Serangan Filipina di Wilayah Selatan Negaranya Tewaskan 11 Militan

Jakarta, IDN Times - Pasukan Filipina melakukan serangan udara dan tembakan artileri di sebuah desa di pedalaman bagian selatan negaranya pada Jumat (1/12/2023). Serangan tersebut menewaskan 11 miitan Islam dan menjadi serangan antipemberontakan paling mematikan tahun ini, lapor pihak berwenang Sabtu (2/12/2023).
Serangan militer itu dilancarkan setelah menerima infromasi intelijen tentang keberadaan tersangka pemimpin dan pengikut kelompok bersenjata Dawla Islamiyah dan Pejuang Kemerdekaan Islam Bangsamoro (BIFF) di dekat desa Tuwayan, kota Datu Hofer, provinsi Maguindanao.
Mayor Angkatan Darat, Sabre Balogan mengatakan, pasukan pemerintah menemukan 11 mayat tersebut lebih dari tiga jam pertempuran. Pasukan juga menemukan tujuh senapan serbu M16 dan M14 granat berpeluncur roket dan lima bom rakitan.
1. Sehari sebelum penyerangan, 13 militan menyerahkan senjata mereka kepada militer
Laporan awal yang diperoleh tentang operasi militer tersebut menyatakan dua pesawat tempur angkatan udara Filipina menjatuhkan delapan bom seberat 500 pon di daerah pedalaman tempat para militan terdeteksi. Selanjutnya, dua helikopter militer menargetkan militan dan pasukan militer dikerahkan ke lokasi pertempuran.
Serangan militer terjadi setelah 13 militan Dawla Islamiyah menyerahkan senjata api mereka kepada militer di selatan, kata Mayor Jenderal, Alexa Rillera. Belum jelas, apakah para militan memberikan informasi kepada militer untuk melancarkan serangan pada Jumat.
“Ini adalah sisi baik dari keluar dan meletakkan senjata Anda; Anda sekarang dapat hidup damai bersama orang-orang yang Anda cintai,” kata Rillera kepada para militan, yang menyerah pada Kamis.
2. Filipina menandatangani pakta perdamaian tahun 2014 dengan separatis
Pada 2014, pemerintah Filipina telah menandatangani pakta perdamaian dengan kelompok separatis muslim terbesar, Front Pembebasan Islam Moro yang mayoritas penduduknya beragama Katolik.
Langkah itu cukup meredakan bentrokan dan kekerasan terkait pemberontakan bersenjata di wilayah selatan. Namun, kelompok separatis muslim yang lebih kecil terus melakukan serangan termasuk pemboman sporadis di tempat umum.
BIFF yang menjadi sasaran operasi militer pada Jumat, terdiri dari militan dari Front Pembebasan Islam Moro. Kelompok tersebut terpecah menjadi beberapa fraksi, beberapa di antaranya bersekutu dengan kelompok ISIS.
3. Sebelum perjanjian perdamaian disepakati, ratusan pemberontak menentang perundingan

Beberapa tahun sebelum pakta perdamaian disepakati, beberapa ratus pemberontak menentang perundingan damai. Mereka kemudian memisahkan diri dari kelompok pemberontak utama Moro dan bersumpah untuk berjuang demi tanah air Muslim yang terpisah.
Pemberontak yang memisahkan diri bergabung dengan faksi utama ekstremis Abu Sayyaf yang terkenal kejam. Anggota panel pemberontak yang merundingkan perjanjian tersebut, Abhoud Syed Lingga mengatakan, minoritas Muslim yang telah lama menderita sedang mengamati apakah perjanjian itu akan berhasil saat itu.
“Jika kelompok moderat kalah dalam wacana ini, kelompok radikal akan mengambil kendali,” kata Syed Lingga.