Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Ancaman Iklim yang Mengintai Petani, Nasi di Piringmu Masih Aman?

ilustrasi cuaca panas
ilustrasi cuaca panas (pexels.com/Pixabay)
Intinya sih...
  • Panen bakal terus menurun drastis
  • Tanaman menjadi lebih rentan terhadap serangan hama dan penyakit
  • Kebutuhan air irigasi akan melonjak tinggi
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Perubahan iklim bukan lagi sekadar isu di seminar lingkungan, melainkan kenyataan pahit yang kini dirasakan langsung oleh para petani di seluruh dunia. Mereka, yang menjadi garda terdepan penyedia pangan kita, kini berhadapan dengan musuh tak kasat mata: kenaikan suhu bumi. Ancaman ini mengintai lahan-lahan pertanian, mengganggu siklus tanam yang sudah diwariskan turun-temurun, dan pada akhirnya mempertaruhkan nasib ketahanan pangan global.

Kenaikan suhu secara bertahap mengubah cara alam bekerja. Pola hujan menjadi tak menentu, musim kemarau terasa lebih panjang dan menyengat, serta keseimbangan ekosistem mulai goyah. Bagi petani, kondisi ini berarti mereka harus berjuang lebih keras melawan ketidakpastian setiap hari. Berbagai penelitian ilmiah telah menunjukkan betapa seriusnya dampak ini, mengubah ladang yang subur menjadi medan pertempuran untuk sekadar bertahan hidup.

1. Panen bakal terus menurun drastis

ilustrasi petani
ilustrasi petani (pexels.com/DoDo PHANTHAMALY)

Hasil panen yang melimpah adalah harapan setiap petani. Sayangnya, harapan ini semakin sulit terwujud di tengah suhu yang terus memanas. Tanaman pangan utama seperti padi, jagung, dan gandum sangat sensitif terhadap panas berlebih. Suhu yang terlalu tinggi dapat mengganggu proses fotosintesis, yakni cara tanaman "memasak" makanannya sendiri. Akibatnya, pertumbuhan menjadi terhambat dan hasil panen pun merosot.

Berbagai studi yang dipublikasikan di jurnal Nature menunjukkan bahwa kenaikan suhu secara signifikan mengurangi hasil panen global. Meskipun para petani telah berusaha beradaptasi, misalnya dengan menggeser waktu tanam atau menggunakan varietas benih yang lebih tahan panas, upaya tersebut sering kali tidak cukup. Penelitian dari Stanford Sustainability Research juga mengamini hal ini, menegaskan bahwa adaptasi hanya mampu mengurangi sebagian kecil kerugian, bukan menghilangkan ancaman penurunan produksi secara keseluruhan.

2. Tanaman menjadi lebih rentan terhadap serangan hama dan penyakit

ilustrasi petani sedang panen
ilustrasi petani sedang panen (pexels.com/Zen Chung)

Suhu yang lebih hangat ternyata menjadi surga bagi perkembangbiakan hama dan penyebaran penyakit tanaman. Siklus hidup serangga hama menjadi lebih cepat, sehingga populasinya bisa meledak dalam waktu singkat. Di sisi lain, tanaman yang terus-menerus terpapar stres akibat panas akan mengalami penurunan daya tahan tubuh, membuatnya lebih mudah terserang penyakit.

Menurut Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA), kondisi ini menciptakan lingkaran setan bagi petani. Mereka harus mengeluarkan biaya lebih untuk pestisida dan perawatan ekstra, namun tanaman tetap rentan karena sistem imun alaminya melemah. Dilansir dari Frontiers in Plant Science, stres panas mengganggu proses fisiologis dalam tanaman, menjadikannya target empuk bagi jamur dan bakteri patogen yang sebelumnya tidak terlalu berbahaya.

3. Kebutuhan air irigasi akan melonjak tinggi

ilustrasi menyiram tanaman
ilustrasi menyiram tanaman (pexels.com/Alfo Medeiros)

Logika sederhana, semakin panas cuaca, semakin cepat air menguap. Inilah yang terjadi pada lahan pertanian. Suhu tinggi membuat tanah lebih cepat kering dan tandus. Tanaman pun akan melepaskan lebih banyak uap air melalui daunnya untuk mendinginkan diri, sebuah proses yang disebut evapotranspirasi. Fenomena ini menyebabkan tanaman "kehausan" lebih cepat dan lebih sering.

Akibatnya, petani terpaksa harus menyediakan air irigasi dalam jumlah yang jauh lebih besar dari biasanya. EPA menyoroti bahwa kenaikan kebutuhan air ini menjadi beban berat, terutama di wilayah yang sumber daya airnya sudah terbatas. Biaya untuk memompa air meningkat, sementara ketersediaan air di sungai atau sumur justru menurun. Ini adalah tantangan ganda yang menguras sumber daya alam sekaligus kantong para petani.

4. Kualitas gizi pangan yang kita konsumsi berisiko menurun

ilustrasi petani sedang panen
ilustrasi petani sedang panen (pexels.com/Kampus Production)

Ancaman kenaikan suhu ternyata tidak hanya soal jumlah, tetapi juga kualitas. Panas berlebih selama masa pertumbuhan tanaman dapat mengganggu proses pembentukan nutrisi penting di dalamnya. Buah bisa jadi lebih kecil, biji-bijian mengandung lebih sedikit protein, dan kandungan vitamin pada sayuran dapat berkurang secara signifikan.

EPA memperingatkan bahwa penurunan kualitas gizi ini adalah dampak tersembunyi dari perubahan iklim. Makanan yang kita konsumsi di masa depan mungkin tidak akan senutrisi makanan yang kita nikmati hari ini. Padi, gandum, dan sumber karbohidrat utama lainnya bisa jadi memiliki kandungan protein dan mineral yang lebih rendah, yang pada akhirnya dapat berdampak pada kesehatan masyarakat luas dalam jangka panjang.

5. Pendapatan petani menjadi tidak menentu dan penuh risiko

ilustrasi petani
ilustrasi petani (pexels.com/Rattasat)

Ini adalah kesimpulan logis dari semua masalah yang telah disebutkan. Ketika hasil panen menurun, biaya operasional untuk air dan pestisida membengkak, serta kualitas produk menurun, maka pendapatan petani pasti akan tergerus. Ketidakpastian menjadi teman sehari-hari mereka, membuat profesi ini semakin berisiko dan kurang menarik bagi generasi muda.

Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) menekankan pentingnya penerapan praktik pertanian cerdas iklim (climate-smart agriculture) untuk membentengi petani dari dampak buruk ini. Tanpa inovasi teknologi, dukungan kebijakan dari pemerintah, dan perubahan cara bertani, kesejahteraan petani akan terus terancam. Jika petani goyah, maka fondasi ketahanan pangan kita pun ikut rapuh.

Ancaman kenaikan suhu bagi para petani bukanlah fiksi ilmiah, melainkan sebuah krisis nyata yang sedang terjadi di depan mata kita. Nasib mereka adalah cerminan dari masa depan pangan kita semua.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ane Hukrisna
EditorAne Hukrisna
Follow Us

Latest in Science

See More

5 Hal Ajaib yang Terjadi Jika Manusia Punya 3 Jantung Seperti Gurita

22 Okt 2025, 21:29 WIBScience