Kisah W.R. Soepratman, Pencipta Lagu Kebangsaan Indonesia Raya 

Soepratman pernah menjadi wartawan di surat kabar Sin Po

Wage Rudolf Soepratman, bukan nama asing di telinga orang Indonesia mengingat dia adalah pencipta lagu kebangsaan kita, Indonesia raya. Sebagai pahlawan nasional, Soepratman meninggal dengan usia yang cukup muda, yaitu di umur 35 tahun.

Kisah hidup W.R. Soepratman tertuang pada banyak tulisan, namun satu literasi yang dipercaya mampu memberikan gambaran nyata kehidupan musisi sekaligus pahlawan nasional itu adalah buku yang ditulis oleh Oerip Kasangsengari, saudara ipar Soepratman.

Buku berjudul “Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dan W.R. Soepratman Pentjiptanja” yang dirilis pada 1967 itu ditulis berdasarkan kisah yang diceritakan sendiri oleh Soepratman kepada Oerip. Soerachman Kasangsengari selaku anak dari Oerip menceritakan ulang kisah pencipta lagu Indonesia Raya itu ketika IDN Times menemuinya di rumahnya, yang ada di area Ketintang, Surabaya.

Dari cerita panjang yang dilantunkan Soerachman, ternyata ada banyak kisah menarik yang tak banyak diketahui orang akan sosok musisi pahlawan tersebut. Berikut ini adalah kisah hidup dari pencipta lagu Indonesia Raya, W.R. Soepratman.

1. Soepratman adalah anak ketujuh dari sembilan bersaudara

Kisah W.R. Soepratman, Pencipta Lagu Kebangsaan Indonesia Raya Daftar silsilah keluarga W.R. Soepratman yang dipampang di area makam (IDN Times/Abraham Herdyanto)

Layaknya kehidupan anak manusia ke dunia ini, Wage Soepratman dilahirkan dari satu keluarga yang dibangun oleh Djoemeno Senen Sastrosoehardjo dan Siti Senen pada 9 Maret 1903 di Meester Cornelis atau sekarang disebut Jatinegara, Jakarta. Dirinya merupakan anak ketujuh dari sembilan bersaudara. Kala itu, Soepratman belum menyandang nama Rudolf sebagai nama tengahnya.

2. Diberikan nama Rudolf saat pindah ke Makassar

Kisah W.R. Soepratman, Pencipta Lagu Kebangsaan Indonesia Raya Monumen peringatan W.R. Soepratman yang dipasang di area makamnya. (IDN Times/Abraham Herdyanto)

Pada 1911, saat Soepratman berumur delapan tahun, sang ibu meninggal dunia. Ketiadaan ibu membuat hak asuh Soepratman dialihkan kepada kakak tertuanya, Roekijem Soepratijah yang pada saat itu telah menikah dengan seorang tentara Belanda Koninklijk Nederlands Indisch Leger (KNIL) bernama W.M. Van Eldik. Alhasil, Soepratman mengikutinya kakaknya yang berpindah ke Makassar demi mengikuti suaminya pada 1914.

Pada tahun tersebut dan di Makassar itulah, Soepratman mendapatkan nama tengah Rudolf. Dikarenakan Van Eldik seorang Belanda, Soepratman diberikan nama tambahan yang diletakkan di tengah, yaitu Rudolf, menjadi Wage Rudolf Soepratman. Tujuannya tak lain agar Soepratman dikenal sebagai bagian keluar Van Eldik dan Roekijem.

3. Dikeluarkan dari sekolah karena ketahuan bukan anak Van Eldik

Kisah W.R. Soepratman, Pencipta Lagu Kebangsaan Indonesia Raya ilustrasi sekolah (unsplash.com/Ivan Aleksic)

Saat masih di Jawa, Soepratman disekolahkan di sekolah Boedi Soetomo. Tentu saja perpindahan tempat tinggal itu mengharuskan dirinya bersekolah di tempat lain. Van Eldik pun menyekolahkan Soepratman di satu sekolah Belanda.

Sayangnya, pihak sekolah Belanda mengetahui bahwa Soepratman bukanlah anak dari Van Eldik dan Roekijem. Itu mengakibat Soepratman dikeluarkan dari sekolah. Tak mau terluntang-lantung tanpa pendidikan, Soepratman kembali disekolahkan di Normaalschool Makassar dan akhirnya berhasil menamatkan sekolah itu.

4. Tak boleh menjadi guru, Soepratman mulai belajar bermain musik

Kisah W.R. Soepratman, Pencipta Lagu Kebangsaan Indonesia Raya Patung W.R. Soepratman yang dibuat dan diletakkan di area makamnya. (IDN Times/Abraham Herdyanto)

Tak berhenti belajar Normaalschool, Soepratman mendapatkan pendidikan lebih tentang bahasa Belanda serta menjadi guru. Latar belakang pendidikan ini sempat membuatnya mau menjadi guru di Singkawang.

“Tetapi sama bu Roekijem tidak boleh karena jauh dari Makassar. Katanya ‘Mau apa kamu ke sana? Sudah, di sini saja,’” cerita Soerachman tentang kisah Soepratman yang mau menjadi guru itu.

Pada akhirnya, masa remaja Soepratman dihabiskan sepenuhnya di Makassar dan saat itulah, Soepratman memperoleh ilmu bermusiknya. Di suatu ketika, Van Eldik mencoba mengajarkan cara bermain gitar dan setelah bisa bermain, Van Eldik lanjut mengajarkan cara bermain biola. Di saat bertemu dengan biola inilah, Soepratman “jatuh cinta” kepada musik dan alat tersebut.

5. Soepratman sempat menjadi anak band jazz dan hidup berlebih

Kisah W.R. Soepratman, Pencipta Lagu Kebangsaan Indonesia Raya ilustrasi biola (unsplash.com/Lucia Macedo)

Ada momen kemakmuran dari seorang remaja W.R. Soepratman. Itu adalah kala Soepratman diajak menjadi bagian dari band yang dibentuk Van Eldik. Setelah mengajarkan Soepratman cara bermain biola, Van Eldik sadar kemampuan Soepratman akan terbuang sia-sia jika dibiarkan begitu saja.

Oleh karena itu, Van Eldik pun membuat band jazz bersama kawan-kawannya dan mengajak Soepratman menjadi bagian kelompok musisi itu. Dikenal selalu memakai seragam hitam putih, kelompok jazz itu dinamakan Black and White Jazz Band.

Di dalam momen menjadi anak band itu, Soerachman bercerita bahwa hidup W.R. Soepratman lebih dari berkecukupan. Dirinya mendapatkan banyak pemasukan dan itu semua didapat dari hasil menghibur sinyo-sinyo Belanda.

“Pokoknya dengan uang itu, W.R. Supratman bisa hidup berlebih-lebih menurut cerita bapak,” kenang Soerachman akan cerita kehidupan Soepratman dari ayahnya.

6. Bosan dengan kehidupan band-nya, Soepratman pulang ke tanah Jawa

Kisah W.R. Soepratman, Pencipta Lagu Kebangsaan Indonesia Raya Ilustrasi pulau Jawa (freepik.com)

Walaupun punya banyak uang dari bermain band, Soepratman memiliki kekosongan pada hatinya.

“Umur bertambah, keadaannya begitu-begitu saja. Soepratman pun jadi bosan,” cerita Soerachman.

Kondisi inilah yang membuatnya kembali pulang merantau ke tanah Jawa dan mendekam sejenak di Surabaya, di rumah kakak nomor tiganya, Roekinah Soepratirah.

Kehidupan di Surabaya pun tak berlangsung mulus seperti yang dikira W.R. Soepratman. Tak ada pekerjaan dan bingung mau bekerja apa, musisi itu kembali memutuskan untuk menuju ke rumah ayahnya yang ada di Cimahi yang sudah memiliki istri dan anak tiri.

“Itu sekitar 1925,” ingat Soerachman.

Baca Juga: Menilik Pergantian Ibu Kota dari Kacamata Sejarah Indonesia

7. Dari menjadi musisi radio hingga bekerja sebagai wartawan Sin Po

Kisah W.R. Soepratman, Pencipta Lagu Kebangsaan Indonesia Raya Satu halaman surat kabar Sin Po yang diterbitkan pada 1 September 1928. (repository.monash.edu)

Bertaruh kehidupan di Cimahi cukup memberikan hasil mengejutkan. Entah dari mana datangnya, Soepratman dapat bertemu dengan dua orang bersaudara Harahap. Mereka mengajak Soepratman tinggal di Bandung untuk bekerja sebagai musisi di radio Kaoem Moeda. Soepratman mengiyakan tawaran itu dan, seperti di Makassar, Soepratman kembali menjadi musisi yang tugas utamanya menghibur orang-orang Belanda.

Tak berlangsung lama hingga akhirnya radio Kaoem Moeda bangkrut. Uang yang sudah didapat Soepratman dari hasil bekerjanya di radio itu digunakan untuk kembali ke Jakarta. Di kota inilah, Soepratman kembali mendapatkan pekerjaan, namun bukan lagi menjadi musisi, melainkan sebagai wartawan di surat kabar Sin Po.

Tugas yang diberikan Sin Po mengantarkannya mengetahui perjuangan anak muda dalam memerdekakan Indonesia. Itu karena redaksi Sin Po menugaskan Soepratman untuk menulis artikel tentang rapat-rapat perjuangan yang kala itu marak diselenggarakan di Jakarta.

“Setiap hari dia memberitakan rapat-rapat itu dan itu terjadi pada 1926. Sepertinya ini yang membuat W.R. Soepratman menemukan semangatnya,” ujar Soerachman.

8. Menuju penciptaan lagu Indonesia Raya

Kisah W.R. Soepratman, Pencipta Lagu Kebangsaan Indonesia Raya Tiga stansa lirik Indonesia Raya yang diciptakan W.R. Soepratman (IDN Times/Abraham Herdyanto)

Suatu ketika di 1926, Soepratman mendapatkan satu surat kabar terbitan dari Solo. Dalam surat kabar tersebut, terdapat satu artikel yang menanyakan seperti ini: adakah musisi Indonesia yang bisa menciptakan lagu kebangsaan? Pertanyaan itu seketika membuat bersemangat W.R. Soepratman untuk menguji keterampilan bermusiknya dalam mencipta musik lagu kebangsaan.

Menarik untuk diketahui, karena di dalam proses penciptaan Indonesia Raya, Soerachman bercerita bahwa ayahnya dan Soepratman bertemu di Batavia saat itu. Di sana Oerip memberikan secercah ilmu mengenai musik negara, bahwa di tiap negara punya lagu kebangsaan sendiri-sendiri.

“Diajarkan juga lagu tentang bendera, lagu tentang perempuan atau ibu pertiwi. Pokoknya diberikan wawasanlah dari bapak,” kisah Soerachman.

Dari momen bertemu dan mendapat ilmu itu, dua tahun lamanya Soepratman mencipta lagu Indonesia Raya. Dia mulai mengotak-atik lirik hingga not musik Indonesia Raya dengan bersenjatakan biolanya. Lagu itu baru selesai dan akhirnya diperdengarkan pada saat Kongres Pemuda II.

“Indonesia Raya itu ada 3 stansa. Stansa 1 untuk berjuang, stansa 2 untuk mendoakan, dan stansa 3 untuk kemakmuran Indonesia. Nah, itu teks aslinya ke mana? Itu yang saya cari,” ucap Soerachman sambil tersenyum kecil kala itu.

9. Semenjak menggaungkan Indonesia Raya, Soepratman menjadi target pengawasan Belanda

Kisah W.R. Soepratman, Pencipta Lagu Kebangsaan Indonesia Raya ilustrasi pengawasan (unsplash.com/Dmitry Ratushny)

Tidak ada catatan pasti bagaimana proses kreatif yang dialami seorang W.R. Soepratman, tetapi Soerachman berpendapat bila seluruh pengalaman hidup musisi tersebut dituangkan semuanya dalam lagu tersebut. Sangat disayangkan, selain menenarkan namanya, lagu Indonesia Raya juga menjadikan W.R. Soepratman menjadi target operasi pemerintah Belanda.

Indonesia Raya yang mulai marak karena dikabarkan pertama kali oleh surat kabar Sin Po dan diteruskan kepada surat kabar lain, membuat pemerintah Belanda menjadi waspada. Belanda memutuskan memanggil Soepratman.

Dalam pertemuan itu, Belanda menyatakan keberatan dengan lirik Indonesia Raya yang memiliki kata “merdeka” di dalamnya. Mereka pun menyuruh mengganti kata-kata tersebut.

Agar tidak memperpanjang perdebatan, Soepratman pun mengganti kata-kata “merdeka” itu menjadi “mulia” untuk sementara waktu. “Tapi ini sudah kadung tersebar,” tambah cerita pelukis ini.

Semenjak saat itu, pergerakan Soepratman diawasi terus oleh pemerintah Belanda dan itu membuat dirinya tak mampu menghasilkan uang. Soerachman diceritakan oleh ayahnya bahwa W.R. Soepratman sampai harus menjual buku, baju, hingga lagunya demi mendapatkan uang.

10. Kondisi serba tak mengenakkan mendesak Soepratman untuk terus berpindah kota

Kisah W.R. Soepratman, Pencipta Lagu Kebangsaan Indonesia Raya Buku ciptaan Oerip Kasangsengari yang banyak mengisahkan kehidupan W.R. Soepratman (IDN Times/Abraham Herdyanto)

Tak bisa terus berada di pengawasan Belanda, W.R. Soepratman mengungsikan dirinya ke Cimahi pada 1930 dan lanjut ke Pemalang, ke rumah kakaknya,  pada 1935 akibat masih kuatnya pengawasan.

Kondisi ini semakin diperparah dengan adanya gangguan kesehatan yang didapat W.R. Soepratman, yaitu penyakit jantung, serta patah hati.

“W.R. Soepratman itu nggak mau ngomong siapa orang yang membuatnya patah hati ke bapak. Pokoknya dia ngomong patah hati,” kenang Soerachman.

W.R. Soepratman tidak lama tinggal di Pemalang dan itu akibat alasan yang sama, yaitu diintai pemerintah Belanda. Oleh karena itu, pada 1937 Soepratman melarikan diri ke Surabaya, hidup bersama Roekijem dan Van Eldik yang kembali dari Makassar, dan tinggal di kota itu. “Rumahnya tepatnya di jalan Mangga No. 21, Tambaksari.” Di kota inilah Soepratman kembali bertemu Oerip, ayah Soerachman, dan menghabiskan hidupnya di sana.

11. Soepratman berkesempatan bertemu dr. Soetomo dan membuatkan beberapa lagu untuknya

Kisah W.R. Soepratman, Pencipta Lagu Kebangsaan Indonesia Raya foto Parindra (weschool.id)

Saat di Surabaya, Oerip sering meluangkan waktunya untuk berkunjung menemui Soepratman. Soerachman menceritakan bahwa suatu minggu pagi, sang ayah mengajak Soepratman jalan-jalan dari Tambaksari ke Bubutan untuk berkunjung ke Gedung Nasional Indonesia (GNI). Saat itulah Soepratman berjumpa dengan sosok dr. Soetomo.

Dr. Soetomo yang saat itu membuat Parindra (Partai Indonesia Raya) mengetahui bahwa Soepratman punya latar belakang sebagai wartawan Sin Po, yang melihat Kongres Pemuda serta rapat-rapat lainnya. Dari sini dr. Soetomo meminta Supratman untuk bercerita apa saja yang dia lihat pada anggota-anggota Parindra. Tak hanya itu, dr. Soetomo juga meminta W.R. Soepratman untuk membuatkan lagu.

“Maka, jadilah dua lagu. Yang satu mars Parindra dan satunya lagi mars KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia),” lanjut Soerachman bercerita. Lagu ini nantinya diputar di radio NIROM (Nederlandsch-Indische Radio-Omroep Maatschappij).

12. Soepratman ditangkap dan sempat dimasukkan ke penjara Kalisosok

Kisah W.R. Soepratman, Pencipta Lagu Kebangsaan Indonesia Raya Makam W.R. Soepratman yang terletak di jl. Kenjeran, Surabaya (IDN Times/Abraham Herdyanto)

Pada tanggal 7 Agustus, W.R. Soepratman diminta menyanyikan dua lagu yang sudah diciptakan atas permintaan dr. Soetomo. Dua lagu itu akhirnya dinyanyikan di radio NIROM bersama anak-anak KBI. Dari acara di radio ini, pemerintah Belanda kembali mengendus keberadaan Soepratman dan segera menangkapnya.

Musisi yang menciptakan Indonesia Raya itu akhirnya dijebloskan ke dalam Penjara Kalisosok dan diinterogasi. Tidak ada yang tahu pasti seperti apa kondisi yang dialami Soepratman pada saat mendekam di penjara.

Dalam penginterogasian, pemerintah Belanda tidak menemukan adanya sesuatu dalam lagu mars KBI dan Parindra. Mereka akhirnya membebaskan Soepratman di 1938, namun saat dibebaskan, kondisi musisi itu sudah sakit berat.

Soerachman bercerita bahwa sang ayah tiap hari menjenguk Soepratman di rumahnya, di Tambaksari tersebut. Pada dua hari sebelum kematian, Soepratman berpesan kepada Oerip:

“Mas, beginilah nasibku. Pemerintah Belanda menghendaki demikian ini. Saya ikhlas. Toh saya sudah berjuang dengan caraku, dengan biolaku. Cuman saya yakin, Indonesia pasti merdeka.”

W.R. Soepratman meninggal pada 17 Agustus 1938 dan dikebumikan di jl. Kenjeran, Surabaya. Saat ini kamu bisa mengenali makamnya dengan mudah, karena didesain seperti biola dan dipisahkan tersendiri dari makam-makam lain.

Baca Juga: 9 Linimasa Sejarah Perjalanan Rupiah sebagai Mata Uang Indonesia

Topik:

  • Bayu D. Wicaksono
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya