Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Asteroid Tabrak Bumi di 2032, Peluangnya Cuma 2 Persen

ilustrasi sabuk asteroid (pixabay.com/Willgard)
ilustrasi sabuk asteroid (pixabay.com/Willgard)
Intinya sih...
  • Asteroid "2024 YR4" memiliki 2% peluang menabrak Bumi pada tahun 2032.
  • Para astronom terus mengamati asteroid ini untuk mengungkap lebih banyak detilnya, termasuk ukuran dan orbitnya.
  • Jika asteroid tersebut menabrak Bumi, bisa menyebabkan kerusakan parah pada wilayah setempat.

Asteroid yang baru saja ditemukan, yang dinamai "2024 YR4", memiliki peluang 2 persen untuk menabrak Bumi pada tahun 2032.

Melansir dari laman CNN, meskipun kemungkinan tabrakan itu kecil, para astronom terus mengamati batu antariksa ini untuk mengungkap lebih banyak detilnya—sebuah proses yang akan melibatkan observatorium paling canggih yang pernah diluncurkan ke ruang angkasa.

Pengamatan yang lebih dalam

Tidak banyak yang diketahui tentang 2024 YR4, tapi asteroid ini diperkirakan memiliki lebar 131 hingga 295 kaki (40 hingga 90 meter), sebuah rentang ukuran yang sebanding dengan bangunan besar.

Namun ukurannya bahkan tidak mendekati asteroid "pembunuh planet" yang menghantam Bumi 66 juta tahun yang lalu dan menyebabkan kepunahan dinosaurus.

Benda luar angkasa tersebut diperkirakan berdiameter 6,2 mil (10 kilometer) dan merupakan asteroid besar terakhir yang diketahui menabrak Bumi. Asteroid pembunuh planet adalah batuan antariksa yang berukuran 1 kilometer atau lebih besar dan bisa berdampak buruk pada kehidupan.

Meski begitu, asteroid yang lebih kecil bisa menyebabkan kehancuran regional jika ia berada di jalur tabrakan dengan Bumi. Karena itu, para astronom harus mencari tahu sesegera mungkin tentang 2024 YR4.

Dengan mendapatkan lebih banyak data, seperti menyempurnakan lintasan batu antariksa, kemungkinan terjadinya tabrakan langsung bisa diperkecil. Tapi, para astronom hanya punya waktu yang terbatas untuk mengamati asteroid ini sebelum menghilang dari pandangan pada bulan April.

Sekarang, para astronom berencana untuk mengarahkan teleskop James Webb ke arah 2024 YR4 dengan harapan bisa menentukan ukuran dan orbit batu antariksa tersebut.

Melacak batu antariksa

ilustrasi Bumi (pixabay.com/GooKingSword)
ilustrasi Bumi (pixabay.com/GooKingSword)

Teleskop Asteroid Terrestrial-impact Last Alert System atau ATLAS, di Rio Hurtado, Chili, pertama kali menemukan 2024 YR4 pada tanggal 27 Desember. Teleskop ini merupakan salah satu program penemuan asteroid yang didanai oleh Badan Penerbangan dan Antariksa (NASA) untuk memindai langit guna mencari asteroid dekat Bumi.

Perkiraan ukuran asteroid tersebut tidak banyak berubah sejak saat itu, meskipun telah dilakukan beberapa kali pengamatan menggunakan berbagai teleskop karena batu antariksa tersebut hanya bisa dipelajari menggunakan jumlah cahaya matahari yang dipantulkannya. Jumlah cahaya yang dipantulkan oleh permukaan asteroid digunakan untuk mengestimasi ukuran benda tersebut.

Teleskop Webb, yang dijadwalkan akan memulai pengamatan 2024 YR4 pada awal Maret, melihat alam semesta dalam cahaya inframerah. Webb akan dapat mengukur panas yang dipantulkan oleh asteroid dan memberikan perkiraan ukuran yang jauh lebih akurat.

Kerahkan berbagai teknologi

Sejak awal Januari, para astronom telah menggunakan Observatorium Magdalena Ridge di New Mexico, Teleskop Denmark, dan Very Large Telescope di Chili untuk melacak asteroid tersebut, yang saat ini berjarak lebih dari 30 juta mil (48 juta kilometer) dari Bumi dan bergerak semakin jauh dari waktu ke waktu.

Objek langit tersebut akan terlihat hingga awal April dan menghilang saat melanjutkan orbitnya mengelilingi Matahari.

Observatorium di Hawaii juga secara aktif melacak asteroid tersebut. Panoramic Survey Telescope and Rapid Response System (Pan-STARRS) yang terletak di gunung berapi Haleakalā, Maui, merupakan teleskop penemuan objek dekat Bumi yang terkemuka di dunia.

Pan-STARRS mampu mendeteksi asteroid ketika mereka berada jauh dari Bumi, dan saat ini teknologi tersebut menjadi bagian dari upaya untuk mengikuti pergerakan 2024 YR4.

Teleskop-teleskop di Hawaii merupakan salah satu alat yang paling penting untuk pertahanan planet. Berkat lokasi yang strategis dan teknologi canggih, astronom dapat menemukan, melacak, dan mempelajari asteroid dengan akurasi yang luar biasa.

Hal ini memberikan para ilmuwan waktu yang mereka butuhkan untuk mengevaluasi potensi ancaman dan mencari cara terbaik untuk merespons.

Tidak dalam waktu dekat

ilustrasi teleskop canggih (commons.wikimedia.org/NASA)
ilustrasi teleskop canggih (commons.wikimedia.org/NASA)

JWST masih dapat mengamati 2024 YR4 setelah asteroid tersebut berada di luar kemampuan pengamatan teleskop yang berbasis di Bumi, dan memberikan pengukuran posisi asteroid tersebut, menurut Badan Antariksa Eropa (ESA).

Setelah pengamatan awal pada bulan Maret, kampanye pengamatan kedua telah direncanakan untuk Mei. Para ilmuwan akan menggunakan data tersebut untuk memberikan pengukuran akhir dari orbit asteroid tersebut, serta bagaimana suhunya berubah ketika ia bergerak lebih jauh dari matahari.

Jika 2024 YR4 menghilang dari pandangan sebelum badan antariksa bisa mengesampingkan kemungkinan tabrakan, maka batu antariksa ini akan tetap berada dalam daftar risiko hingga kembali terlihat pada Juni 2028.

Perkiraan orbit asteroid saat ini menunjukkan bahwa asteroid ini kembali ke sekitar Bumi setiap empat tahun, tapi tidak akan menjadi ancaman pada tahun 2028, menurut University of Hawaii.

Pemetaan risiko

Memahami ukuran asteroid yang tepat dapat membantu para astronom untuk memperkirakan risiko jika 2024 YR4 ditetapkan berada di jalur tabrakan dengan Bumi di masa depan.

Jika asteroid itu ternyata berada di ujung dari kisaran ukuran yang diperkirakan, tabrakan itu dapat menghasilkan kerusakan ledakan sejauh 50 kilometer (31 mil) dari lokasi tabrakan.

Namun itu dalam kondisi yang tidak mungkin terjadi. Potensi kerusakan muncul karena kecepatan yang sangat tinggi (sekitar 17 kilometer per detik atau 38.028 mil per jam) saat asteroid memasuki atmosfer.

Asteroid sebesar ini menabrak Bumi setiap beberapa ribu tahun sekali dan dapat menyebabkan kerusakan parah pada wilayah setempat, menurut ESA.

Perbedaan dampak di masa lalu

ilustrasi asteroid yang akan menabrak Bumi (freepik.com/stockgiu)
ilustrasi asteroid yang akan menabrak Bumi (freepik.com/stockgiu)

Pada tahun 1908, sebuah asteroid selebar 30 meter (98 kaki) menghantam Sungai Podkamennaya Tunguska di hutan terpencil Siberia, Rusia, menurut Planetary Society. Peristiwa tersebut meratakan pepohonan dan menghancurkan hutan seluas 830 mil persegi (2.150 kilometer persegi).

Kemudian pada 2013, sebuah asteroid selebar 20 meter (66 kaki) memasuki atmosfer Bumi di atas Chelyabinsk, Rusia. Asteroid ini meledak di udara, melepaskan energi 20 hingga 30 kali lebih besar daripada bom atom pertama, menghasilkan kecerahan yang lebih besar daripada matahari, memancarkan panas, merusak lebih dari 7.000 bangunan, dan melukai lebih dari 1.000 orang.

Namun, jika 2024 YR4 memiliki kekuatan yang lebih besar, dampaknya bisa jauh lebih buruk.

Tapi bisa jadi punya efek besar

Jika asteroid tersebut ditemukan memiliki diameter dalam kisaran (50 meter), dan dikonfirmasi bahwa itu adalah asteroid berbatu, efeknya akan serupa dengan dampak Tunguska pada 1908, di mana area seluas (2.000 kilometer persegi) hancur dan 20 juta pohon terkena dampaknya.

Ini setara dengan area berdiameter lingkaran (25 kilometer). Jika lebih besar, dampaknya akan meluas hingga beberapa puluh kilometer.

Sekitar 3.000 objek dekat Bumi telah ditemukan setiap tahun. Tapi 2024 YR4 sulit ditemukan karena asteroid ini gelap, lebih kecil, dan lebih sulit dilihat dengan teleskop.

Para ilmuwan memperkirakan ada sekitar 600.000 objek berbatu yang ukurannya mirip dengan asteroid ini, tapi hanya sekitar 2 persen atau 12.000 yang sudah ditemukan.

Asteroid kecil selalu menghantam Bumi, hancur di atmosfer sebagai bola api. Sementara benda lebih besar dapat menyebabkan lebih banyak kerusakan, tetapi mereka lebih jarang menabrak Bumi. Masih banyak asteroid besar di luar sana yang belum ditemukan, itulah sebabnya peneliti terus memantau seluruh langit untuk memastikan bahwa Bumi tetap berada di jalur terdepan dalam menghadapi ancaman potensial.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Achmad Fatkhur Rozi
Misrohatun H
Achmad Fatkhur Rozi
EditorAchmad Fatkhur Rozi
Follow Us