Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Faktor Internal yang Membuat Individu Mudah Marah

ilustrasi orang marah (freepik.com/Stockking)
ilustrasi orang marah (freepik.com/Stockking)

Siapa sih  yang tidak akan terganggu dengan seseorang yang suka marah-marah? Bos pemarah, suami pemarah, istri pemarah, kakak pemarah, tetangga pemarah dan dari semuanya itu hanya akan membuat orang-orang sekitar merasa terganggu dan terlebih memperburuk suasana.

Jika orang sekitar kita atau barangkali kita sendiri memiliki sifat pemarah yang seperti bom waktu siap meledak kapan saja, maka pahamilah  barangkali terdapat faktor eksternal yang mengacaukan emosi. Namun demikian, faktor-faktor internal bisa juga menyebabkan individu secara tidak sadar bersifat mudah marah. Penasaran kan apa saja itu? Yuk, cek, barangkali ada dalam diri kita.

1. Individu dengan kepribadian koleris memang terlahir pemarah

Cara seseorang merespon kemarahan juga ditentukan oleh temperamennya (freepik.com/cookie_studio)
Cara seseorang merespon kemarahan juga ditentukan oleh temperamennya (freepik.com/cookie_studio)

Karena temperamen merupakan respons emosional dan perilaku seseorang terhadap lingkungan, maka ia akan menentukan kepribadian seseorang terkait caranya berinteraksi dengan orang lain. Temperamen bisa dominan, pasif, supel, atau lebih sensitif. Cara seseorang merespons kemarahan juga ditentukan oleh temperamennya.

Misalnya, pada seseorang dengan tipikal kepribadian koleris (dominan) akan lebih sulit mengendalikan kemarahan karena secara alami mereka memiliki karakter tidak sabaran dan mudah frustrasi, dilansir American Institute of Health Care Professionals. 

2. Sifat pemarah dapat disebabkan adanya kelainan pada struktur otak

kelainan pada struktur otak (freepik.com/rawpixel.com)
kelainan pada struktur otak (freepik.com/rawpixel.com)

Perilaku kasar yang disebabkan perasaan marah  rupanya ada kaitannya dengan kerusakan otak akibat cedera otak traumatik atau lesi otak. Misalnya, sebanyak 70 persen pasien dengan cedera otak traumatis akibat pukulan, guncangan keras di kepala atau benda keras menembus tengkorak menunjukkan perilaku mudah tersinggung dan kasar pasca cedera otak, dilansir Sciencedirect

3. Orang dengan trauma masa lalu bisa menjadi individu pemarah ketika dewasa

Orang dengan trauma masa  lalu bisa menjadi individu pemarah ketika dewasa (freepik.com/Freepik)
Orang dengan trauma masa lalu bisa menjadi individu pemarah ketika dewasa (freepik.com/Freepik)

Dalam istilah psikologi ada yang disebut sebagai inner child, yaitu pengalaman baik dan buruk yang dialami seseorang pada masa kecil dan membentuk kepribadiannya hingga dewasa. Dengan kata lain, baik buruknya kepribadian seseorang faktornya dibentuk oleh inner child yang positif dan negatif. Inner child positif akan membentuk kepribadian individu dewasa yang positif. Sebaliknya, inner child negatif akan meninggalkan trauma pada individu yang kemudian  mempengaruhi secara negatif tindakan dan karakter individu saat dewasa. 

Inner child yang terluka akan menyebabkan trauma masa kecil dan jika tidak diatasi dengan baik dapat menyebabkan gangguan mental, seperti PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder)  atau gangguan stres pascatrauma. Dilansir Verywell Mind , bahwa Kemarahan dan gangguan stres pasca-trauma (PTSD) sering terjadi bersamaan. Kemarahan orang dengan PTSD dapat menjadi diluar kendali sehingga pribadi ini dapat sangat agresif terhadap orang lain. Namun, orang dengan PTSD juga dapat menyembunyikan kemarahannya agar tak terlihat orang lain dan justru menyebabkan perilaku merusak diri sendiri. 

Orang dengan PTSD cenderung kesulitan mengatur emosi dan karenanya cenderung bereaksi berlebihan dalam menghadapi situasi yang memicu stress sehingga kurang memikirkan dampak tindakannya, dilansir Faculty of psychology UNiversitas Gadjah Mada.

4. Lingkungan yang pemarah akan mempengaruhi anak hingga dia menjadi orang dewasa yang pemarah

Lingkungan yang pemarah akan mempengaruhi anak hingga dia menjadi orang dewasa yang pemarah (freepik.com/master1305)
Lingkungan yang pemarah akan mempengaruhi anak hingga dia menjadi orang dewasa yang pemarah (freepik.com/master1305)

Ingat, pada prinsipnya anak akan meniru apa yang dilihatnya dan apa yang didengar dari lingkungan terdekat seperti keluarga. Pada dasarnya meniru adalah proses pembelajaran semua makhluk hidup. Begitupun anak meniru lingkungan sejak dia lahir. Meniru ekspresi wajah orangtuanya, meniru ketika kamu tersenyum, menjulurkan lidah, tertawa dan berbicara, kata Rosdiana, psikolog anak dan keluarga dalam Parenting

Hal ini akan terus berlangsung seiring bertambahnya usia, hingga ia akan meniru ucapan, gerakan, tindakan dan emosi orangtuanya. Rosdiana juga menambahkan, bayi yang terlahir tuli akan secara otomatis menjadi bisu bukan karena ada masalah dengan pita suara tapi karena bayi karena ia tidak dapat mendengar suara dan menirukannya. Jadi sudah paham kan, mengapa sifat pemarah pada orangtua akan ditiru oleh anak dan jika tidak segera diubah akan berkelanjutan hingga anak itu menjadi orangtua saat dewasa. 

5. Karakter pemarah diwariskan secara genetik

Karakter Pemarah diwariskan secara genetik (freepik.com/Karlyukav)
Karakter Pemarah diwariskan secara genetik (freepik.com/Karlyukav)

Apakah sifat pemarah diturunkan secara genetik? Dilansir Hybrid Counseling, penelitian menunjukkan bahwa variasi genetik tertentu dapat mempengaruhi sistem neurotransmitter di otak, mempengaruhi cara individu mengatur dan memproses emosi. Misalnya, variasi gen yang terkait dengan serotonin, neurotransmitter yang mengatur suasana hati, dapat membuat beberapa individu lebih rentan terhadap kemarahan dan agresi. 

Penelitian terhadap saudara kembar, masih dilansir dari laporan yang sama, dengan  membandingkan kembar identik (yang memiliki 100 persen gen yang sama) dengan kembar fraternal (yang memiliki sekitar 50 persen gen yang sama) menunjukkan bahwa genetika berperan besar dalam perilaku agresif dan masalah manajemen amarah. Namun demikian, penelitian ini juga tak menampik peran besar lingkungan dalam hal perilaku agresif dan manajemen marah meskipun terdapat faktor genetik. Faktor-faktor seperti pengalaman masa kanak-kanak, gaya pengasuhan, norma budaya, dan tingkat stres berdampak besar terhadap cara individu mengekspresikan dan mengelola kemarahan.

Hal yang perlu digaris bawahi, walaupun ada faktor genetik dalam diri individu terkait cara mengekspresikan emosi, perilaku agresif dan manajemen marah, pada akhirnya lingkunganlah yang akan membentuk karakter individu. Membantu individu mengelola emosi seperti mengajarkan strategi dan cara efektif terkait pengaturan emosi sejak usia dini dapat mengurangi dampak kecenderungan genetik. 

Terlepas dari apakah sifat pemarah itu disebabkan karena faktor-faktor internal seperti warisan genetik, pembawaan individu dengan karakter tertentu, pengaruh lingkungan, trauma masa kecil dan lain sebagainya, pendidikan dan dukungan keluarga memainkan peran penting dalam menyediakan lingkungan pengasuhan yang dapat meminimalisir dampak dari faktor-faktor internal tersebut. Jadi, yuk mulai dari keluarga sebagai pendidikan pertama dalam pembentukan karakter. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sari rachmah hidayat
EditorSari rachmah hidayat
Follow Us