Sussan Ley, Perempuan Pertama yang Pimpin Partai Liberal Australia

Jakarta, IDN Times - Partai Liberal Australia menunjuk Sussan Ley sebagai pemimpin perempuan pertama dalam sejarah 80 tahun partai tersebut. Keputusan ini diambil setelah kekalahan telak dalam pemilu federal 3 Mei 2025 yang memaksa perubahan besar di tubuh partai.
Ley menggantikan Peter Dutton dalam voting internal yang digelar di Canberra pada Selasa, (13/5/2025). Dutton kehilangan kursinya di Dickson, memperburuk posisi partai yang hanya meraih 42 dari 151 kursi di parlemen, terendah sejak 1944.
Ley, yang sebelumnya menjabat wakil pemimpin, berhasil mengalahkan Angus Taylor dengan selisih tipis, 29 suara berbanding 25. Ia kini menghadapi tugas berat untuk memulihkan kepercayaan pemilih dan menyatukan partai yang terpecah.
Penunjukan Ley disambut dengan harapan baru, terutama dari faksi moderat yang ingin merangkul pemilih perempuan dan generasi muda. Bersama Ted O’Brien sebagai wakilnya, kepemimpinan baru ini menjadi upaya untuk menjauhkan partai dari citra konservatif ekstrem yang selama ini melekat.
1. Latar belakang kekalahan dan pemilihan pemimpin baru
Kekalahan Partai Liberal disebabkan oleh strategi kampanye dan kebijakan yang tidak sejalan dengan pemilih kota. Gagasan tentang energi nuklir yang diusung mitra koalisi, Partai Nasional, tidak mendapat sambutan luas, sementara Partai Buruh berhasil menarik dukungan dengan program energi terbarukan dan isu-isu sosial yang relevan.
“Kami perlu membangun kembali kepercayaan dengan semua lapisan masyarakat Australia,” ujar Ley dalam konferensi pers yang dikutip The Guardian.
Ley menekankan bahwa hasil pemilu adalah sinyal kuat dari pemilih bahwa Liberal harus mendengar aspirasi masyarakat dan mengubah pendekatan politiknya.
Pemilu ini juga menunjukkan lemahnya daya tarik Partai Liberal di wilayah perkotaan dan pinggiran kota. Kursi-kursi penting seperti Kooyong dan Goldstein jatuh ke tangan independen dan Partai Buruh. Dalam kondisi seperti ini, pemilihan Ley dianggap langkah darurat untuk menyelamatkan partai dari keterpurukan lebih lanjut.
2. Profil Sussan Ley dan visi kepemimpinan
Sussan Ley lahir di Nigeria pada 1961 dan pindah ke Australia saat remaja. Sebelum terjun ke politik, ia bekerja sebagai pilot, petani, dan pegawai pajak, serta memiliki latar belakang akademik di bidang ekonomi, akuntansi, dan perpajakan. Ia telah mewakili daerah Farrer sejak 2001 dan menjabat dalam berbagai posisi menteri.
“Australia telah berkata bahwa mereka tidak menyukai politik populis semacam itu,” kata Ley dalam pernyataan resmi, merujuk pada penolakan terhadap gaya konservatif garis keras, dilansir BBC.
Ley bertekad membawa partai keluar dari perang budaya yang menurutnya telah memecah belah masyarakat dan merusak citra Liberal.
Meski demikian, rekam jejak Ley tidak luput dari kontroversi. Ia pernah mundur dari kabinet pada 2017 akibat skandal pengeluaran, dan posisinya sebagai wakil pemimpin selama kampanye yang gagal menimbulkan keraguan. Namun, tokoh seperti Shirlee Burge dari cabang Deniliquin menyebut langkah ini sebagai arah masa depan bagi partai.
3. Tantangan ke depan bagi partai liberal
Setelah kekalahan terbesar sejak 1944, Partai Liberal menghadapi tantangan besar dalam merebut kembali pemilih kota dan pemilih muda. Perubahan demografi dan nilai sosial yang berkembang membuat banyak pemilih menjauh dari narasi konservatif yang selama ini diusung partai.
“Kami harus kembali ke akar partai,” ujar Jacinta Nampijinpa Price, yang baru saja pindah dari Partai Nasional ke Liberal, dilansir Fortune.
Ia menyerukan penguatan nilai-nilai tradisional partai sebagai respons terhadap kekhawatiran faksi konservatif atas arah baru yang dipimpin Ley.
Perpecahan internal terkait kebijakan energi nuklir juga perlu diselesaikan. Partai Nasional tetap mempertahankan dukungan terhadap nuklir, sementara sebagian besar anggota Liberal ingin fokus pada energi terbarukan. Ley harus merumuskan kebijakan yang dapat menyatukan faksi berbeda sambil tetap menarik pemilih baru.