Ribuan Warga Melarikan Diri dari Serangan Udara Israel di Gaza Utara

- Ribuan warga sipil melarikan diri dari pengeboman besar-besaran di Gaza utara pada Kamis (10/10/2024).
- Tim medis tidak dapat menjangkau korban tewas dan luka di Jabalia karena akses yang rumit dan berbahaya.
- Militer Israel mengklaim telah membunuh lebih dari 50 pejuang Palestina, termasuk mereka yang menembakkan rudal antitank ke arah pasukan Israel.
Jakarta, IDN Times - Ribuan warga sipil melarikan diri dari pengeboman besar-besaran di Gaza utara pada Kamis (10/10/2024), ketika pasukan Israel terus maju ke kamp pengungsi Jabalia.
"Pengeboman belum berhenti. Setiap menit ada peluru, roket dan tembakan ke gedung-gedung dan segala sesuatu yang bergerak," kata Areej Nasr, 35 tahun, setelah melarikan diri dari kamp Jabalia ke Kota Gaza.
Dia menambahkan bahwa mereka yang terluka dalam serangan itu tidak dapat diselamatkan.
“Tidak ada ambulans yang tiba dan tidak ada yang membantu korban luka. Ada puluhan orang tergeletak di tanah,” ujarnya.
Militer Israel, yang mengklaim telah mengepung Jabalia selama sepekan, mengeluarkan perintah evakuasi baru pada Selasa (8/10/2024), meminta penduduk untuk meninggalkan kamp dan seluruh daerah di sekitar Jabalia.
1. Sedikitnya 140 dilaporkan tewas di Jabalia
Dilansir TNA, badan pertahanan sipil Gaza mengatakan bahwa mereka saat ini tidak dapat menjangkau korban luka dan tewas di Jabalia karena akses ke lokasi yang sangat rumit dan berbahaya.
“Banyak laporan yang sampai ke tim kami, namun sayangnya, kami tidak dapat mengaksesnya, baik karena wilayah tersebut merupakan zona merah atau karena pendudukan Israel menargetkan wilayah tersebut,” kata juru bicara pertahanan sipil, Mahmud Bassal.
Ia menambahkan bahwa sejauh ini sedikitnya 140 orang telah tewas di Jabalia selama operasi terbaru Israel di kamp tersebut.
Sementara itu, militer Israel pada Kamis melaporkan bahwa pihaknya telah membunuh lebih dari 50 pejuang Palestina, termasuk mereka yang menembakkan rudal antitank ke arah pasukan Israel. Militer juga mengklaim telah menemukan sejumlah senjata, termasuk AK-47, RPG, dan amunisi.
2. Pasukan Israel tidak menyediakan jalur evakuasi yang aman
DilansirThe National, saksi mata mengatakan bahwa orang-orang ditembak oleh pasukan Israel saat berusaha meninggalkan rumah mereka. Hussam Abu Safiya, direktur Rumah Sakit Kamal Adwan, menyebut Israel tidak menyediakan koridor aman atau rencana evakuasi yang jelas.
“Pendudukan berupaya untuk sepenuhnya melumpuhkan sistem kesehatan di Gaza utara, mencegah layanan medis bagi korban yang terluka dan mereka yang terjebak di rumah-rumah mereka,” ujar Safiya.
Ia menambahkan bahwa pasukan Israel juga mengancam akan menyerang rumah sakit tersebut, dengan cara yang sama seperti yang terjadi di Rumah Sakit Al Shifa, jika orang-orang tidak bekerja sama. Pada April, militer Israel melakukan operasi selama dua minggu terhadap Rumah Sakit Al Shifa, yang mengakibatkan puluhan kematian, ratusan penangkapan, serta kerusakan besar di area tersebut.
Mahmoud Abu Al Jidian, yang menemani saudara laki-lakinya di Rumah Sakit Kamal Adwan, mengungkapkan bahwa tentara Israel menargetkan siapa saja yang bergerak.
“Saudara laki-laki saya tidak bisa bergerak, dan dia membutuhkan ambulans, namun pasukan Israel menolak memberikan izin ambulans untuk mengevakuasi pasien. Tentara menuntut evakuasi rumah sakit tanpa memberikan jalan yang aman bagi warga sipil, korban luka, atau staf medis. Ini adalah sesuatu yang benar-benar tidak bisa kami lakukan, jadi kami memilih untuk tetap tinggal," ujarnya.
3. Pasokan medis terbatas untuk merawat korban luka
Serangan artileri berat juga dilaporkan terjadi di Kota Gaza, termasuk di lingkungan Rimal, pada Kamis. Bassal mengatakan bahwa Klinik Rimal, yang menampung pengungsi Palestina, terkena serangan, menyebabkan sedikitnya dua orang tewas dan banyak lainya terluka.
Amjad Aliwa, seorang dokter gawat darurat di dekat Rumah Sakit Al-Shifa, mengatakan bahwa banyak korban luka tiba usai pemboman tersebut.
“Mayoritas korban luka adalah anak-anak dan perempuan, dengan luka parah dan serius, termasuk luka bakar," ujarnya, seraya menambahkan bahwa sumber daya mereka sangat terbatas.
Organisasi kemanusiaan telah mengeluhkan bahwa kondisi yang diakibatkan oleh operasi militer saat ini telah membatasi pekerjaan mereka. Louise Wateridge, juru bicara badan pengungsi Palestina di PBB (UNRWA) mengatakan bahwa orang-orang tidak lagi punya tempat untuk pergi, dan ruang kemanusiaan di Gaza terus menyusut.