Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Menguap Bikin Menular, Mitos atau Fakta?

ilustrasi seorang pria yang sedang menguap sambil memegang gelas (freepik.com/Like a Boss)
ilustrasi seorang pria yang sedang menguap sambil memegang gelas (freepik.com/Like a Boss)
Intinya sih...
  • Menguap merupakan fenomena universal yang diamati pada banyak spesies vertebrata, termasuk manusia, dengan tujuan mengoksidasi otak, mengatur suhu tubuh, dan memberikan sinyal sosial.
  • Alasan di balik menguap belum dikonfirmasi sepenuhnya, tetapi tampaknya terkait dengan ritme sirkadian dan interaksi sosial dalam kelompok.
  • Menguap yang menular tampaknya merupakan karakteristik dominan pada manusia, memainkan peran penting dalam komunikasi non-verbal dan terkait dengan empati serta interaksi sosial.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Ada sebuah anggapan yang mengatakan bahwa menguap bisa menular ke orang-orang di sekitarnya. Menguap merupakan fenomena universal, yang diamati pada banyak spesies vertebrata, dari serigala hingga burung beo, dan tentu saja manusia sejak usia dini.

Namun, mengapa kita cenderung menguap saat melihat orang lain melakukannya? Alasan mengapa menguap dilakukan oleh banyak spesies sejak lama adalah karena hal itu tampaknya merupakan mekanisme bertahan hidup yang diperlukan. Berikut penjelasannya.

Alasan menguap

Mengutip situs Science Alert, tujuan dari menguap adalah untuk mengoksidasi otak, mengatur suhu tubuh atau memberikan sinyal sosial serta tidak kekurangan hipotesis, baik di kalangan masyarakat umum maupun di komunitas ilmiah.

Gagasan yang tersebar luas bahwa menguap meningkatkan oksigenasi otak belum dikonfirmasi. Penjelasan lain menunjukkan bahwa menguap membantu mempertahankan fokus. Sekali lagi, tidak ada konsensus mengenai hal ini.

Namun, yang tampaknya lebih pasti adalah hubungan antara menguap dan ritme sirkadian, jam biologis kita.

Sebagian besar menguap terjadi saat istirahat, umumnya terkonsentrasi di sekitar fase bangun dan tertidur. Lebih tepatnya, menguap terjadi saat tubuh kurang waspada, seperggti saat tubuh mencerna makanan.

Sebagai sarana komunikasi?

ilustrasi kucing (Pixabay.com/dexmac)
ilustrasi kucing (Pixabay.com/dexmac)

Meskipun alasan di balik menguap belum dikonfirmasi, sifatnya yang "menular" menghasilkan penemuan penting dalam berbagai disiplin ilmu, baik dalam biologi maupun psikologi sosial.

Menguap dapat memainkan peran penting dalam interaksi sosial, seperti yang diamati pada burung unta di mana mereka menggunakannya untuk menyelaraskan perilaku kelompok. Seperti manusia, mereka sering menguap saat beralih dari bangun ke istirahat, atau sebaliknya.

Menguap kemudian dapat berfungsi sebagai sinyal yang menunjukkan perubahan aktivitas atau kewaspadaan, memastikan bahwa semua anggota kelompok waspada atau beristirahat pada saat yang sama, meningkatkan keselamatan bersama dan menjaga ritme kelompok.

Namun, menguap yang menular tampaknya merupakan karakteristik yang dominan pada manusia, beberapa pengecualian seperti simpanse atau monyet singa.

Kekhususan ini memperkuat gagasan bahwa menguap pada manusia, selain fungsi fisiologisnya, merupakan sarana komunikasi non-verbal. Hipotesis utamanya adalah menguap membantu menyinkronkan perilaku kelompok, suatu fungsi yang mirip dengan burung unta.

Berhubungan dengan empati

Ilustrasi seseorang merasa lelah dan mengantuk di tengah waktu bekerja (pexels.com/Andrea Piacquadio)
Ilustrasi seseorang merasa lelah dan mengantuk di tengah waktu bekerja (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Melihat atau mendengar seseorang menguap tampak seperti merangsang wilayah otak yang terlibat dalam imitasi dan empati, khususnya berkat neuron cermin.

Neuron-neuron ini diaktifkan dengan mengamati tindakan—misalnya ketika seorang anak mengikuti gerakan orang tuanya untuk mengikatkan tali sepatu.

Namun, area otak tertentu yang secara khusus terlibat dalam menguap yang menular merupakan bagian dari jaringan saraf yang terkait dengan empati dan interaksi sosial.

Empati tampaknya memainkan peran kunci untuk kasus menguap yang menular. Individu dengan gangguan sosial, seperti autisme atau skizofrenia, tampaknya kurang reseptif untuk meniru menguap dari orang lain.

Penelitian bahkan menunjukkan bahwa faktor eksternal seperti pernapasan dan suhu tubuh masing-masing dapat mengurangi dan meningkatkan penularan menguap.

Pengamatan ini memperkuat gagasan bahwa persepsi penularan mungkin dibesar-besarkan, sebagian karena penelitian sering kali melibatkan pengamatan individu dalam kelompok.

Dinamika ini dapat memengaruhi frekuensi menguap yang diamati, menunjukkan bahwa tidak selalu melihat seseorang menguap memicu reaksi yang sama, melainkan kehadiran dan interaksi dalam kelompok.

Jadi, jika mendapati diri menguap saat rekan kerja menguap setelah makan siang, mungkin saja bukan masalah "menguapnya". Sebaliknya, bisa jadi itu hanyalah konteks bersama yang memicu reaksi menular.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Achmad Fatkhur Rozi
Misrohatun H
Achmad Fatkhur Rozi
EditorAchmad Fatkhur Rozi
Follow Us