Kisruh Parodi Indonesia Raya, Dubes: RI-Malaysia Masak Ribut Terus

Parodi lagu Indonesia Raya sempat ramai di dunia maya

Jakarta, IDN Times - Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Hermono mengakui ada sentimen negatif yang dirasakan Warga Negara Indonesia (WNI) terhadap warga Negeri Jiran dan sebaliknya. Perdebatan di dunia maya akan semakin menghangat bila topik yang dibahas menyangkut sepak bola. Tetapi, menurut dia, sentimen negatif itu tidak terlalu besar dan adu mulut hanya terjadi di internet. 

"Biasanya tensi akan flare up dan meledak di media. Dari Indonesia, (ketegangan biasanya dipicu) isu tenaga kerja, perbatasan wilayah kedua negara, hingga budaya. Waktu itu kan pernah diperdebatkan Reog saat dipakai oleh Malaysia, padahal itu budaya Indonesia. Begitu juga Malaysia kalau di media sosial, ada (sentimen negatif soal Indonesia), tapi lebih terkontrol karena pemberitaan di sini tidak sebebas di Indonesia," ungkap Hermono ketika berbincang dengan IDN Times dalam program Ambassador's Talk pada Jumat, 25 Desember 2020. 

Hermono menjelaskan isu yang menjadi perhatian luas warga Malaysia biasanya menyangkut asap kebakaran di hutan Indonesia yang menyebar hingga ke Negeri Jiran. Dia mengakui tahun ini memang tidak ada asap yang meluas hingga ke Malaysia, namun peristiwa tahunan tersebut kerap membuat warga Malaysia kesal. 

"Isu pekerja migran juga jadi pembahasan karena muncul kekhawatiran pekerja migran dari Indonesia akan mengambil alih lapangan pekerjaan mereka hingga kejahatan narkoba," tutur dia. 

Terbaru, ketegangan kedua negara dipicu karena parodi lagu kebangsaan Indonesia Raya yang diduga dilakukan YouTuber asal Malaysia. Kali ini, KBRI di Kuala Lumpur langsung bergerak cepat untuk meminta Kepolisian Diraja Malaysia turun tangan mengusut kasus tersebut. 

Apa yang dilakukan Pemerintah Indonesia untuk mempererat hubungan kedua negara dan tidak fokus ke isu yang bisa memicu konflik?

1. Malaysia dan Indonesia harus bersahabat karena jadi negara tetangga

Kisruh Parodi Indonesia Raya, Dubes: RI-Malaysia Masak Ribut TerusPresiden Joko "Jokowi" Widodo berjalan di depan bendera negara-negara anggota ASEAN (www.twitter.com/@KSPgoid)

Dubes Hermono mengingatkan Indonesia dan Malaysia harus menjalin hubungan baik, karena lokasi geografis kedua negara bertetangga. Sebagai tetangga, Indonesia dan Negeri Jiran sudah tidak bisa memilih. "Ini suatu realitas, masa hidup bertetangga tapi mau berantem terus, kan gak mungkin. Mau pindah (lokasi geografi) kan juga gak bisa," ungkapnya. 

Pria yang sebelumnya pernah menjadi Wakil Dubes di KBRI di Kuala Lumpur itu tak menampik ada pula warga Indonesia yang mengalami perlakuan diskriminatif di Negeri Jiran dipicu sentimen negatif tersebut. Tetapi, ia menyebut hal itu tak banyak terjadi. "Itu hanya insiden saja. Ada insiden kekerasan, memang ada," kata Hermono. 

Ia juga menyebut pandemik COVID-19 yang tengah melanda di seluruh dunia menjadi pemicu sentimen negatif bagi pendatang atau orang asing. Contohnya, kata Hermono, banyak pekerja migran yang dicap sebagai pembawa masuk virus corona atau dinilai mengambil lapangan pekerjaan di dalam negeri. Hal itu, tidak hanya menimpa Pekerja Migran Indonesia (PMI). 

"Jadi, COVID-19 tidak semata bisa mempererat, tetapi berpotensi memperdalam sentimen negatif kepada orang asing dan tidak hanya terjadi di Malaysia. Makanya, isunya harus kita kelola dengan baik," ujar diplomat senior itu. 

Baca Juga: Dubes RI Desak Malaysia Usut Pembuat Video Parodi Lagu Indonesia Raya

2. Budaya Indonesia dan Malaysia mirip karena adanya migrasi warga kedua negara sejak lama

Kisruh Parodi Indonesia Raya, Dubes: RI-Malaysia Masak Ribut Terusinstagram.com/edijet

Hermono menjelaskan kemiripan budaya yang dimiliki Indonesia dan Malaysia karena dipicu adanya migrasi warga kedua negara sejak sebelum dua negara terbentuk. "Ketika warga Indonesia bermigrasi ke Indonesia, kan yang dibawa tidak hanya fisiknya, tetapi juga budayanya meski mereka sudah menjadi warga Malaysia. Cross culture related itu terjadi di mana-mana, tidak di Malaysia dan Indonesia saja," kata dia. 

Seperti di Indonesia, ada juga budaya Tahun Baru Imlek, yang menurut Hermono, bukan kultur asli Tanah Air. Menurutnya, kemiripan budaya itu sulit dihindari lantaran lokasi geografi Malaysia dan Indonesia begitu dekat. 

"Tinggal naik kapal, 40 menit kemudian sudah nyampai (di Malaysia)," ujarnya. 

Ia juga menilai perdebatan mengenai klaim budaya tidak produktif karena hanya menambah sentimen negatif kedua negara. Sebab, ada potensi lain yang bisa jadi fokus, sehingga menambah erat hubungan kedua negara. 

"Jadi, instead mendebatkan perbedaan, so why not kita cari common ground (kesamaan). Gak kelar-kelar nanti (perdebatan)," tutur Hermono. 

3. Malaysia belum memberikan kelonggaran bagi WNI berkunjung selama masa pandemik COVID-19

Kisruh Parodi Indonesia Raya, Dubes: RI-Malaysia Masak Ribut TerusNaik turun hubungan diplomatik Indonesia dan Malaysia (IDN Times/Sukma Shakti)

Sementara, terkait pandemik COVID-19, Pemerintah Malaysia memutuskan menutup pintu masuk bagi warga Indonesia dan puluhan warga dari negara lainnya. Aturan itu mulai diberlakukan sejak 7 September 2020, lantaran kasus COVID-19 di Tanah Air terus mengalami lonjakan.

Per 28 Desember 2020, Kementerian Kesehatan mencatat 719.219 orang yang telah terpapar COVID-19 di Indonesia. Sementara, sebanyak 21.452 pasien dilaporkan meninggal akibat COVID-19. 

Hermono mengatakan hingga kini Malaysia belum memberikan kelonggaran bagi WNI untuk kembali menjejakkan kaki di sana. "Pekerja dan permanent resident belum dibolehkan masuk (ke Malaysia). Bahkan, warga Malaysia bila mau kembali ke negaranya, maka harus izin dulu ke pemerintahnya," ungkapnya. 

Hermono pun meski merupakan seorang duta besar dan diplomat senior, tak luput juga harus meminta izin bila ingin masuk ke Negeri Jiran. Namun, ia mendengar Malaysia akan memberikan kelonggaran bagi pelajar asing yang ingin masuk ke sana.

Baca Juga: RI Kecam Malaysia Gegara TKI Kembali Jadi Korban Kekerasan Majikan

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya