5 Hewan Invasif di Pulau Kalimantan, Menggusur Populasi Satwa Lokal!

Bagi pencinta kucing mungkin mamalia mungil satu ini jadi peliharaan yang sangat menggemaskan. Namun ada kalanya kucing juga bisa menjelma jadi hama dan hewan invasif yang sangat merugikan. Kucing yang dimaksud di sini adalah Felis catus atau kucing domestik yang sering kamu pelihara dan jika dibiarkan jadi liar di alam maka statusnya akan berubah menjadi kucing feral. Kucing feral inilah yang merugikan dan menjadi hewan invasif.

Kucing feral ada di mana-mana, salah satunya di Pulau Kalimantan dan mereka sangat berbahaya karena sanggup membunuh satwa lokal sampai menyebarkan penyakit ke satwa lokal, jelas Charles Darwin Foundation. Tak hanya itu, secara khusus kucing feral juga terus menggusur populasi kucing hutan di Kalimantan yang akhirnya membuat populasi kucing hutan terus menurun. Saking berbahayanya kucing feral sampai-sampai masuk ke daftar 100 spesies invasif paling berbahaya di dunia.

Dibalik ukurannya yang kecil Calotes versicolor atau bunglon taman jadi salah satu hewan invasif yang sangat merugikan di Kalimantan, jelas artikel di jurnal Current Herpetology. Artikel tersebut menjelaskan kalau kehadiran bunglon taman mengancam eksistensi kadal lokal di Kalimantan. Bunglon taman mampu memakan serangga yang jadi makanan utama kadal lokal, akhirnya kadal lokal akan mati karena kehabisan makanan. Tak hanya itu, bunglon ini juga bisa menyebarkan penyakit ke kadal dan hewan-hewan lain.

Jika kamu tinggal di Kalimantan kamu bisa dengan mudah mengenali bunglon taman. Reptil ini punya panjang maksimal sekitar 37 cm, badannya panjang dan gemuk, kepalanya besar, dan sisiknya kasar. Duri yang panjang juga terlihat di lehernya, warnanya juga beragam, mulai dari cokelat, abu-abu, kekuningan, sampai jingga. Terakhir, bunglon taman juga bisa mengubah warna kepalanya menjadi merah saat musim kawin.

Tak hanya di darat, hewan-hewan invasif juga menghuni wilayah perairan, mau itu laut, sungai, danau, waduk, rawa, sampai selokan. Diantara banyaknya hewan invasif di perairan ikan sapu-sapu jadi salah satu hewan invasif yang paling merugikan. Bahkan tak hanya di Pulau Kalimantan, ikan bertubuh keras ini juga jadi hewan invasif yang penyebarannya sudah merambah seluruh benua di dunia, jelas artikel di jurnal Zool Stud.

Ada beberapa hal yang membuat ikan sapu-sapu sangat sukses sebagai hewan invasif. Pertama, ia punya kulit keras yang membuat predator kesulitan memakan dan membasminya. Kedua, ikan ini punya ketahanan tubuh yang sangat kuat sampai bisa hidup di air keruh dan tercemar. Terakhir, ikan sapu-sapu bahkan bisa hidup di daerah dengan sedikit pasokan air. Kelihatannya ikan sapu-sapu memang tidak berbahaya, namun nyatanya hewan ini bisa menyebarkan penyakit sampai membasmi biota air lokal seperti ikan kecil sampai tumbuhan.

Sudah menjadi rahasia umum kalau tikus jadi hama yang sangat merugikan karena bisa menyebarkan penyakit sampai membuat gagal panen. Bahkan tak hanya satu spesies, di Pulau Kalimantan ada berbagai spesies tikus. Salah satu diantaranya adalah Rattus norvegicus atau tikus cokelat yang sebenarnya berasal dari Eropa, jelas Global Invasive Species Database. Selain menjadi hama tikus cokelat juga merupakan hewan invasif sehingga sangat berbahaya bagi ekosistem lokal.

Tak cuma membunuh hewan lokal tikus cokelat juga bisa membuat petani merugi karena memakan buah, daun, atau tanaman di sawah dan kebun. Populasi tikus cokelat juga sangat melimpah bahkan populasinya bisa lebih banyak dari tikus-tikus lokal. Ketahanan hewan ini juga tak bisa diremehkan. Ia mampu hidup di berbagai habitat, mulai dari hutan, kebun, sawah, padang rumput, sampai area pemukiman. Jadi membasmi hewan ini merupakan hal yang bijak untuk dilakukan.

Bekicot atau Lissachatina fulica memang sudah menyebar dengan luas di Kalimantan, namun sebenarnya moluska ini tidak berasal dari Indonesia, lho. Dilansir iNaturalist, bekicot sebenarnya berasal dari Benua Afrika, tepatnya di daerah Afrika Timur. Hewan ini bisa hadir di Indonesia dan belahan dunia lain karena campur tangan manusia. Sekitar tahun 1800 dan 1900an banyak orang yang menjual dan mengenalkan bekicot ke Amerika, Eropa, dan Asia. Tak jarang bekicot juga secara tak sengaja menempel di kapal-kapal penjelajah.

Saat sampai di daerah baru bekicot dengan cepat bisa beradaptasi khususnya di daerah tropis seperti Indonesia. Populasi mereka terus meroket hingga tidak terkendali dan menjadi hewan invasif. Kehadiran bekicot sangat merugikan karena bisa menyebarkan penyakit, memakan tanaman di kebun, sampai merusak ekosistem. Karenanya hewan ini harus dibasmi dan jangan dibiarkan berkeliaran di alam.

Masalah hewan invasif bukanlah masalah yang sepele karena kehadiran mereka mampu merusak ekosistem, memusnahkan satwa lokal, sampai merugikan banyak orang. Hewan invasif juga hadi dalam berbagai jenis, mulai dari mamalia, reptil, sampai ikan. Untuk mengatasi masalah ini pemerintah harus berkolaborasi dengan masyarakat. Pemerintah harus memformulasikan upaya pencegahan dan pembasmian sementara masyarakat harus mendukung dan membantu upaya-upaya tersebut.