Trump-Putin Bakal Bahas Gencatan Senjata Ukraina

- Trump berencana bicara dengan Putin untuk mengakhiri perang di Ukraina, termasuk gencatan senjata dan isu perdagangan.
- Pertemuan Rusia-Ukraina di Istanbul tidak mencapai kesepakatan gencatan senjata, Zelensky kritik Putin yang hanya mengirim delegasi rendah.
- Rusia menolak seruan AS dan Eropa untuk gencatan senjata 30 hari, sementara Ukraina tuntut gencatan senjata penuh tanpa syarat.
Jakarta, IDN Times – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan berbicara via telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Senin (19/5/2025) untuk membahas upaya mengakhiri perang di Ukraina. Topik utama percakapan mencakup gencatan senjata dan penghentian pertumpahan darah yang menewaskan lebih dari 5 ribu tentara Rusia dan Ukraina setiap pekannya.
Trump juga akan mengangkat isu perdagangan dalam pembicaraan itu. Setelah menelepon Putin, Trump berencana menghubungi Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky serta sejumlah pemimpin negara anggota NATO.
Hal ini menandai langkah diplomatik lanjutan setelah pertemuan langsung antara Ukraina dan Rusia di Istanbul pada Jumat lalu. Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan pertukaran 1.000 tahanan dari masing-masing pihak.
1. Trump dan Putin absen di perundingan Istanbul

Pertemuan di Istanbul pada Jumat lalu merupakan pembicaraan langsung pertama antara Rusia dan Ukraina dalam tiga tahun terakhir. Namun, tidak ada kesepakatan gencatan senjata yang tercapai dari pertemuan tersebut. Putin menolak undangan Zelensky untuk hadir dan hanya mengirim delegasi tingkat rendah.
Zelensky mengkritik keputusan itu sebagai indikasi bahwa Rusia tidak serius mengejar perdamaian. Trump sebelumnya menawarkan diri untuk hadir di Turki jika Putin juga datang, namun batal.
“Lihat, tidak akan ada yang terjadi sampai Putin dan saya bertemu, OKE? Dan jelas dia tidak akan pergi. Dia akan pergi, tapi dia pikir saya akan pergi. Dia tidak akan pergi jika saya tidak ada di sana,” kata Trump, dikutip dari CNN International, Minggu (18/5/2025).
Trump meyakini bahwa kemajuan signifikan baru bisa tercapai jika dirinya dan Putin berbicara langsung. Ia mengulang kembali pandangannya tersebut dalam wawancara dengan Fox News.
“Saya lelah dengan orang lain yang pergi dan bertemu dan segala macam lainnya,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa Putin juga “lelah dengan semua ini” dan “tidak terlihat baik.”
2. Rusia tolak gencatan senjata, Ukraina kritik syarat baru

Meski pertemuan Istanbul menghasilkan kesepakatan pertukaran tahanan, Rusia menolak seruan AS dan Eropa untuk memberlakukan gencatan senjata selama 30 hari. Ukraina kembali menyerukan gencatan senjata penuh dan tanpa syarat setelah pembicaraan itu. Namun, seorang pejabat Ukraina menyebut Kremlin mengajukan tuntutan baru yang tidak dapat diterima.
Dilansir dari BBC, salah satu syarat yang diminta Rusia adalah agar Ukraina menarik pasukan dari sebagian besar wilayahnya sendiri. Delegasi Rusia yang dipimpin oleh Vladimir Medinsky menyatakan puas dengan hasil perundingan dan siap melanjutkan kontak. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengonfirmasi bahwa pembicaraan via telepon antara Putin dan Trump sedang dipersiapkan.
Peskov juga menyatakan bahwa pertemuan langsung antara Zelensky dan Putin mungkin saja terjadi. Namun, ia menyebut itu hanya bisa dilakukan jika sudah ada kesepakatan konkret antara kedua pihak. Rusia tetap menyatakan terbuka untuk perundingan lebih lanjut meski menolak tekanan dari pihak luar.
3. Serangan drone Rusia tewaskan warga sipil usai perundingan

Beberapa jam setelah perundingan di Istanbul, sebuah serangan drone Rusia menghantam bus penumpang di wilayah Bilopillia, Sumy, Ukraina. Serangan ini menewaskan sembilan warga sipil, termasuk satu keluarga yaitu ayah, ibu, dan anak perempuan serta melukai tujuh lainnya. Korban mengalami luka bakar, patah tulang, dan cedera akibat ledakan.
Zelensky mengecam serangan tersebut sebagai “pembunuhan warga sipil yang disengaja” dan menyebutnya sebagai “kejahatan perang yang sinis.” Ia menuntut sanksi lebih keras terhadap Moskow agar Rusia menghentikan kekerasan.
“Ini kejahatan perang yang disengaja dan barbar,” kata Menteri Luar Negeri Ukraina Andrii Sybiha.
Rusia mengklaim bahwa serangan tersebut menargetkan perlengkapan militer Ukraina di wilayah Sumy. Media pemerintah Rusia melaporkan bahwa targetnya adalah “area konsentrasi militer.” Kementerian Pertahanan Rusia terus membantah telah menargetkan warga sipil sejak awal invasi penuh ke Ukraina pada Februari 2022.