Catatan Akhir Tahun yang Tidak Sedap

Sangat tidak saya bayangkan sebelumnya, tetapi apa hendak dikata, telah tersebar dimana-mana, berita tentang pengakuan anggota DPR RI Heri Gunawan kepada penyidik KPK bahwa semua anggota Komisi XI, yang bertanggung jawab mengawasi Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan, telah menerima dana yang berasal dari dua lembaga ini sebagai pengeluaran dari dana Corporate Social Responsibility (CSR).
Jumlah dananya mungkin terhitung tidak besar, namun artinya sebagai pertanggungjawaban dua lembaga yang bertanggung jawab atas kehidupan dan supervisi bank-bank dan lembaga-lembaga jasa keuangan seluruh Indonesia, yang menyelenggarakan jasa pembayaran di Indonesia, tentu sangat besar artinya dari aspek moral dan etika. Apalagi di tengah maraknya kegiatan pemerintah menggalakkan pemberantasan korupsi dibawah pemerintahan baru ini.
Sangat memprihatinkan pada waktu seluruh bangsa Indonesia sedang sibuk mengucap syukur telah melewati kehidupan tahun 2024 dengan rasa aman. Sebagai mantan Gubernur Bank Indonesia, penulis ini tentu juga merasa sangat sedih dan prihatin dengan kejadian ini, meskipun semua masih dalam investigasi.
Tentu saja saya ingin menyerukan agar dilakukan investigasi untuk memberantas perbuatan tercela ini sampai ke akarnya, sekecil atau sebesar apapun. Rasanya tidak rela bahwa lembaga yang saya pernah bekerja keras ikut membangun, termasuk menanamkan disiplin ke dalam, memerangi segala perbuatan tercela, terutama pada waktu Indonesia menghadapi terpaan badai krisis keuangan Asia 1997-1998 dengan melakukan pemberian Bantuan Likuiditas BI (BLBI), mengalami penyalahgunaan dan tuduhan melakukan tindak pidana korupsi.
Tentu saja yang dengan seluruh keberanian dan berat hati melakukan tindakan menutup (likuidasi) 16 bank yang tidak solven dengan akibat dipermalukan karena diberhentikan sebelum masa jabatan berakhir. Di mana semula merasa berhasil sebagaimana perbankan kita nyaris menderita dikala krisis keuangan global menerpa dunia tahun 2008, kecuali Bank Century yang mengalami masalah karena ada permainan di dalam dan dikaitkan dengan politik.
Karena itu semua, saya merasa sedih harus menulis apa yang terjadi dengan berkedok pemanfaatan dana CSR tersebut. Penjelasan bahwa yang bertanggung jawab membayar adalah Yayasan BI susah diterima, karena pihak yayasan tidak berani melakukan pengeluaran tanpa instruksi Dewan Gubernur.
Di era kepemimpinan Prabowo-Gibran yang sudah berjanji untuk memberantas korupsi
sampai ke akarnya untuk membangun pemerintahan yang bersih dan berwibawa, yang selalu berjuang untuk rakyat. Apa yang terjadi dengan penyalahgunaan pengeluaran negara seperti yang tampaknya berkembang ini harus benar-benar diberantas. Tidak ada toleransi terhadap perbuatan tercela ini, baik pada sisi eksekutif maupun legislatif.
Saya merasa ikut bertanggung jawab untuk mengungkap borok ini meskipun dengan hati
yang sangat berat, bukan untuk mempermalukan siapapun, akan tetapi demi tegaknya
keadilan dan tercapainya cita-cita memiliki pemerintahan yang bersiih, berwibawa dan adil
parama-arta. Buat semua yang berniat bekerja dan membangun karir di pemerintahan,
bertindaklah secara profesional, jujur, dan bersih. Dan, anda menjadi patriot bangsa
kebanggaan kita semua. Jangan bermain api tergiur perbuatan tercela ini agar tidak
mengakhiri karir secara nista.
Saya merasa terhina, pada waktu saya sedang diminta pimpinan OJK untuk berbicara mengenai pengalaman saya bagaimana memerangi korupsi, waktu menyambut Hari Anti Korupsi Sedunia yang lalu, pada waktu yang sama penyidik KPK sedang melakukann penggeledahan di kantor Gubernur BI.
Saya juga kecewa pada waktu Presiden Prabowo mengeluarkan gagasan untuk memberi
pengampunan kepada koruptor yang dengan sukarela telah mengembalikan semua uang
yang dicuri yang menunjukkan itikad baik. Ada sejumlah kritik termasuk ahli hukum yang
langsung mengingatkan bahwa hal tersebut akan membawa konsekuensi Presiden yang
melanggar hukum. Kalau usul ini memang bagus, mengapa tidak dicari jalan agar
dimungkinkan untuk dilaksanakan tanpa membuat Presiden melawan hukum?
Mungkin harus memeras pikiran terlebih dahulu daripada memupus saja usualan yang simpatik itu yang juga berarti membiarkan koruptor tetap bersembunyi atau lari menghindar dari tanggung jawab hukum. Ini tantangan buat para ahli hukum agar ada terobosan baik tanpa menindak tegas pelaku korupsi. Saya percaya kita memiliki para ahli hukum yang tangguh untuk bisa menghasilkan ketentuan yang membantu Indonesia mencapai keadaan bebas korupsi. Semoga.
Saya menutup tulisan ini dengan membuat catatan tentang berpulangnya mantan Presiden AS Jimmy Carter dalam usia serratus tahun lebih sedikit. Presiden Carter terkenal dalam upayanya menjadi penghubung perdamaian antara Mesir di bawah President Anwar Sadat dan Israel di bawah Perdana Menteri Menachem Begin. Keduanya pemimpin nasionalis yang keras tetapi rupanya bisa diluluhkan oleh President Carter dengan Southern charm beliau. Seorang petani kacang dari Georgia yang mampu terpilih menjadi Gubernur Georgia dan kemudian Presiden AS ke 47.
Beliau sangat aktif menjadi penghukum perdamaian di mana- mana. Saya beruntung pernah bertemu mantan Presiden Carter di Carter Center, Atlanta, Georgia, membawa sejumlah pengusaha Indonesia waktu saya menjabat Menteri Muda Perdagangan. Saya bisa merasakan Southern charm beliau ketika menceritakan apa yang dikerjakan oleh center tersebut yang membuat beliau sibuk dan menghasilkan berbagai perdamaian dalam berbagai konflik. (Dradjad, 05/01/2025).
Guru Besar Ekonomi Emeritus, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (FEBUI), Jakarta.