Kenapa Gas Air Mata Dilarang dalam Perang, tapi Digunakan oleh Polisi?

Semua orang pasti sudah sangat familier dengan gas air mata, terutama bagi kamu yang kerap turun ke jalan untuk berdemonstrasi. Efek dari gas air mata membuat matamu memerah, perih dan berair. Senjata ini sering digunakan oleh polisi untuk memukul mundur demonstran. Sayangnya, penggunaannya sering mengakibatkan gesekan antara massa dan aparat keamanan yang bertugas. Suasana yang awalnya damai berubah jadi tegang saat gas air mata mulai ditembakkan.
Tidak hanya mata perih dan berair, gas air mata juga bisa mengakibatkan pernapasan terganggu. Apalagi dipicu dengan padatnya kerumunan dan rasa panik untuk mencari tempat yang aman. Penggunaannya memang menuai banyak kontroversi. Dalam aturan internasional, gas air mata dilarang digunakan dalam medan perang. Namun, kenapa boleh digunakan oleh kepolisian? Yuk, temukan jawabannya berikut ini!
1. Mengenal bahan di dalam gas air mata

Pasukan keamanan mengisitilahkan alat ini sebagai gas air mata, tapi sebenarnya agak keliru, lho. Pada penelitian yang dipublikasikan di British Medical Journal oleh Pierre-Nicolas Carron dan Bertrand Yersin, gas air mata bukanlah gas sama sekali. Lalu apa? Itu adalah zat kimia beracun yang mengiritasi, bentuknya bubuk atau tetesan tercampur dengan pelarut dalam konsentrasi yang bervariasi, biasanya kisaran 1-5 persen, dilansir Jstor Daily.
Itu kemudian dilemparkan dengan aerosol piroteknik atau larutan semprot. Saat terkena, kamu bisa merasakan sensasi terbakar pada kulit, tercekik, batuk, mata berair dan bahkan disertai oleh rasa mual. Dari efek tersebut, tidak heran mengapa kerumunan merasa panik jika terkena.
2. Gas air mata dilarang dalam perang, kenapa?

Pernahkah kamu mendengar mengenai Protokol Jenewa 1925 (Geneva Protocol of 1925)? Itu adalah kesepakatan penting yang dibuat oleh pimpinan dunia setelah Perang Dunia I berakhir. Mereka saat itu berkumpul di Swiss, hasilnya adalah melarang penggunaan senjata kimia dan biologi dalam perang. Gas yang disebutkan tidak merinci, tapi termasuk gas beracun dan bisa menyebabkan sesak napas.
Sayangnya, kesepakatan itu baru diratifikasi oleh Amerika Serikat pada tahun 1975, walaupun tetap ada pengecualian terhadap penggunaan riot control agent (seperti gas air mata). Baru pada tahun 1993, Majelis Umum PBB merampungkan Chemical Weapons Convention (CWC). Dalam konvensi tersebut, disebutkan pelarangan penggunaan riot agent control dalam peperangan, dilansir CNN US.
Jadi, gas air mata dilarang karena dikategorikan sebagai senjata kimia. Selain itu, sifatnya tidak bisa membedakan antara pejuang dan warga sipil, dikutip dari laman CBC. Ketika ditembakkan, gas air mata bisa menyasar siapa pun yang berada dalam lokasi tersebut. Itulah kenapa, penggunaan gas air mata akhirnya dilarang dalam perang.
3. Namun, gas air mata digunakan oleh aparat penegak hukum, kenapa?

Dalam CWC, disebutkan pengecualian terhadap penggunaan gas air mata. Aparat penegak hukum bisa menggunakan riot agent control (seperti gas air mata) untuk mengendalikan huru-hara domestik. Itulah mengapa polisi bisa menggunakannya terhadap warga sipil.
Sumber yang sama menjelaskan bahwa PBB mengeluarkan paduan baru yang di dalamnya membahas mengenai penggunaan gas air mata ini. Dipaparkan bahwa gas air mata harusnya hanya digunakan pada individu atau kelompok yang melakukan kekerasan, kecuali jika penggunaannya untuk pembubaran massa secara keseluruhan memang sah secara hukum. Namun, itu juga perlu mempertimbangkan dampaknya pada peserta aksi yang tidak melakukan kekerasan maupun masyarakat sekitar yang kebetulan berada di lokasi.
Selain itu, penting untuk mempertimbangkan potensi kepanikan di tengah kerumunan dan risiko yang dapat ditimbulkannya. Contohnya, gas air mata seharusnya tidak boleh ditembakkan ke area tertutup yang padat orang, seperti dalam tragedi Kanjuruhan. Jarak tembakan gas juga harus diperhatikan karena jika terlalu dekat, risikonya bisa fatal. Gas air mata juga seharusnya tidak digunakan di area sipil, seperti kampus, sekolah, stasiun, dan lain sebagainya.
Jadi, penggunaan gas air mata dalam perang dilarang karena tergolong sebagai senjata kimia. Jika digunakan, efeknya tidak bisa membedakan sasaran yang dituju. Meski ada pengecualian bagi aparat penegak hukum, penggunaannya tetap diatur ketat dan harus mempertimbangkan berbagai faktor.
Tidak heran mengapa banyak kecaman yang timbul, sebab paparan gas air mata terlalu lama dapat membahayakan, apalagi bagi individu dengan kondisi kesehatan tertentu. Karena itu, penggunaan gas air mata seharusnya mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Di Indonesia, penggunaan gas air mata diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 1 Tahun 2009.