Ribuan Warga AS Demo Tolak Pelantikan Donald Trump

- Ribuan warga AS turun ke jalan di Washington DC memprotes pelantikan Trump pada Sabtu (18/1/2025) sebagai bagian dari Pawai Rakyat yang sebelumnya dikenal sebagai Women's March.
- Lebih dari 300 pawai serupa digelar di berbagai kota AS sebagai bagian dari aksi massa ini, dengan peserta mengenakan topi pink simbol perlawanan terhadap Trump.
- Demonstrasi berlangsung damai meski polisi meningkatkan pengamanan, dengan momen ketegangan singkat antara pendukung Trump dan demonstran yang berhasil dicegah polisi.
Jakarta, IDN Times - Ribuan warga Amerika Serikat (AS) turun ke jalan di Washington DC memprotes pelantikan Donald Trump pada Sabtu (18/1/2025). Aksi massa ini merupakan bagian dari Pawai Rakyat yang sebelumnya dikenal sebagai Women's March sejak 2017.
Organisator memperkirakan 50 ribu peserta akan hadir dalam demonstrasi tersebut, namun polisi setempat memproyeksikan jumlah peserta sekitar 25 ribu orang. Selain di Washington DC, lebih dari 300 pawai serupa digelar di berbagai kota di AS.
Trump akan dilantik pada Senin (20/1/2025) setelah memenangi pemilihan presiden November lalu mengalahkan Wakil Presiden AS Kamala Harris. Kemenangannya kali ini lebih meyakinkan karena berhasil mendominasi tujuh negara bagian swing dan mendapatkan suara populer.
Berbagai kelompok seperti pembela hak reproduksi, hak sipil, lingkungan, dan pejuang demokrasi bergabung dalam aksi ini. Sebagian besar peserta mengenakan topi pink yang menjadi simbol perlawanan terhadap Trump sejak 2017.
1. Aksi protes jauh lebih dari periode Trump sebelumnya
Aksi kali ini terbilang lebih kecil dibandingkan demonstrasi serupa pada 2017 yang berhasil mengumpulkan lebih dari 500 ribu peserta di Washington DC. Pawai 2017 tercatat sebagai salah satu demonstrasi terbesar dalam sejarah AS karena jutaan warga juga berpartisipasi dalam aksi serupa di berbagai kota.
Para demonstran berkumpul di tiga taman sebelum berarak menuju Lincoln Memorial. Dilansir ABC News, mereka memadati alun-alun sambil memukul drum dan meneriakkan berbagai yel-yel di bawah langit kelabu dan cuaca yang dingin.
Olivia Hoffman, aktivis berusia 26 tahun dari Young Women's Freedom Center California mengungkapkan kekecewaannya.
"Banyak orang merasa kecewa. Kami sudah lama berjuang namun masih memperjuangkan hal yang sama," tuturnya.
2. Demonstrasi berlangsung damai
Demonstrasi berlangsung damai meski pihak kepolisian meningkatkan pengamanan. Mobil polisi bersirene dilaporkan bersiaga di sekitar lokasi pawai.
Peserta aksi membawa berbagai poster bertuliskan "Feminis Lawan Fasis" dan "Rakyat di Atas Politik". Ada juga yang bahkan membawa poster mengkritik tekanan Trump terhadap Kanada.
Sejumlah vendor menjual berbagai atribut protes seperti kancing bertuliskan #MeToo dan "Love trumps hate". Bendera Pawai Rakyat dijual seharga 10 dolar AS (sekitar Rp160 ribu).
Terjadi beberapa momen ketegangan singkat saat sekelompok pendukung Trump mengenakan topi Make America Great Again (MAGA) berpapasan dengan demonstran. Polisi segera memisahkan kedua kelompok dan mencegah terjadinya konflik lebih lanjut.
Timothy Wallis, pendukung Trump berusia 58 tahun dari Pocatello, Idaho mengaku bingung melihat kemarahan demonstran. Ia mengatakan para demonstran memiliki hak melakukan protes, namun situasi negara saat ini membuatnya sedih.
3. Para aktivis khawatir akan periode kedua Trump
Demonstrasi serupa direncanakan sepanjang akhir pekan hingga hari pelantikan yang bertepatan dengan Hari Martin Luther King Jr. Kelompok hak sipil menyatakan akan terus memobilisasi massa melawan kebijakan pemerintahan Trump.
Trump berjanji melakukan perubahan besar sejak hari pertama pemerintahannya, mulai dari razia imigrasi hingga restrukturisasi beberapa lembaga pemerintah federal. Rencana ini menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan aktivis mengingat Trump kini didukung Partai Republik yang menguasai Kongres dan Mahkamah Agung AS.
Nancy Robinson, pensiunan spesialis percetakan berusia 65 tahun dari Maryland pesimis melihat situasi ini.
"Saya senang melihat beberapa orang masih memiliki harapan. Tapi bukan saya. Saya pikir kita sudah tamat," keluhnya.
Susie, peserta aksi dari San Francisco melihat periode kedua Trump akan lebih mengkhawatirkan. Meski Trump sangat populer, Anne menilai gerakan perlawanan akan terus berlanjut.
"Trump semakin berani. Ia mendapat dukungan dari kelas miliarder dan industri teknologi," jelasnya kepada BBC.