Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Fakta Tane Mahuta, Pohon Kauri yang Usianya Lebih dari 2.500 Tahun

Tane Mahuta (commons.wikimedia.org/Szilas)
Intinya sih...
  • Tane Mahuta adalah pohon kauri terbesar di Selandia Baru, berusia lebih dari 2.500 tahun dan memiliki tinggi sekitar 51,2 meter dengan lingkar batang mencapai 13,8 meter.
  • Kauri dianggap sebagai pohon terbesar di dunia dan merupakan simbol penting dalam budaya Māori. Pohon ini memiliki volume kayu yang besar dan umurnya bisa mencapai 2000 tahun.
  • Pohon Kauri hanya ada di beberapa cagar alam dan sekarang dilindungi karena keberadaannya penting bagi ekologi dan budaya Māori. Upaya konservasi terus dilakukan untuk melindungi Tane Mahuta dari ancaman penyakit dan perubahan ekosistem.

Tane Mahuta adalah pohon kauri (Agathis australis) terbesar dan tertua di Selandia Baru yang menjadi simbol penting dalam budaya Māori. Berada di dalam hutan Waipoua, pohon raksasa ini diperkirakan berusia lebih dari 2.500 tahun dan memiliki tinggi sekitar 51,2 meter dengan lingkar batang mencapai 13,8 meter.

Nama "Tane Mahuta" sendiri merujuk pada dewa hutan dalam mitologi Māori, yang dipercaya sebagai pencipta kehidupan di bumi. Keberadaan pohon ini tidak hanya menjadi daya tarik wisata, tetapi juga memiliki nilai ekologis dan spiritual yang mendalam bagi masyarakat setempat. Berikut fakta-faktanya.

1. Terbesar ke-2 di dunia

Tane Mahuta adalah pohon Kauri terbesar yang masih hidup dan tumbuh di cagar alam Waipoua Forest. Pohon ini diperkirakan berusia 1200 tahun, dengan lingkar 14 meter dan tinggi 51 meter. Volume kayunya sekitar 245 meter kubik, yang berarti sekitar 100 kali lipat dari pohon pinus perkebunan pada umumnya.

Kauri dianggap oleh orang Selandia Baru sebagai pohon terbesar di dunia. Pohon ini dapat hidup hingga 2000 tahun dan telah tercatat mencapai usia 4000 tahun. Ukurannya jadi kedua terbesar setelah pohon sequoia raksasa di California, Amerika Serikat.

2. Bentuknya unik

Ilustrasi pohon kauri (commons.wikimedia.org/James Shook)

Pohon-pohon yang lebih besar memiliki batang yang mengesankan—melebar di mana batangnya menyatu dengan dahan-dahannya. Cabang-cabangnya terbentuk tinggi di batangnya sehingga menghasilkan volume besar kayu jernih berkualitas tinggi.

Pohon ini menjulang tinggi di antara pepohonan, seperti gunung es di Samudra Selatan. Karena ukurannya, orang-orang terlihat seperti kurcaci saat berdiri di dekat Tane Mahuta.

Sangat penting untuk tetap berada di jalur yang benar ketika wisatawan mengunjungi pohon-pohon ini karena akarnya sangat sensitif dan berjalan di atasnya akan mengurangi umurnya.

3. Ditemukan tahun 1924

Pohon ini adalah sisa dari hutan hujan subtropis kuno yang pernah tumbuh di North Auckland Peninsula. Kauri raksasa lainnya dapat ditemukan di dekatnya, terutama Te Matua Ngahere.

Tāne Mahuta adalah pohon paling terkenal di Selandia Baru, bersama dengan Te Matua Ngahere. Pohon ini ditemukan dan diidentifikasi pada awal Januari 1924 ketika para kontraktor mensurvei rute State Highway 12 yang sekarang melalui hutan. Pada tahun 1928 Nicholas Yakas dan para bushman lainnya, yang sedang membangun jalan, juga mengidentifikasi pohon tersebut.

4. Menjadi langka

Tane Mahuta (commons.wikimedia.org/Archives New Zealand)

Di tempat yang dulunya, Kauri tumbuh subur di bagian utara Pulau Utara. Tapi kini pohon ini sebagian besar terbatas pada hutan dan cagar alam. Di awal sejarah, area semak yang luas ditebang dan dibakar oleh suku Maori dan pemukim Eropa awal untuk membuka lahan pertanian. Hanya daerah-daerah yang aksesnya sulit yang memiliki Kauri yang bertahan dalam jumlah banyak.

Sifatnya yang tahan lama dan kemudahan pengerjaan kayunya membuat flora itu menjadi komoditas yang dicari sehingga sebagian besar hutan yang tersisa ditebang untuk memenuhi pasar ekspor yang sangat besar pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.

Banyak pohon ditebang untuk diambil kayunya, kemudian diekspor ke Inggris dan Amerika dan digunakan secara ekstensif dalam industri pembuatan kapal dan untuk rumah tinggal.

Sebagian besar area hutan telah hancur dan kemudian ditutupi oleh pasir, dan masih terkubur. Ada banyak teori tentang apa yang mungkin menyebabkan kehancuran massal ini.

5. Keindahan kauri

Dalam beberapa kasus, kayu, daun dan kulit kayu telah diawetkan dengan sempurna, bahkan mempertahankan beberapa warna hijaunya selama beberapa menit setelah terpapar udara.

Kayu yang telah dipoles memiliki kilau tiga dimensi dan warnanya berkisar dari warna madu muda hingga warna coklat muda. Kayu Kauri yang telah terkubur di rawa gambut terkadang diwarnai dengan warna kenari coklat tua dan dimanfaatkan untuk kerajinan tangan dan mebel (meskipun lebih sulit untuk dikerjakan dibandingkan dengan Kauri biasa).

Saat ini, pohon Kauri hanya ada di beberapa cagar alam—dan kini benar-benar dilindungi. Pohon-pohon yang megah ini sekarang menarik banyak pengunjung ke kawasan hutan alami dan telah membawa kesadaran baru tentang perlunya konservasi.

6. Pernah hampir mati

Tane Mahuta (commons.wikimedia.org/W. Bulach)

Selama kekeringan di Selandia Baru pada tahun 2013, 10.000 liter air dari sungai terdekat dialihkan ke Tane Mahuta, yang menunjukkan tanda-tanda dehidrasi.

Pada tahun 2018, pohon ini dianggap terancam oleh kauri dieback, penyakit yang umumnya fatal yang telah menginfeksi pohon kauri di dekatnya. Departemen Konservasi Selandia Baru memprakarsai sebuah rencana untuk melindungi dan menyelamatkan pohon tersebut dari kematian.

Tane Mahuta bukan sekadar pohon raksasa, tetapi juga warisan hidup yang menyimpan sejarah panjang dan nilai budaya yang mendalam. Sebagai simbol ketahanan alam dan spiritualitas Maori, keberadaannya mengingatkan kita akan pentingnya menjaga kelestarian hutan dan lingkungan.

Upaya konservasi yang terus dilakukan bertujuan untuk melindungi pohon ini dari ancaman penyakit dan perubahan ekosistem, sehingga generasi mendatang masih dapat menyaksikan keagungannya. Tane Mahuta adalah bukti nyata bagaimana alam dan budaya dapat saling terhubung, mengajarkan manusia untuk hidup selaras dengan lingkungan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Achmad Fatkhur Rozi
Misrohatun H
Achmad Fatkhur Rozi
EditorAchmad Fatkhur Rozi
Follow Us