Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[OPINI] Apakah Menjadi Perempuan Harus Cepat Menikah?

Pasangan menikah (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Sebagian perempuan memang memiliki impian untuk menikah cepat atau menikah di usia muda. Sebagiannya lagi, tidak memiliki target kapan ia harus menikah atau bahkan ada juga perempuan yang memilih untuk tidak ingin menikah. Tidak ada yang salah terkait pilihan tentang menikah atau tidak, serta kapan waktu yang tepat untuk menikah.

Namun, kenapa kami sebagai perempuan seringkali diburu-buru untuk menikah dan dikejar oleh pertanyaan kapan menikah.

1. Dikejar pertanyaan kapan menikah

Tradisi menangkap bunga di pernikahan (pexels.com/Becerra Govea)

Perempuan usia matang dan belum memiliki pasangan adalah sasaran empuk bagi orang-orang “usil” yang sangat hobi untuk bertanya kapan kami akan menikah. Kira-kira begini skenarionya.

“Kapan menikah, Nduk? Umurmu itu lho, sudah tua.”

“Pacarnya saja tidak ada, Tante, bagaimana bisa saya menikah minggu depan?”

Kami, perempuan, seakan-akan terus dikejar umur untuk menikah. Seakan-akan menikah adalah pencapaian besar bagi seorang perempuan. Bahkan, predikat perawan tua akan disematkan pada perempuan usia matang yang belum menikah. Kemudian, terpikirkan lah mengapa predikat perjaka tua tidak pernah disematkan ya. Selain itu, teman-teman yang sudah lebih dulu menikah rasanya memberikan tekanan lebih besar dan memberikan semangat lebih besar bagi orang lain untuk bertanya kapan menikah. Orang tua yang semakin tua rasanya juga menjadi tekanan bagi seorang perempuan untuk segera menikah.

“Temanmu yang itu saja sudah menikah, lho. Kamu kapan menyusul?”

“Bapakmu itu sudah tua lho, Nduk. Beliau itu ingin melihat kamu menikah.”

Sementara itu, laki-laki berusia hampir mendekati 30 atau bahkan 30 lebih, mereka akan dianggap sedang merintis masa gemilangnya dalam karier dan tidak terlalu menjadi samsak pertanyaan kapan menikah. Terdapat permakluman lebih di masyarakat bagi laki-laki usia matang yang belum menikah dan sedang fokus pada kariernya. “Nanti kalau sudah sukses, perempuan juga akan mendekat sendiri.”, begitu katanya. Berbeda dengan perempuan yang malah akan dinasehati untuk jangan terlalu fokus mengejar karier karena nanti tidak ada laki-laki yang mau dengannya. Bukankah laki-laki dan perempuan harusnya punya kesempatan yang sama dalam mengejar karier setinggi-tingginya?

2. Memutuskan menikah di waktu yang tepat

Pasangan yang baru menikah (pexels.com/Jonathan Borba)

Menjadi perempuan memang memiliki lose card dari faktor kesehatan. Dalam sebuah jurnal mengatakan bahwa perempuan usia lebih dari 35 tahun memiliki risiko kehamilan lebih tinggi. Tidak hanya itu, kondisi organ reproduksi perempuan juga sudah mengalami penurunan kemampuan untuk bereproduksi. Dikutip dari Forbes, tingkat kesuburan perempuan akan menurun dimulai saat sekitar usia 27. Bagi perempuan usia di atas 30, kesempatan untuk hamil ada pada rentang 20 persen sampai 30 persen saja. Namun, laki-laki juga perlu waspada dari faktor kesehatan tersebut. Semakin tua usia seorang laki-laki, kualitas sperma juga akan menurun dan hal tersebut akan memengaruhi kehamilan, bukan?

Baik perempuan maupun laki-laki, seharusnya diberikan kesempatan yang sama untuk memutuskan kapan waktu yang tepat baginya untuk menikah. Bahkan, jika seorang perempuan memilih untuk tidak menikah, hal tersebut seharusnya tidak dianggap sebagai kegagalan. Baik perempuan maupun laki-laki, seharusnya diberikan kesempatan yang sama untuk mengeksplorasi masa mudanya. Banyak perempuan yang mengubur mimpi karena keterbatasannya saat sudah menikah. Padahal, perempuan belum menikah dan perempuan menikah punya hak yang sama untuk bersenang-senang dan menggapai mimpinya.

Tidak ada yang salah dengan menikah di usia 20 tahunan, 25 tahunan, atau bahkan 30 tahunan, selama pilihan tersebut sudah melalui pertimbangan yang matang dan kesiapan diri yang utuh. Peran kita sebagai orang terdekat adalah mendukung pilihan terbaik yang diambil oleh masing-masing perempuan. Memilih untuk menikah cepat, memilih untuk mengejar kariernya terlebih dahulu, memilih untuk melajang dan berkeliling dunia, itu semua adalah pilihan yang berhak diambil oleh masing-masing perempuan dewasa.

3. Selain di waktu yang tepat, penting juga untuk menemukan orang yang tepat

Pasangan menikah (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Katanya, menikah dengan orang yang tepat bagaikan investasi seumur hidup. Menikah adalah suatu keputusan yang besar dalam hidup. Wajar jika perempuan mengambil banyak waktu berpikir dan memilih siapa laki-laki yang akan menemaninya seumur hidup, membersamainya menggapai mimpi, dan berjalan bersamanya untuk menjalani hidupnya yang sangat bahagia itu. 

Menikah dengan orang yang tepat akan menambah sumber kebahagiaan dan membawa kedamaian dalam hidup. Selain itu, orang yang tepat pasti akan saling mendorong satu sama lain untuk terus bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Satu hal yang perlu diingat adalah tidak ada hubungan pernikahan yang sempurna. Dibutuhkan usaha seumur hidup dari dua orang di dalamnya untuk terus memperbaiki hubungan ke arah positif dan membangun komunikasi serta saling terbuka dan menghormati dengan pasangan. 

Jadi, apakah menjadi perempuan berarti harus menikah cepat? Jawabannya ada pada diri perempuan masing-masing. Poin pentingnya bukanlah menikah di waktu yang tercepat, tetapi menikahlah di waktu yang tepat dengan orang yang tepat. Live a life and be happy, girls.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Merry Wulan
EditorMerry Wulan
Follow Us