan Natal justru berhadapan dengan aksi kekerasan dan penahanan.

Di tengah suasana hari raya, insiden kekerasan tetap terjadi di berbagai wilayah. Pemukim Israel merusak dan mencabut pohon zaitun di Turmus Ayya dekat Ramallah. Pada waktu bersamaan, pasukan Israel melakukan penggeledahan rumah serta menyita kendaraan di kawasan Hebron, seperti dilaporkan Kantor Berita Palestina (WAFA).

Dilansir dari The Guardian, serangan terhadap umat Kristen oleh warga Israel juga terus bertambah. Catatan pada Maret mencatat 32 kasus perusakan aset gereja serta 45 insiden kekerasan fisik terhadap jemaah Kristen.

Walaupun gencatan senjata di Gaza telah diumumkan sejak Oktober, kondisi di Tepi Barat masih belum stabil akibat berlanjutnya kekerasan Israel. Selain itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat serangan pemukim terhadap warga Palestina mencapai rekor tertinggi. Aturan pembatasan pergerakan yang sebelumnya ketat kini dilonggarkan. Dampaknya, banyak warga harus menunggu berjam-jam di pos pemeriksaan Israel.

2. Perayaan Natal kembali digelar di Betlehem setelah perang

ilustrasi pasar natal (pexels.com/Mateusz Dach)
ilustrasi pasar natal (pexels.com/Mateusz Dach)

Betlehem kembali menghidupkan perayaan Natal untuk pertama kalinya sejak perang Gaza pecah. Alunan musik bagpipe terdengar di sepanjang jalan menuju tempat kelahiran Yesus. Umat berdatangan untuk mengikuti misa di Gereja Kelahiran. Anak-anak melantunkan kidung Natal, sementara cahaya perayaan menghiasi seluruh kota.

Patriark Latin Yerusalem, Pierbattista Pizzaballa, hadir di Lapangan Palungan dan menyampaikan salam dari komunitas Kristen kecil yang masih terkurung di Gaza. Di hadapan ribuan warga Palestina lintas agama, ia menegaskan bahwa pesan Natal tahun ini berkaitan erat dengan penderitaan dan keteguhan iman umat.

“Kita memutuskan untuk menjadi cahaya. Dan cahaya Betlehem adalah cahaya dunia,” katanya, dikutip dari The New Arab.

Di Gaza yang hancur akibat konflik, lebih dari 70 ribu orang kehilangan nyawa. Sebagian besar infrastruktur luluh lantak akibat serangan bom Israel. Meski demikian, komunitas Kristen yang kecil tetap merayakan Natal pertama sejak gencatan senjata yang rapuh. Kehadiran pohon Natal dan hiasan berkilau memberi warna di antara puing-puing yang menumpuk di Jalur Gaza.

Konflik dan kebijakan pembatasan Israel membuat perekonomian Betlehem terpuruk. Sekitar 80 persen warga menggantungkan hidup pada sektor pariwisata yang kini nyaris berhenti. Tingkat pengangguran melonjak dari 14 persen menjadi 65 persen. Wisatawan mancanegara hampir tak terlihat karena kota tersebut kian terisolasi akibat kebijakan pendudukan.

3. Paus Leo kecam krisis kemanusiaan Gaza dalam pidato Natal

ilustrasi krisis kemanusiaan (pexels.com/Ahmed akacha)
ilustrasi krisis kemanusiaan (pexels.com/Ahmed akacha)

Dalam pidato Natal pertamanya, Paus Leo menyampaikan kecaman keras atas kondisi kemanusiaan yang memburuk di Gaza. Ratusan ribu penduduk terpaksa bertahan di tenda dan tempat penampungan sementara di tengah musim dingin yang disertai hujan lebat. Ia mengaitkan kisah kelahiran Yesus di kandang domba dengan realitas saat ini, seraya menyebut Tuhan hadir di tengah kerapuhan manusia.

“Bagaimana kita bisa tidak memikirkan tenda-tenda di Gaza, yang terpapar selama berminggu-minggu pada hujan, angin, dan dingin,” katanya.

Saat ini, umat Kristen hanya mencakup kurang dari dua persen dari total penduduk Tepi Barat. Penurunan drastis tersebut kerap dikaitkan dengan dampak pendudukan, tekanan ekonomi berat, dan gelombang migrasi paksa. Akibat kemiskinan yang kian menekan, sekitar 4 ribu warga meninggalkan Betlehem untuk mencari penghidupan di tempat lain. Proses ini mempercepat menyusutnya komunitas Kristen di Tanah Suci secara bertahap.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sonya Michaella
EditorSonya Michaella
Follow Us

Latest in News

See More

Krisis Pasokan Medis, Ribuan Pasien di Gaza Terancam Meninggal

27 Des 2025, 09:09 WIBNews