Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apa yang Terjadi pada Hewan di Kebun Binatang saat Perang Dunia II?

ilustrasi leopard di kebun binatang (pexels.com/Tina Nord)

Sampai saat ini, Perang Dunia II jadi salah satu konflik terbesar yang pernah terjadi dalam sejarah manusia. Selama kurang lebih 6 tahun, ada puluhan juta nyawa manusia yang terenggut dalam konflik yang secara simultan terjadi hampir di seluruh dunia ini. Ada banyak aspek penting yang sudah dibahas terkait penyebab dan efek dengan Perang Dunia II terhadap manusia, tetapi tak begitu banyak yang berbicara efek konflik manusia ini pada alam, khususnya hewan.

Perang Dunia II jelas sangat destruktif bagi kontur alam di Eropa, Afrika, dan Asia-Pasifik. Namun, selain alam liar secara langsung, ada satu tempat buatan manusia yang jadi tempat berkumpulnya berbagai spesies hewan yang terdampak dari konflik manusia itu, yakni kebun binatang. Sebelum Perang Dunia II, ada banyak kebun binatang besar di berbagai tempat yang memiliki ragam hewan di dalamnya. Ketika perang meletus hingga berakhirnya perang, pertanyaan yang harus dijawab pastinya terkait dengan nasib hewan yang ada di dalamnya.

Nah, pada artikel kali ini, kita akan membahas soal dampak Perang Dunia II pada kebun binatang yang ada di seluruh dunia. Apakah hewan-hewan yang ada di dalamnya selamat, direlokasi, atau justru ikut menjadi korban dari konflik manusia ini? Yuk, cari tahu jawabannya bersama-sama!

1. Sebagian besar hewan yang ada di pusat konflik mengalami kematian

seekor anak gajah yang ada di Kebun Binatang Taronga pada tahun 1945 (commons.wikimedia.org/Sam Hood)

Pada saat Perang Dunia II meletus di Eropa, banyak kota besar dari negara partisipan perang itu menutup kebun binatang mereka. Hal tersebut dilakukan supaya tidak ada pengunjung yang datang dan mencegah hewan kabur jika nantinya kebun binatang tersebut hancur. Faktanya, ada begitu banyak kebun binatang yang hancur lebur karena pengeboman atau serangan langsung dari kota yang terlibat perang.

Dilansir Revisionist, Kebun Binatang Dresden dan Kebun Binatang Berlin di Jerman mengamali bombardir besar-besaran menjelang akhir Perang Dunia II. Para petugas kebun binatang tersebut menyaksikan sendiri hewan-hewan yang ada di dalamnya terdampak ledakan ataupun terbakar hidup-hidup karena kebun binatang terus terbakar hingga menjadi rata dengan tanah. Kalaupun ada hewan yang selamat dari pengeboman, mereka biasanya akan tetap mati beberapa hari kemudian karena mengonsumsi makanan yang terkontaminasi zat kimia berbahaya.

Kondisi serupa turut terjadi di Kebun Binatang London dan Kebun Binatang Whipsnade di Inggris saat Jerman melakukan invasi ke Britania Raya sekitar tahun 1940-an. Tentunya seluruh kebun binatang lain di daerah konflik Perang Dunia II turut mengalami hal yang sama, semisal Polandia, Uni Soviet (Rusia), Prancis, Italia, China, Jepang, dan lain-lain. Namun, kematian yang dialami hewan itu ternyata tidak hanya terjadi karena bom, bahan kimia, atau timah panas, melainkan "disengaja" oleh petugas kebun binatang itu sendiri.

London Zoo melansir kalau hewan-hewan berbisa yang ada di kebun binatang terpaksa harus dimatikan karena khawatir akan terlepas ketika efek ledakan menghancurkan pembatas kebun binatang. Selain itu, hewan-hewan yang ditempatkan di kandang dengan biaya pengelolaan yang tinggi juga dimatikan oleh petugas. Misalnya saja, ikan di akuarium, tempat mamalia air, hingga kandang untuk reptil.

Kebanyakan hewan yang sengaja dimatikan ini umumnya adalah hewan yang berpotensi berbahaya jika terlepas dan tidak termasuk hewan langka. Sementara itu, hewan-hewan langka yang berharga akan diprioritaskan untuk diselamatkan oleh petugas kebun binatang. Penyelamatan itu berupa relokasi ke tempat lain yang lebih aman. Selain itu, ada pula beberapa spesies hewan yang sebenarnya tidak langka, tetapi dibebasliarkan ke beberapa titik sehingga mereka dapat bertahan hingga akhir perang.

2. Hewan yang selamat harus bertahan dengan menu makanan terbatas

seekor tapir di Taman Safari Indonesia yang sedang makan (commons.wikimedia.org/Raffadhitya)

Sekalipun ada hewan yang dimatikan, direlokasi, dan dilepasliarkan, kebun binatang tetap merawat beberapa hewan lain yang sulit untuk direlokasi. Sayangnya, hewan-hewan yang terpaksa harus tinggal di kebun binatang itu harus menghadapi kondisi yang berat. Sebab, tak hanya merasa terancam secara terus menerus, tetapi mereka juga harus bisa bertahan dengan persediaan yang terbatas.

Whipsnade Zoo melansir kalau persediaan berbagai jenis makanan hewan kebun binatang jadi sangat terbatas, terlebih pada hewan herbivor karena harus berbagi jatah dengan hewan ternak, semisal sapi, kambing, domba, dan babi. Petugas kebun binatang harus mengorbankan lahan agar bisa diubah menjadi tempat bertani sebagai suplai makanan untuk hewan di sana. Malahan, kebun binatang terkadang harus berusaha memperoleh makanan untuk hewan di sana melalui bantuan pemerintah bidang pangan ataupun masyarakat setempat.

Sementara untuk hewan-hewan karnivor, kondisinya sama memilukan. Kebun binatang yang terdampak perang harus mengembangkan pakan alternatif (semisal cacing) hingga mengganti menu makanan bagi hewan yang ada di dalamnya. Tak jarang, hewan-hewan yang terlanjur mati pun dijadikan makanan bagi hewan yang masih bertahan. Saking memilukannya, ada satu kasus dimana kawanan pelikan yang biasa memakan ikan harus diganti menu makanan mereka menjadi daging yang dilumuri minyak ikan.

3. Dampak Perang Dunia II terhadap kebun binatang

kondisi Kebun Binatang Berlin pasca Perang Dunia II (commons.wikimedia.org/Berlińska Victoria , E. Kmiecik, "Ruch"1972)

Keadaan pascaperang ternyata masih sama memilukannya bagi para hewan di kebun binatang. Hewan-hewan yang selamat sudah pasti mengalami trauma berat sampai merusak mental mereka karena suara dentuman bom yang terus mereka dengar selama perang. Pada banyak kasus, trauma atau stres berlebih yang diterima hewan di kebun binatang pada akhirnya akan menyebabkan kematian pada mereka dalam waktu dekat.

Salah satu contoh paling mengerikan dapat diamati di Kebun Binatang Berlin, Jerman. Dilansir Revisionist, sebelum Perang Dunia II meletus, kebun binatang ini memiliki lebih dari 4 ribu mamalia dan 1.400 spesies burung di dalamnya. Ketika perang selesai, hanya ada 91 hewan yang dapat bertahan di Kebun Binatang Berlin.

Kondisi hewan yang tersisa pun jauh dari kata aman karena untuk memperoleh makanan, Kebun Binatang Berlin harus menerima izin dari otoritas Uni Soviet yang pascaperang menduduki Kota Berlin, dilansir Animals as Object. Kebanyakan kebun binatang yang mengalami kondisi parah terkait suplai makanan hewan terjadi di negara-negara poros yang kalah perang.

Di negara-negara lain, hewan yang direlokasi saat perang secara bertahap dikembalikan ke kebun binatang mereka masing-masing. Selain itu, beberapa spesies hewan yang mati di dalam kebun binatang turut digantikan dengan hewan-hewan baru yang diperoleh lewat berbagai cara. Menariknya, kondisi mengenaskan dari kebun binatang yang terdampak perang itu ternyata memicu reformasi besar-besaran terkait dengan pengelolaan kebun binatang di seluruh dunia.

National World War II Museum melaporkan bahwa kebun binatang makin ditegaskan sebagai otoritas resmi untuk pelestarian hewan-hewan liar yang terancam punah pasca Perang Dunia II berakhir. Selain itu, kebun binatang juga jadi salah satu bentuk diplomasi politik karena negara pemilik satu hewan endemik dapat mempererat hubungan dengan negara pemilik kebun binatang lewat pertukaran hewan langka. Langkah ini terus dilakukan hingga kebun binatang-kebun binatang yang terdampak Perang Dunia II perlahan pulih dari kondisi krisis yang mereka alami.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Izza Namira
EditorIzza Namira
Follow Us