Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Asal-usul Nama Tsunami, Bisakah Kedatangannya Diprediksi?

gambar kondisi desa di Jepang setelah tsunami (unsplash.com/NOAA)
gambar kondisi desa di Jepang setelah tsunami (unsplash.com/NOAA)

Kita tentu masih ingat peristiwa tsunami Aceh yang terjadi pada akhir tahun 2004 lalu. Diawali dengan gempa besar dengan magnitudo 9,3, gelombang tsunami setinggi 30 meter menyapu berbagai wilayah di Aceh dan menyebabkan 227.898 jiwa melayang hanya dalam waktu sekejap. Sejarah 7 tahun kemudian, tsunami yang gak kalah dahsyat juga menghantam Jepang dan merenggut 17.759 nyawa. Gak bisa dimungkiri, tsunami merupakan salah satu bencana alam yang paling mematikan dalam sejarah.

Meski menerjang kawasan pesisir pantai, tapi air bah akibat gelombang tinggi menyebar ke mana-mana, menyebabkan banyak kerusakan hingga kematian. Ditambah pengetahuan yang minim, membuat bencana ini jadi semakin fatal. Nah, supaya kita lebih waspada, yuk, cari tahu informasi mengenai tsunami. Bisakah kita mencegahnya?

1. Apa itu tsunami?

ilustrasi terjadinya tsunami (noaa.gov/Washington Geological Survey, Department of Natural Resources, Adam Switzer)
ilustrasi terjadinya tsunami (noaa.gov/Washington Geological Survey, Department of Natural Resources, Adam Switzer)

Dibandingkan dengan bencana alam lain, tsunami memang relatif jarang terjadi. Namun sekalinya terjadi, tsunami menyebabkan kerusakan besar. Dilansir NOAA, sederhananya tsunami adalah serangkaian gelombang besar. Gempa bumi, tanah longsor, hingga gunung meletus bisa menjadi beberapa pemicu terjadinya tsunami.

Namun di antara beberapa penyebab di atas, gempa Bumi di dasar samudra merupakan penyebab paling umum. Lempeng tektonik yang bergeser menggerakkan sejumlah besar air, dan membentuk gelombang raksasa yang bergerak dengan cepat. Kabar baiknya, gak semua gempa bawah laut dapat menyebabkan tsunami, hanya gempa dengan kekuatan minimal magnitudo 7,0 saja yang bisa memicu terjadinya tsunami.

2. Darimana asal-usul nama tsunami berasal?

ilustrasi terjadinya tsunami di Jepang pada abad ke 19 (commons.m.wikimedia.org/Katsushika Hokusai)
ilustrasi terjadinya tsunami di Jepang pada abad ke 19 (commons.m.wikimedia.org/Katsushika Hokusai)

Kita sering mendengar istilah tsunami, tapi jarang sekali orang tahu arti dibalik kata satu ini. Dilansir Malteser International, istilah tsunami sebetulnya berasal dari Bahasa Jepang yang kemudian diserap ke dalam Bahasa Inggris. Istilah tsunami sendiri merupakan gabungan dari dua kata yakni, tsu yang artinya 'pelabuhan', dan nami yang berarti 'gelombang'. Secara harfiah, tsunami berarti gelombang yang menerjang pelabuhan. Kata ini pertama kali digunakan di zaman Edo (1603-1868) ketika para nelayan pulang melaut dan mendapati pelabuhan yang sudah hancur lebur.

Mengingat laut yang tenang hari itu, membuat para nelayan mengasumsikan bahwa gelombang terjadi di tepi pesisir. Seiring waktu, diketahui bahwa meski gempa terjadi di dasar samudra, gelombang yang tercipta di lautan biasanya gak lebih dari 80 sentimeter. Namun ketika bergerak dan menghantam pesisir yang lebih rendah, gelombang kecil ini akan mengalami pertambahan massa yang mengubahnya menjadi gelombang raksasa.

3. Bisakah gelombang tsunami diprediksi?

gambar gelombang tinggi (unsplash.com/Matt Paul Catalano)
gambar gelombang tinggi (unsplash.com/Matt Paul Catalano)

Mengingat betapa masifnya kerusakan yang diakibatkan oleh tsunami, banyak orang mungkin berpikir bahwa tsunami akan lebih mudah ditangani ketika bencana ini bisa dideteksi lebih awal. Sayangnya sama seperti hampir semua bencana alam, tsunami juga sangat sulit diprediksi, bahkan meski pemicunya terjadi di dasar laut, para nelayan gak bisa menyadarinya. Meski waktunya cukup mepet, kita tetap bisa memiliki peluang untuk menyelamatkan diri dan orang sekitar dengan cara mengenali tanda-tanda terjadinya tsunami.

Dilansir NOAA, tanda yang paling pertama adalah terjadinya gempa bumi besar yang membuat kita terjatuh, dengan durasi sekitar 20 detik. Setelah gempa mereda, tanda tsunami selanjutnya akan muncul dari laut. Air laut yang tadinya normal mendadak surut atau mengalami kenaikan yang gak biasa, dan diikuti dengan suara keras dari arah laut. Jika kamu mengalami tanda pertama, segeralah menjauh dari area pantai dan pergilah ke daerah pegunungan atau dataran yang lebih tinggi. Jika itu mustahil dilakukan, segera cari bangunan kokoh yang tinggi sebagai tempat berlindung. Terakhir, jangan lupa peringatkan orang sekitar untuk menyelamatkan diri.

4. Seberapa sering tsunami terjadi?

gambar gelombang tinggi yang menerjang wilayah pesisir (unsplaah.com/Ray Harrington)
gambar gelombang tinggi yang menerjang wilayah pesisir (unsplaah.com/Ray Harrington)

Gempa bumi di bawah laut memang sering terjadi, tapi gak semuanya bisa menyebabkan tsunami. Dilansir CBC, tsunami yang merusak wilayah sekitar umumnya terjadi dua kali dalam satu tahun. Sedangkan tsunami yang lebih besar dengan jangkauan lebih dari 1.000 kilometer terjadi dua kali dalam sepuluh tahun. Sama seperti bencana alam lain, kita memang gak bisa memprediksi kapan dan di mana tsunami akan terjadi.

Pasalnya seluruh wilayah di dunia ini yang berbatasan langsung dengan perairan jelas memiliki potensi. Namun jika dibandingkan dengan wilayah lain, negara-negara yang berada di wilayah Cincin Api Pasifik seperti Indonesia dan Jepang memiliki risiko yang lebih tinggi. Sejak tahun 1990 hingga 2015 lalu, sekitar 78 persen tsunami terjadi di perairan Samudra Pasifik, 8 persen di Samudra Atlantik dan Laut Karibia, 6 persen di Mediterania, dan 5 persen di Samudra Hindia. 

Tsunami jelas bukan sesuatu yang bisa dicegah oleh manusia. Gak peduli sehebat apa teknologi yang kita punya, alam selalu lebih perkasa. Namun setidaknya dengan mengetahui informasi mengenai tsunami, kita bisa menanggulangi bencana ini dengan lebih baik, termasuk juga menyelamatkan ribuan nyawa dari situasi yang mengerikan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Izza Namira
EditorIzza Namira
Follow Us