Protes Kenaikan Harga Kos, Mahasiswa di Turki Tidur di Taman

Jakarta, IDN Times - Mahasiswa Turki telah melakukan demonstrasi nasional sejak pekan lalu. Mereka tidur di pinggir jalan dan di taman setiap malam untuk menunjukkan protes karena sewa kos yang kelewat mahal.
Bermula dari Istanbul, protes itu meluas ke kota-kota lain termasuk Izmir, Kocaeli dan Ankara. Beberapa mahasiswa yang protes ditahan oleh petugas kepolisian.
Bulan Oktober, perguruan tinggi Turki akan kembali melanjutkan kegiatan belajar dengan tatap muka. Mahasiswa kembali lagi ke kampus untuk berencana mengikuti proses tersebut tapi menghadapi kondisi mengejutkan ketika sewa tempat tinggal yang naik dua kali lipat.
1. Mahsiswa tidur di taman sebagai protes mahalnya sewa tempat tinggal
Gerakan protes atas kenaikan sewa asrama, apartemen dan kos di Istanbul oleh para mahasiswa, awalnya hanya dilakukan oleh segelintir orang saja. Namun gerakan itu kemudian meluas tidak hanya di Istanbul tapi di banyak kota di Turki, termasuk ibu kota Ankara.
Beberapa mahsiswa yang datang dari provinsi yang jauh untuk kembali mengikuti kuliah tatap muka bulan depan, menghadapi kenyataan bahwa sewa tempat tinggal mereka telah naik.
Menurut Hurriyet Daily News, seorang mahasiwa Universitas Teknik Istanbul bernama Mert Sarkaya, ia datang dari provinsi Aegean bersama saudaranya untuk kembali berencana mengikuti kegiatan belajar.
Namun dia mengaku sulit untuk mendapatkan akomodasi dengan biaya terjangkau karena terjadi lonjakan harga.
"Seseorang harus memikirkan untuk menghabiskan setidaknya 3.500 lira Turki (Rp5,6 juta) sebulan sebagai sewa. Rumah susun di bawah harga itu tidak berjendela, berlantai rendah, atau kotor," kata Sarkaya.
Pengakuan lain disampaikan oleh seorang mahasiwa seni rupa dari Mimar Sinan Fine Arts University. Nama mahasiswa tersebut adalah Kardelen Sahin.
Dalam penuturannya, Sahin mengatakan "saya tidak dapat menemukan asrama, dan harga sewa rumah meningkat menjadi 3.000 lira (Rp4,8 juta). Tetapi tuan tanah menginginkan 4.000 lira (Rp6,4 juta) untuk apartemen yang sama jika Anda seorang pelajar."
Beberapa siswa berkumpul di taman, tidur di bangku setiap malam sambil berkemah dan membentangkan spanduk bertuliskan "Saya tidak dapat tempat tinggal."
2. Petugas polisi turun untuk membubarkan protes mahasiswa
Turki mengalami gangguan ekonomi sejak tahun 2020 lalu. Bahkan sebelum pandemik COVID-19 melanda, menurut Al Jazeera, ekonomi Turki sudah lesu.
Tahun ini, inflasi terus mengalami peningkatan dan kebutuhan dasar seperti perumahan mengalami kenaikan harga yang membuat banyak orang tidak bisa menjangkaunya.
Menurut salah satu pengakuan mahasiwa bernama Hasan Dogan pada hari Rabu (22/9) yang ikut protes dan tidur di taman, dia mengatakan membayar 750 lira (Rp1,2 juta) per bulan untuk menyewa apartemen di dekat kampusnya, tetapi sekarang sewa di area yang sama biasanya di atas 2.000 lira (Rp3,2 juta). Harga itu tidak terjangkau baginya.
Para mahasiswa yang melakukan protes meminta pemerintah Turki untuk mengambil langkah seperti membatasi harga sewa, membangun lebih banyak perumahan dan menawarkan lebih banyak subsidi serta beasiswa bagi mahasiswa.
Protes mahasiswa itu disebut disambut simpati oleh beberapa restoran lokal. Mereka kadang berbagi teh atau makan malam dengan para mahasiswa.
Namun petugas polisi berusaha membubarkan protes dan menangkap mereka yang menentang. Pekan ini, sembilan mahasiswa di tangkap di Ankara dan pada hari Rabu, polisi menahan enam orang mahasiswa laki di sebuah taman kota. Polisi turun untuk membubarkan mahasiswa yang berkemah.
3. Para pemilik rumah sewa menaikkan harga untuk mengganti kerugian ketika pandemik

Diego Cupolo dari media Al Monitor menulis analisa tentang masalah protes kenaikan harga sewa tempat tinggal yang dilakukan mahasiswa di beberapa kota di Turki tersebut. Menurutnya, kapasitas asrama mahasiswa di perkotaan di seluruh negeri, tidak cukup untuk mengakomodasi sebagian besar mahasiswa.
Selain itu, menurutnya Cupolo, dalam satu tahun terakhir, harga sewa rumah di Turki telah mengalami lonjakan sampai 55 persen. Dari pengakuan mahasiswa juga menyebutkan, bahwa para pemilik sewa tempat tinggal berusaha mengisi kerugian selama pandemik dengan menaikkan harga.
Seorang mahasiswa bernama Olcay Atik dari Bogazici University menjelaskan "hampir semua tempat sewa yang kami kunjungi berada dalam kondisi yang sangat buruk, mengerikan dan hampir semuanya (harus) disewa dengan harga yang tidak masuk akal."
Ketua Republican People's Party, oposisi utama pemerintah Presiden Erdogan yang bermama Kemal Kilicdaroglu juga turut mengkritik pemerintah.
Dalam salah satu unggahan media sosial, dia menulis yang ditujukan untuk Erdogan, "Aku sedang berpikir untuk mengubah istanamu menjadi universitas, tapi sekarang aku juga berpikir untuk mengubahnya menjadi asrama!”
Barisan oposisi pemerintah turut menyoroti kekurangan asrama mahasiwa. Menurut Muazzez Orhan-Isik, seorang wakil dari Partai Demokrat Rakyat, ada delapan juta mahasiswa di Turki, sementara unit asrama yang tersedia berjumlah kurang dari 800.000.