Virus Lidah Biru Ancam Peternakan Domba di Sardinia

Jakarta, IDN Times - Michela Dessi, seorang peternak di Sardinia, kehilangan 150 domba dan 140 anak domba akibat penyakit dari virus lidah biru dalam beberapa bulan terakhir.
Wabah ini, yang menyebabkan gejala serius dan kematian dalam waktu singkat, mengancam sekitar 3 juta domba dan telah merenggut nyawa sekitar 40 ribu domba di Sardinia, lebih parah dibandingkan 2023.
Sebelumnya, virus ini juga dikabarkan telah menyebar di beberapa bagian Eropa, namun tidak separah di Sardinia.
Penyebarannya dipicu oleh serangga kecil dan diperburuk oleh pemanasan global. Sementara itu, upaya vaksinasi tahun lalu dianggap telah gagal akibat banyaknya tipe virus yang ada.
1. Dampak virus lidah biru di Sardinia lebih parah
Dilansir Reuters, Sardinia menjadi tempat bagi 3 juta domba yang tersebar di 13 ribu peternakan, sekitar 40 persen dari populasi domba Italia.
Peternakan di daerah ini terancam oleh tersebarnya virus lidah biru, yang dilaporkan telah membunuh 40 ribu domba, meningkat 35 ribu kasus dibandingkan tahun lalu. Angka itu menjadikan Sadinia sebagai kasus terparah dibandingkan di negara Eropa lainnya.
"Sardinia sangat terdampak, dengan penularan eksponensial yang belum pernah kita lihat sebelumnya. Dan keadaan darurat ini masih jauh dari selesai," kata Luca Saba, kepala kelompok lobi pertanian Italia, Coldiretti.
Dilansir Euro News, jenis virus baru dilaporkan pertama kali muncul di Belanda kemudian menyebar ke Jerman, Denmark, Belgia, Luksemburg, dan Prancis. Virus tersebut menyebar dengan cepat dan belum teridentifikasi dengan baik oleh pemerintah setempat.
Virus lidah biru mengancam hewan ternak seperti domba, kambing dan sapi, yang dapat menunjukkan gejala serius, termasuk sakit, pincang, demam, dan kematian dalam beberapa jam atau hari. Gejala yang kurang mematikan meliputi sariawan, keluarnya cairan dari mulut dan hidung, serta lidah yang membiru.
2. Penyebab virus menular dengan masif
Penyakit lidah biru yang merebak di Sardinia dan berbagai wilayah Eropa disebarkan oleh serangga lalat kecil bernama Culicoides, yang berperan sebagai pembawa penyakit dan menularkan virus ini ke hewan ternak.
Meskipun penyakit ini awalnya berasal dari daerah tropis dan subtropis, penyebarannya ke kawasan Mediterania dan Eropa mulai terdeteksi sejak 1990-an.
Serangga pembawa penyakit lidah biru awalnya hanya aktif pada musim panas, tetapi suhu yang menghangat hingga musim gugur telah memperpanjang musim penularan penyakit ini.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Christopher Sanders, peneliti di The Pirbright Institute, bahwa periode penularan virus lidah biru kemungkinan diperparah oleh perubahan iklim, yang membuat virus ini dapat bertahan hidup di berbagai musim di dalam inangnya.
3. Vaksinasi gagal akibat banyaknya tipe virus
Meskipun vaksinasi umumnya efektif mencegah penularan, upaya untuk mengendalikan virus lidah biru terbukti sulit. Virus ini memiliki banyak serotipe yang mempersulit pencegahan melalui vaksinasi. Penyakit ini tidak dapat diobati langsung dan hanya dapat diringankan gejalanya untuk membantu hewan melewati masa kritis.
"Ada 27 serotipe di dunia, dan kita tidak dapat mengetahui apakah serotipe yang berbeda akan muncul dari satu tahun ke tahun berikutnya," kata Sandro Rolesu, direktur kesehatan Institut Zooprofilaksis Eksperimental Sardinia.
Ia juga mengungkapkan bahwa vaksinasi untuk serotipe 8 telah dilakukan karena tipe itu muncul tahun lalu, tetapi yang menyebar tahun ini adalah serotipe 3.
Hal serupa juga diungkapkan oleh pejabat di Prancis ketika daerahnya terkena wabah. Menurut mereka, pemerintah dan peternak terlambat mengidentifikasi tipe virus baru, sehingga virus menyebar ke peternakan sebelum dapat dicegah.