Partisipasi Politik Anak Muda Jadi Kunci Wujudkan Demokrasi Efektif

Dengan Motto “Demokratisasi Tak Boleh Henti” The Habibie Center didirikan 25 tahun yang lalu sebagai organisasi non-pemerintah yang independen untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan Reformasi yang dipimpin presiden ke-3 Republik Indonesia, Prof BJ Habibie, untuk membangun Indonesia yang demokratis, menghormati HAM, modern, dan berbudaya tingi.
Untuk mencapai visi tersebut, The Habibie Center berupaya menciptakan masyarakat demokratis dengan mengkaji dan mengangkat isu-isu perkembangan demokrasi, dan tentunya mengakui, menghormati, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Salah satu langkah konkret yang ditempuh untuk menciptakan wadah kajian dan diskusi isu-isu perkembangan demokrasi di Indonesia, The Habibie Center menyelenggarakan Habibie Democracy Forum sejak tahun 2023.
Pada tahun pertamanya, Habibie Democracy Forum mengangkat tema “Memperluas Ruang Sipil untuk Demokrasi yang Lebih Kuat di Indonesia dan Kawasan” sebagai respons terhadap kemunduran demokrasi, atau democracy backsliding, baik di Indonesia maupun secara global.
Menurut Freedom House, Angka Kebebasan Global telah menurun selama 18 tahun berturut-hingga tahun 2023. Di mana, promosi dan perlindungan hak politik dan kebebasan sipil telah memburuk di 52 negara. Sementara, perbaikan hanya terjadi di 21 negara.
Menurut laporan dari Varieties of Democracy pada tahun 2024, sebanyak 5,7 miliar orang atau sekitar 71% dari populasi dunia, hidup di bawah sistem otokrasi. Jumlah ini meningkat dari sekitar 48% pada tahun 2014 (sepuluh tahun yang lalu).
Democratic backsliding secara global banyak disebabkan oleh menurunnya aspek perlindungan kebebasan berpendapat, kebebasan berserikat, serta pemilihan umum yang demokratis.
Berdasarkan indeks yang disusun Economist Intelligence Unit pada tahun 2023, Indonesia dinilai sebagai negara dengan flawed democracy. Sementara di tahun yang sama, Varieties of Democracy memasukkan Indonesia sebagai demokrasi elektoral bersama 58 negara lainnya, termasuk Malaysia dan Timor-Leste.
Seperti halnya yang terjadi secara umum di kancah global, fenomena democratic backsliding di Indonesia terlihat dari pelemahan masyarakat sipil, lembaga akuntabilitas, serta peningkatan kriminalisasi terhadap aktivisme sosial, yang semuanya mengarah pada lahirnya autocratic legalism.
Hal ini sesuai dengan tulisan Scheppele, bahwa di antara tanda-tanda yang mengarah pada lahirnya autocratic legalism yaitu terjadinya serangan yang berkelanjutan terhadap institusi yang berwenang untuk memeriksa tindakan pemimpin atau peraturan yang mengatur tindakan-tindakannya, termasuk ketika serangan-serangan mengatas-namakan mandat demokratis.
Berbagai disrupsi pada sistem demokrasi tersebut dapat diadang dengan adanya ketahanan demokrasi, atau democratic resilience. Shein dan Emmons menulis bahwa ketahanan demokrasi dilihat sebagai kemampuan untuk mempertahankan fungsi dan prinsip pemerintahan demokratis di tengah gempuran untuk mengenyampingkan, bahkan menghilangkan, mekanisme akuntabilitas vertikal, horizontal, atau diagonal yang merupakan inti dari demokrasi.
Diangkatnya ketahanan demokrasi sebagai tema Habibie Democracy Forum di tahun 2024 menekankan pentingnya sistem demokrasi yang inklusif dan partisipatif. Dengan fenomena autocratic legalism yang menjadi ancaman saat ini, penting untuk membangun fondasi ketahanan demokrasi melalui lembaga demokratis yang kuat, independen, dan akuntabel untuk mencegah pemusatan kekuasaan serta melindungi hak bernegara masyarakat.
Melalui Habibie Democracy Forum 2024, The Habibie Center ingin menekankan bahwa partisipasi aktif dari masyarakat dan pemberdayaan warga negara adalah kunci efektivitas demokrasi. Warga negara juga harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan alat untuk berpartisipasi, berperan dalam check and balances, dan mempertahankan nilai-nilai demokrasi.
Tidak hanya diselenggarakan pada 12 dan 13 November, rangkaian Habibie Democracy Forum telah dimulai sejak Bulan Juni 2024 dengan penyelenggaraan seri Dialog Demokrasi. Dialog Demokrasi telah menggali banyak ide-ide penting dalam pembangunan demokrasi di Indonesia ke depan, terutama di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Diskusi yang berlangsung dalam rangkaian Dialog Demokrasi menemukan bahwa:
- Penegakan hukum oleh yudikatif, dan di kancah legislatif dan eksekutif perlu diperbaiki. Presiden dan Wakil Presiden diharapkan dapat menjadi pelopor demokrasi, anti-korupsi, dan penegakan governansi yang baik
- Pentingnya peran masyarakat sipil, media, dan think-tanks dalam mengawal transparansi berjalannya pemerintahan, termasuk penyusunan anggaran dan kebijakan publik. Hal ini diperlukan agar keputusan-keputusan pemerintah tetap transparan dan bertanggung jawab kepada rakyat
- Merujuk pada democratic backsliding dan autocratic legalism, walaupun kebebasan berekspresi di Indonesia dijamin konstitusi, pada implementasinya masih ada peraturan yang digunakan untuk mengkriminalisasi kebebasan tersebut
- Dan dari semua upaya untuk menjaga marwah demokrasi, partisipasi politik generasi muda wajib dijadikan unsur penting. Generasi muda harus dilibatkan dalam dialog, dan diharapkan agar generasi muda tidak hanya melihat demokrasi sebagai hal yang sudah jadi, tetapi juga turut menjaga dan memperjuangkannya.
Opini ini merupakan naskah pidato yang dibacakan Ketua Dewan Pengurus The Habibie Center Dewi Fortuna Anwar dalam acara Habibie Democracy Forum 2024 di Jakarta, Selasa (12/11/2024).