Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi mahasiswa lulus kuliah (pexels.com/Emily Ranquist)

Ketika program Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah diluncurkan, harapan besar diletakkan pada pundaknya. Program ini dirancang untuk membantu mahasiswa dari keluarga kurang mampu agar bisa melanjutkan pendidikan tinggi tanpa terbebani oleh biaya. Namun, dalam kenyataan yang penuh ironi, tak sedikit dari mereka yang justru memanfaatkan bantuan ini untuk mengejar gaya hidup serba wah, bahkan ada yang menyalahgunakannya meskipun mereka sebenarnya mampu secara finansial. Inilah kisah mereka, para mahasiswa opportunis yang mengkhianati tujuan mulia dari KIP Kuliah.

Begitu uang KIP masuk ke rekening, sebagian mahasiswa langsung bergegas ke mall terdekat, bukan untuk membeli buku atau alat tulis, melainkan untuk berburu iPhone terbaru. "Belajar pakai iPhone kan lebih canggih," begitu dalih mereka. Tentu saja, teknologi memang penting dalam proses belajar. Tapi benarkah iPhone seharga belasan juta rupiah itu esensial untuk pendidikan?

Tak berhenti di situ, beberapa dari mereka juga mengalokasikan dana KIP untuk membeli iPad dan aksesoris lainnya. Alasan yang sering terdengar adalah "iPad sangat membantu untuk mencatat kuliah dan membuat presentasi." Alat-alat ini memang bisa meningkatkan produktivitas, tapi apakah itu prioritas utama dibandingkan kebutuhan dasar seperti makanan dan tempat tinggal yang layak?

Gaya hidup mewah tidak hanya berhenti pada perangkat elektronik. Baju dan aksesoris bermerk pun menjadi incaran. Setiap hari, kampus berubah menjadi ajang fashion show di mana para penerima KIP berlomba-lomba memamerkan outfit terbaru mereka. "Penampilan yang baik bisa menambah kepercayaan diri," ujar salah satu mahasiswa dengan bangga. Namun, penampilan yang baik apakah harus selalu diukur dengan harga?

Editorial Team

Tonton lebih seru di