PM Inggris Didenda karena Langgar Aturan COVID yang Dia Buat Sendiri

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson, didenda karena melanggar aturan penguncian COVID-19. Menteri Keuangan Inggris, Rishi Sunak, juga termasuk pejabat tinggi yang didenda.
Johnson dan Sunak terjerat kasus skandal pesta yang diadakan selama lockdown COVID-19 tahun lalu. Pesta itu dibuat di kantor Downing Street dan di kediaman milik Johnson. Pesta-pesta lain juga disebut dilakukan oleh pejabat di gedung pemerintah.
Skandal tersebut diketahui dan mencuat pada awal 2022, yang memicu kemarahan kelompok oposisi yang diwakili oleh Partai Buruh. Johnson bahkan didesak untuk mengundurkan diri karena ia telah berbohong, mengaku tidak melakukan pesta seperti yang dituduhkan.
1. PM Inggris, istrinya, dan Menteri Keuangan melanggar aturan COVID-19

Kepolisian Metropolitan London (Met) telah melakukan penyelidikan terhadap 12 pertemuan, sebagian besar adalah pesta, yang dilakukan oleh para pejabat tinggi pemerintahan Inggris. Beberapa pesta itu melibatkan kehadiran PM Johnson dan dilakukan ketika aturan penguncian COVID-19 sedang berlaku.
Di depan parlemen Inggris, Johnson awalnya mengaku tidak melakukan pelanggaran dan tidak ada acara di Downing Street seperti yang dituduhkan. Informasi tentang pesta yang bocor ke publik, segera diselidiki oleh pihak yang berwenang dan terbukti memang ada pesta yang melanggar aturan.
Dikutip dari The Guardian, Johnson dan Sunak akan didenda karena melanggar aturan yang mereka buat sendiri untuk melindungi warganya dari COVID-19. Mereka berdua diyakini sebagai pejabat tinggi Inggris pertama yang melanggar hukum ketika menjabat.
Denda juga akan dijatuhkan kepada Carrie Johnson, istri Johnson.
Juru bicara istri PM Inggris mengatakan, "demi kepentingan transparansi, Nyonya Johnson mengonfirmasi bahwa dia telah diberitahu akan menerima Pemberitahuan Penalti Tetap. Dia belum menerima rincian lebih lanjut."
2. Partai Buruh desak PM Inggris untuk mundur
Skandal pelanggaran aturan penguncian COVID-19 oleh para pejabat tinggi Inggris telah memicu kemarahan dan luapan kemuakan dari pihak oposisi. Johnson awalnya mengatakan kepada parlemen bahwa tidak ada pelanggaran yang terjadi di kantornya, di Downing Street.
Namun, setelah penyelidikan, ditemukan telah terjadi pelanggaran. Ada 12 pertemuan yang dilakukan dan diduga kuat melanggar aturan penguncian COVID-19. Semuanya telah diselidiki Kepolisian London.
"Boris Johnson dan Rishi Sunak telah melanggar hukum dan berulang kali berbohong kepada publik Inggris. Mereka berdua harus mengundurkan diri," kata pemimpin oposisi dari Partai Buruh, Sir Keir Starmer, dikutip dari Sky News.
Menteri Skotlandia, Nicola Sturgeon, juga mengecam pelanggaran hukum yang dilakukan itu. Dia menganggap, "nilai-nilai dasar integritas dan kesopanan, penting untuk berjalannya demokrasi parlementer mana pun, menuntut dia pergi."
Pemimpin kelompok Demokrat Liberal, Sir Ed Davey, mengatakan bahwa Inggris tidak bisa dipimpin oleh penjahat dan pembohong.
"Boris Johnson dan Rishi Sunak menerima begitu saja pengorbanan negara, sementara mereka melanggar hukum untuk berpesta di Downing Street," katanya.
Dia menegaskan, "mereka tidak cocok untuk memegang jabatan. Jika mereka memiliki sedikit kesopanan, mereka akan mengundurkan diri."
3. Gambaran kemarahan publik Inggris

Skandal pertemuan pesta yang terjadi di Downing Street telah memicu kemarahan, tidak hanya di kalangan oposisi tetapi juga di kalangan masyarakat. Baik Johnson maupun Sunak, awalnya mengaku tidak ikut dalam pertemuan pesta tersebut. Faktanya, pengakuan itu adalah kebohongan semata.
Publik Inggris, yang tidak bisa pergi keluar atau menghadiri upacara berkabung saudaranya yang meninggal terkait aturan penguncian COVID-19, sangat kecewa setelah pelanggaran hukum itu dilakukan para pejabat tinggi.
Dikutip dari BBC, Lobby Akinnola, juru bicara Keluarga Berkabung COVID mengatakan, "fakta bahwa Perdana Menteri dan Menterinya kemudian berbohong tentang hal itu, dan akan terus melakukannya jika polisi tidak turun tangan, benar-benar tidak tahu malu."
Douglas Ross, salah satu pemimpin parlemen Skotlandia mengatakan, "masyarakat benar-benar marah dengan apa yang terjadi di Downing Street selama pandemik. Saya mengerti mengapa mereka marah dan berbagi kemarahan mereka. Perilaku itu tidak dapat diterima."
Namun menurutnya, saat ini Eropa sedang menghadapi krisis keamanan karena invasi Rusia ke Ukraina. Mencopot PM Boris Johnson dari jabatannya akan mengacaukan pemerintah Inggris. Dia menghimbau persatuan dalam menghadapi ancaman Rusia.