Sulit Didaur Ulang, Inggris Akan Larang Vape Sekali Pakai Tahun Depan

Jakarta, IDN Times - Inggris dan Wales akan melarang penjualan rokok elektrik (vape) sekali pakai Mulai Juni 2025. Langkah ini diumumkan pada Januari oleh pemerintah sebelumnya, dengan tujuan mencegah kerusakan lingkungan dan melindungi kesehatan anak-anak. Selain itu, langkah ini juga dinilai sebagai langkah menuju ekonomi sirkular.
Limbah rokok elektrik sekali pakai telah menjadi masalah lingkungan di Inggris karena sulit didaur ulang dan jumlahnya terus bertambah. Terutama baterainya yang dapat mengeluarkan limbah berbahaya, seperti litium, asam baterai, dan merkuri, serta menyebabkan ratusan kebakaran di truk sampah dan pusat pengolahan sampah.
Namun, larangan rokok elektrik sekali pakai ini juga dikritik karena dikhawatirkan akan meningkatkan penjualan ilegal.
1. Limbah baterai vape manjadi masalah lingkungan
Dilansir BBC, Departemen Lingkungan Hidup, Pangan, dan Urusan Pedesaan (DEFRA) memperkirakan limbah rokok elektrik jenis ini telah menumpuk hingga 5 juta limbah dan menjadi sampah umum tiap minggu pada tahun lalu. Jumlahnya meningkat empat kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.
Menteri Ekonomi Sirkular, Mary Creagh, menyatakan bahwa larangan penjualan rokok elektrik sekali pakai akan mendukung Inggris untuk menuju ekonomi sirkular. Hal ini mengingat bahwa pada 2022 terdapat 40 ton litium yang terkandung pada limbah vape, jumlah yang cukup untuk 5 ribu kendaraan listrik.
Selain itu, ia juga menilai bahwa penggunaan rokok elektrik sekali pakai merupakan pemborosan dan merusak kota.
"Itulah sebabnya kami melarang penggunaan rokok elektrik sekali pakai dan mengakhiri budaya membuang rokok elektrik di negara ini. Ini adalah langkah pertama menuju ekonomi sirkular, di mana kita menggunakan sumber daya lebih lama, mengurangi limbah, mempercepat jalur menuju nol emisi, dan menciptakan ribuan lapangan pekerjaan di seluruh negeri." kata Mary Creagh.
2. Dikhawatirkan akan meningkatkan produk ilegal
Rencana larangan menjual rokok elektrik sekali pakai juga mendapat tanggapan dari Direktur Jenderal Asosiasi Industri Rokok Elektrik Inggris, John Dunne. Dia mengatakan bahwa peraturan baru tersebut akan memunculkan pasar gelap.
Menurutnya, para pengguna vape dapat mendapatkan benda tersebut dengan membelinya dari luar negeri secara daring, dan pasar paralel untuk vape tidak dapat diatasi oleh pihak berwenang.
“Salah satu kekhawatiran utama, setidaknya pada versi terakhir RUU yang saya lihat sebelum pemerintahan baru berkuasa, (RUU itu) tidak mencakup, misalnya, larangan impor produk yang akan dilarang untuk dijual. Jadi menurut saya, hal itu hanya akan memicu pasar gelap.” kata John Dunne.
Dilansir The Guardian, rokok elektrik ilegal begitu populer, terutama di kalangan remaja, karena harganya yang murah dan tidak memerlukan identitas ketika membelinya, serta banyak dijumpai di toko-toko secara terbuka dan dijual bebas. Bahkan, terdapat lebih dari dua setengah juta rokok elektrik ilegal yang telah disita sejak awal 2020.
3. Pengguna vape meningkat di kalangan remaja
Pengguna rokok elektrik meningkat pesat di Inggris, yaitu lebih dari 400 persen antara tahun 2012 dan 2023, dengan 9,1 persen masyarakat menggunakan produk ini. Namun, produk tersebut juga banyak digemari oleh kalangan anak muda di bawah 18 tahun yang seharusnya merupakan tindakan ilegal di Inggris.
Dilansir BBC, hampir 8 persen anak-anak berusia 11-17 tahun telah menggunakan vape, menurut survei badan amal kesehatan ASH (Action on Smoking and Health). Sementara itu, Studi Pengendalian Tembakau Internasional (ITC) menemukan bahwa 24 persen anak muda berusia 16-19 tahun di Inggris menggunakan vape dalam 30 hari terakhir pada 2022.
Banyak anak muda menggunakan vape karena rasa penasaran, untuk mengatasi stres, atau menghilangkan kecemasan, meskipun 84 persen pemuda berusia 16 hingga 19 tahun sudah mengetahui bahaya menggunakan vape setiap hari.
"Melarang vape sekali pakai tidak hanya akan melindungi lingkungan, tetapi yang terpenting mengurangi daya tarik vape bagi anak-anak dan menjauhkannya dari tangan kaum muda yang rentan," kata Menteri Kesehatan Andrew Gwynne.