Pengemudi GO-JEK Dilarang Baper Sebab Konsumen (Katanya) adalah Raja

Demo ribuan pengemudi Gojek yang terjadi Senin kemarin (3/10/2016) di depan kantor pusat PT. Gojek Indonesia cukup merepotkan para pengguna jasa ojek online tersebut.
Demo itu berakibat pada terlantarnya pelanggan setia Gojek.

Berbagai media online maupun televisi melaporkan adanya sejumlah pelanggan yang mengeluh karena di beberapa kawasan ibukota jumlah Gojek sangat minim, bahkan hampir tidak ada. Para pengguna Gojek di ibukota yang terdiri dari pekerja kantoran, pelajar, ibu-ibu yang berbelanja ke pasar, maupun pengangguran yang sedang mencari pekerjaan terpaksa menanti lebih lama untuk bisa dilayani.
Bagi mereka yang menghadapi kegentingan hidup seperti harus masuk kantor tepat waktu (kalau tidak, maka gajinya akan dipotong) atau ada jadwal wawancara dengan direktur sebuah perusahaan tentu tidak mau mengambil risiko menunggu. Pilihannya adalah menggunakan jasa transportasi online lainnya.
Demo itu untuk memprotes sistem performa Gojek yang dinilai pengemudi tidak adil.

Kita para konsumen yang selama ini bersujud syukur dengan kehadiran Go-Jek pasti agak jengkel ketika tidak bisa menemukan Go-Jek dengan cepat. Bukankah selama ini kemudahan dalam pelayanan dan murahnya tarif Gojek adalah hal yang menjadi andalan PT Go-Jek Indonesia?
Rupanya mereka berdemo untuk mununtut sistem yang lebih adil kepada manajemen perusahaan. Sistem performa yang saat ini dijalankan dirasa sangat merugikan pengemudi. "Kami driver, bukan sapi perah", begitu bunyi poster yang diangkat tinggi-tinggi oleh salah satu peserta protes.
Dikutip dari tirto.id (3/10/2016), salah satu pengemudi Go-Jek yang ikut berdemo mengaku sistem tersebut menyengsarakan dirinya dan teman-teman sesama driver karena mereka dituntut memperoleh performa minimal 50% agar bisa dapat bonus. Selain itu, agar perusahaan memberi bonus 140.000 per hari, pengemudi diwajibkan untuk mengantongi 14 poin dalam satu hari itu.
Perhitungan poin didasarkan pada jumlah kilometer yang mereka tempuh selama melayani penumpang. Sedangkan persentase dihitung dari jumlah konsumen yang mereka antar. Mereka mengaku hampir tidak bisa mencapai performa 20 sampai 30 persen per hari. Pengemudi bahkan sulit mencapai 14 poin. Saat mereka sudah mendapat 13 poin, sistemnya lalu berhenti.
Pengemudi lain menambahkan bahwa kerugian adalah ketika pesanan dibatalkan pelanggan, performa mereka turun 13 persen. Tapi, bila pesanan mereka terima, performa hanya akan naik satu hingga lima persen. Para pengemudi pun mencurigai ada tangan manusia yang berulah di belakang mesin.
Dengan sistem performa, pengemudi Go-Jek harus menerima setiap pesanan jika ingin mendapat bonus.

Sistem performa dijalankan PT Go-Jek Indonesia karena banyaknya pelanggan yang mengeluhkan bahwa pesanan mereka sering ditolak. Kepuasan pelanggan adalah hal utama karena dari mereka bisnis bisa terus berjalan dan para pengemudi mendapat penghasilan.
Dengan sistem performa, maka para pengemudi Go-Jek mau tidak mau harus menerima setiap pesanan, dari manapun, dan kapanpun. Ini adalah sebuah kompetisi yang diciptakan oleh perusahaan. Kalau pengemudi ingin bertahan hidup dan memperoleh hadiah, mereka harus selalu awas dan siap mengambil pesanan.
Ibaratnya begini, jika kamu adalah pengemudi Go-Jek, kamu diharamkan untuk beristirahat, beribadah, atau pulang ke rumah saat ada anggota keluarga sedang sakit atau meninggal. Kamu harus selalu menatap layar smartphone untuk mendeteksi dimana target-target berkumpul (perkantoran, kampus, pusat perbelanjaan).
Ketika melayani pelanggan pun kita dilarang memikirkan soal hutang yang sudah hampir jatuh tempo sebab akan ada kecenderungan kamu jadi bersikap agak jutek saat dikejar-kejar rentenir. Padahal, kamu harus selalu tersenyum ramah dan kalau perlu mengajak ngobrol penumpang demi mendapat banyak bintang.
Pelanggan pun tidak salah jika berekspektasi akan memperoleh pelayanan prima dari Go-Jek karena mereka sudah kadung menjanjikan bahwa jasa mereka berbeda dari ojek konvensional. Go-Jek 'kan sejak awal sudah mendoktrin kita bahwa mereka mengutamakan kecepatan dan inovasi yang tidak kita dapatkan sebelumnya.
Oleh karena itu, mohon maaf para pengemudi Go-Jek, kalian jangan baper. Mungkin di situs perusahaan kalian dituliskan bahwa peningkatkan kesejahteraan pekerja di berbagai sektor informal di Indonesia dan keinginan untuk memberi dampak sosial adalah misi dari Go-Jek. Tapi, pelanggan juga wajib mendapat layanan sempurna.
Lalu, ketika perusahaan telah bekerja keras memberi tarif serendah mungkin dan hampir kehabisan uang sehingga harus mencari investor, kalian seharusnya jangan terlalu sering mengeluh tentang bonus atau kebijakan perusahaan. Apalagi kini kalian punya kompetitor-kompetitor yang tidak kalah gigih dalam mencari pelanggan. Maka, kalian semestinya tidak membolos kerja lalu pergi berdemo. Kalian harus sadar bahwa saat ini kalian sedang berada dalam The Hunger Games-nya industri transportasi online.