Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Mitos Seputar Sejarah yang Ternyata Hanya Karangan, Apa Saja?

Tembok Besar China (unsplash.com/Puk Khantho)

Banyak hal yang selama ini dipercaya sebagai fakta sejarah ternyata cuma mitos yang berkembang dari cerita turun-temurun atau kesalahan interpretasi. Masalahnya, karena sudah terlalu sering diceritakan, mitos ini seolah-olah jadi kebenaran mutlak yang sulit digoyahkan. Padahal, kalau ditelusuri lebih dalam, ada banyak bukti yang membantahnya.

Kadang-kadang, mitos yang salah bisa membentuk opini yang keliru tentang suatu peristiwa atau tokoh penting. Makanya, penting buat tahu mana yang benar-benar terjadi dan mana yang cuma karangan belaka. Yuk, kita bahas lima mitos sejarah yang ternyata gak sesuai fakta!

1. Napoleon Bonaparte itu pendek

Napoleon Bonaparte dan keluarganya (commons.wikimedia.org/Poro amara)

Salah satu mitos paling terkenal tentang Napoleon adalah anggapan bahwa dia pendek. Banyak yang membayangkan pemimpin Prancis ini sebagai pria kecil yang suka mengkompensasi kekurangan tinggi badannya dengan ambisi besar. Tapi faktanya, Napoleon punya tinggi sekitar 1,69 meter, yang sebenarnya rata-rata untuk pria Prancis di zamannya. Kesalahpahaman ini muncul karena perbedaan satuan pengukuran antara Prancis dan Inggris. Dalam satuan Prancis, tinggi Napoleon ditulis sebagai 5 kaki 2 inci, yang terdengar sangat pendek bagi orang Inggris. Padahal, kalau dikonversi ke ukuran modern, itu setara dengan tinggi normal. Selain itu, propaganda Inggris juga berperan dalam memperkuat mitos ini. Mereka sengaja menggambarkan Napoleon sebagai sosok kecil untuk meremehkan kepemimpinannya dan membuatnya terlihat kurang berwibawa.

Mitos ini bertahan lama karena sering diulang dalam budaya populer. Banyak film, buku, dan media yang terus menggambarkan Napoleon sebagai pria pendek dan mudah marah. Padahal, kalau melihat potret aslinya, dia selalu dikelilingi oleh pengawal yang lebih tinggi, sehingga terkesan lebih pendek. Jadi, anggapan bahwa Napoleon kecil dan pemarah itu lebih ke arah stereotip daripada kenyataan sejarah. Ini contoh bagaimana mitos bisa terbentuk dan bertahan karena pengaruh media dan propaganda.

2. Topi Viking memiliki tanduk

Topi Viking (commons.wikimedia.org/Wolfmann)

Setiap kali mendengar kata "Viking," kebanyakan orang langsung membayangkan sosok pejuang tangguh dengan helm bertanduk. Gambar ini sering muncul di film, buku, hingga kostum karnaval. Tapi kenyataannya, helm Viking gak pernah bertanduk. Bukti arkeologi menunjukkan bahwa helm yang digunakan para Viking itu sederhana, lebih mirip helm besi polos tanpa ornamen tambahan. Ide helm bertanduk ini baru muncul di abad ke-19, ketika desainer kostum untuk opera Jerman ingin menciptakan tampilan yang dramatis.

Kepercayaan bahwa Viking mengenakan helm bertanduk kemungkinan besar berasal dari penemuan beberapa artefak prasejarah yang berasal dari peradaban berbeda. Artefak ini sering disalahartikan sebagai peninggalan Viking, padahal usianya jauh lebih tua. Helm bertanduk mungkin pernah digunakan dalam ritual keagamaan atau upacara tertentu, tapi jelas bukan bagian dari perlengkapan perang Viking. Kalau mereka pakai helm bertanduk, justru akan lebih menyulitkan dalam pertempuran, karena bisa mengganggu keseimbangan dan mudah diserang. Jadi, anggapan bahwa para Viking bertempur dengan helm bertanduk itu murni mitos yang lahir dari seni dan imajinasi, bukan dari sejarah sebenarnya.

3. Abad pertengahan itu penuh dengan orang kotor dan jarang mandi

Crescenzi calendar (commons.wikimedia.org/Il Dottore)

Banyak yang mengira bahwa orang-orang di Abad Pertengahan hidup dalam kondisi yang super kotor, jarang mandi, dan bau badan mereka gak tertahankan. Gambaran ini sering muncul dalam film dan cerita fiksi, seolah-olah kebersihan adalah sesuatu yang langka di masa itu. Tapi kalau ditelusuri lebih dalam, justru sebaliknya. Orang-orang di Abad Pertengahan sebenarnya punya kebiasaan mandi yang cukup teratur. Mandi di pemandian umum adalah hal yang lumrah, terutama di kota-kota besar.

Sumber sejarah menunjukkan bahwa banyak rumah tangga memiliki tempat mandi sendiri, dan ada dokumen yang mencatat penggunaan sabun sejak abad ke-12. Bahkan, di beberapa kebudayaan seperti Islam dan Romawi yang masih berpengaruh di Eropa, praktik kebersihan sangat dijaga. Mitos tentang orang Abad Pertengahan yang jarang mandi ini muncul karena di beberapa periode, seperti saat Wabah Hitam, pemandian umum mulai ditinggalkan karena dianggap menyebarkan penyakit. Jadi, bukan berarti mereka malas mandi, tapi lebih karena keadaan yang memaksa mereka untuk menghindari tempat-tempat umum tertentu. Mitos ini menunjukkan bagaimana sebuah kebiasaan yang berubah karena kondisi tertentu bisa disalahartikan sebagai sesuatu yang berlaku untuk seluruh periode sejarah.

4. Tembok Besar China bisa dilihat dari luar angkasa

Tembok Besar China (commons.wikimedia.org/Jakub Hałun)

Sejak dulu, banyak yang percaya bahwa Tembok Besar China adalah satu-satunya bangunan buatan manusia yang bisa dilihat dari luar angkasa. Klaim ini sering diulang dalam buku, film, bahkan pelajaran sekolah. Tapi faktanya, para astronot yang benar-benar pergi ke luar angkasa mengatakan bahwa Tembok Besar justru sulit dilihat tanpa bantuan alat khusus. Ini karena warna dan materialnya menyatu dengan lanskap di sekitarnya, sehingga gak menonjol saat dilihat dari jauh.

Banyak struktur buatan manusia lain yang lebih mudah dilihat dari luar angkasa, seperti kota-kota besar dengan lampu terang atau ladang pertanian yang luas. Mitos tentang Tembok Besar ini kemungkinan besar berasal dari asumsi bahwa karena panjangnya yang luar biasa, pasti bisa terlihat dari luar angkasa. Padahal, panjang saja gak cukup, karena faktor warna dan ukuran juga berpengaruh dalam visibilitas suatu objek dari jauh. Jadi, meskipun Tembok Besar adalah salah satu keajaiban dunia, bukan berarti ia bisa langsung terlihat dari luar angkasa dengan mata telanjang.

5. Christopher Columbus menemukan Amerika

Christopher Columbus (commons.wikimedia.org/Fæ)

Salah satu mitos sejarah yang paling sering diajarkan di sekolah adalah bahwa Christopher Columbus menemukan Amerika. Kenyataannya, sebelum Columbus tiba di benua Amerika pada tahun 1492, sudah ada banyak suku asli yang tinggal di sana selama ribuan tahun. Bahkan, ada bukti kuat bahwa bangsa Viking, khususnya Leif Erikson, sudah mencapai bagian utara Amerika sekitar 500 tahun sebelum Columbus.

Columbus sendiri sebenarnya gak pernah benar-benar menginjakkan kaki di Amerika Serikat modern. Dia hanya mencapai beberapa pulau di Karibia dan mengira dirinya telah tiba di Asia. Meski perjalanannya membuka jalur eksplorasi Eropa ke Amerika, dia bukanlah orang pertama yang "menemukan" benua itu. Namun, mitos ini terus bertahan karena pendidikan di Barat sering menggambarkan sejarah dari sudut pandang Eropa, mengabaikan fakta bahwa sudah ada peradaban yang berkembang di sana jauh sebelum Columbus datang.

Sejarah selalu menarik untuk dipelajari, tapi gak semua yang selama ini dipercaya benar-benar terjadi. Banyak mitos yang berkembang karena kesalahan informasi atau propaganda. Dengan memahami fakta sebenarnya, kita bisa melihat sejarah dari sudut pandang yang lebih akurat dan kritis. Jadi, lain kali kalau mendengar cerita sejarah yang terdengar terlalu dramatis atau sempurna, ada baiknya buat cek lagi kebenarannya!

Referensi:

"Was Napoleon Short?" Britannica. Diakses pada Maret 2025.

"Historical Fact-Check: Vikings Myths Busted" HistoryExtra. Diakses pada Maret 2025.

"Did People in the Middle Ages Take Baths?" Medievalists. Diakses pada Maret 2025.

"Can You See the Great Wall of China from Space?" Britannica. Diakses pada Maret 2025.

"Christopher Columbus" Royal Museums Greenwich. Diakses pada Maret 2025.

 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Annisa Nur Fitriani
EditorAnnisa Nur Fitriani
Follow Us