Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

11 Penemuan Sains yang Justru Berdampak Negatif bagi Kehidupan

ilustrasi sampah plastik
ilustrasi sampah plastik (pexels.com/Gustavo Fring)

Dikutip Smithsonian Magazine, catatan fosil ngasih tahu kita bahwa sekitar 2,6 juta tahun yang lalu, manusia purba menggunakan batu untuk memalu, memotong, dan tugas-tugas penting lainnya bagi kelangsungan hidup mereka. Peralatan batu ini dianggap sebagai penemuan pertama yang diketahui. Sejak saat itu, umat manusia terus berinovasi.

Kendati demikian, meskipun suatu penemuan diciptakan dengan niat baik, penemuan dapat menjadi pedang bermata dua. Beberapa penemuan memberikan solusi yang ampuh dan efektif sekaligus menghabiskan sumber daya alam yang terbatas. Ada pula penemuan yang secara efisien mengatasi masalah mendesak, tapi menciptakan masalah baru yang sebelumnya tidak terpikirkan.

Talidomida, misalnya, awalnya dianggap aman dikonsumsi ibu hamil untuk mengatasi mual di pagi hari dan tidur yang lebih nyenyak. Namun, penelitian selanjutnya mengungkapkan bahwa lebih dari 10.000 bayi lahir dengan masalah perkembangan atau meninggal hanya beberapa bulan setelah lahir. Akhirnya, terjadilah perubahan besar-besaran dalam pengujian dan regulasi obat.

Banyak kasus inovasi yang gagal dan hal ini memberikan pelajaran penting. Ketika disalahgunakan, digunakan secara berlebihan, atau dieksekusi dengan buruk, bahkan penemuan yang paling bermanfaat pun dapat menimbulkan kerugian yang tak terduga. Nah, atau lebih buruknya lagi, jauh lebih banyak kerugiannya daripada manfaatnya. Apa saja penemuan yang justru membawa dampak negatif bagi kehidupan?

1. Senjata nuklir

bom nuklir China
bom nuklir China (commons.wikimedia.org/Max Smith)

Pengembangan senjata nuklir berawal dari penemuan fisi nuklir. Hal ini terjadi ketika sejumlah besar energi dilepaskan saat inti atom terbelah. Amerika Serikat sendiri adalah negara pertama yang berhasil memanfaatkannya untuk peperangan, dan hingga kini menjadi satu-satunya negara yang pernah menggunakan senjata nuklir dalam pertempuran.

Tidak mengherankan, sih, saat dunia menyaksikan dampak dari serangan rudal nuklir, segelintir negara adidaya berlomba-lomba mengembangkan teknologi senjata nuklir sendiri. Sementara itu, seluruh dunia menyerukan untuk menghapus senjata nuklir, karena dianggap terlalu berbahaya. Di sisi lain, China, Prancis, India, Korea Utara, Pakistan, Rusia, dan Inggris secara resmi mengakui program senjata nuklir mereka sendiri. Afrika Selatan mengembangkan senjata nuklirnya sendiri pada 1970-an, akan tetapi menghentikan program tersebut pada tahun 1991, dan menjadi satu-satunya negara yang menghentikan aktivitas nuklirnya.

Banyak yang telah ditulis dan dipelajari tentang dampak bencana nuklir. Hal ini juga terdokumentasi dengan baik dari uji coba dan penyebaran senjata nuklir. Yap, dampak nuklir ini tidak hanya terhadap kehidupan manusia, tapi juga terhadap lingkungan dan organisme lain di planet ini.

Di samping itu, konflik Israel-Iran pada tahun 2025 terungkap bahwa Israel menyerang fasilitas militer Iran sebagai tindakan "pencegahan" terhadap pembangunan bom nuklir. Meskipun begitu, tindakannya tidak bisa dibenarkan juga, mengingat sejumlah negara juga memiliki fasilitas nuklir.

2. Lemak trans

margarin yang mengandung lemak trans
margarin yang mengandung lemak trans (commons.wikimedia.org/Kagor)

Pada awal era 1900-an, para ilmuwan menemukan bahwa melalui penambahan hidrogen, minyak sayur cair tetap dalam keadaan semi-padat, bahkan ketika tidak dibekukan atau didinginkan. Metode ini, yang disebut hidrogenasi parsial, memungkinkan produsen untuk memperpanjang umur simpan produk makanan sekaligus meningkatkan penampilan dan rasanya. Ditambah lagi dengan fakta bahwa bahan-bahan yang mengandung minyak terhidrogenasi parsial (misalnya, margarin) lebih murah ketimbang mentega atau lemak babi. Minyak nabati pun akhirnya menjadi tambahan pada banyak makanan panggang dan camilan komersial.

Nah, karena hidrogenasi parsial tidak memengaruhi semua ikatan kimia dalam minyak tertentu, proses ini menciptakan asam lemak trans (atau lemak trans). Dikutip AOCS, pada era 1990-an, para peneliti menemukan bahwa konsumsi lemak trans ternyata dapat menyebabkan sejumlah masalah kesehatan, seperti meningkatnya kolesterol lipoprotein densitas rendah (LDL), yang disebut juga kolesterol jahat. Masalah kesehatan ini dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, obesitas, dan diabetes. Selain itu, produk makanan olahan tinggi yang mengandung minyak terhidrogenasi parsial juga cenderung tinggi kalori, gula, lemak, atau natrium, sehingga memperparah potensi risiko kesehatan yang menyertainya.

Baru pada tahun 2015, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) menyatakan bahwa lemak trans tidak aman untuk dikonsumsi. Produsen makanan pun harus menghindari penggunaannya dalam produk mereka. Namun, meskipun ada kampanye intensif dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan kelompok-kelompok terkait lainnya, lemak trans belum sepenuhnya dihilangkan dari rak-rak toko maupun swalayan.

3. Pencahayaan buatan

pusat Kota Melbourne, Victoria, Australia di malam hari yang syarat akan pencahayaan buatan
pusat Kota Melbourne, Victoria, Australia di malam hari yang syarat akan pencahayaan buatan (commons.wikimedia.org/Rabich)

Bisakah kamu membayangkan dunia tanpa penerangan listrik sama sekali, atau pencahayaan buatan? Wah! Pasti gelap banget, sih. Memang tidak diragukan lagi bahwa penemuan dan penyebaran cahaya buatan, dari lampu bertenaga gas batu bara era 1700-an hingga lampu neon dan dioda pemancar cahaya atau Light Emitting Diode (LED) yang kita pakai saat ini, telah mengubah cara masyarakat bekerja.

Jalanan di malam hari tidak lagi diselimuti kegelapan, sehingga kita bisa melakukan kegiatan, bahkan di malam hari. Namun, penelitian mengungkapkan bahwa cahaya yang ditawarkan dari penerangan buatan justru merugikan lingkungan, makhluk hidup lain, dan bahkan diri kita sendiri, lho. Akhir-akhir ini, polusi cahaya mengganggu jam biologis dan siklus tidur maupun bangun kita. Serta mengurangi kemampuan kita untuk melihat keberadaan bintang-bintang di langit malam.

Menurut tinjauan tahun 2015 terhadap 85 artikel yang diterbitkan di Chronobiology International, paparan cahaya buatan di malam hari atau Artificial Light at Night (ALAN), khususnya di luar ruangan, rupanya meningkatkan risiko kanker payudara. Sementara itu, paparan ALAN "kronis" punya efek yang serius pada otak, jantung, dan metabolisme tubuh manusia.

Terakhir, sebuah artikel tahun 2018 di Ecology & Evolution mengeksplorasi berbagai cara ALAN berdampak negatif pada serangga nokturnal, termasuk mengganggu kemampuan navigasi, membuat mereka lebih rentan terhadap predasi, dan bahkan membutakan serangga nokturnal ini.

4. Klorofluorokarbon (CFC)

tangki freon
tangki freon (commons.wikimedia.org/USEPA Environmental-Protection-Agency)

Pada awal era 1900-an, AC dan kulkas rumah tangga mengandalkan refrigeran seperti amonia, sulfur dioksida, dan propana. Bahan kimia yang jika terjadi kebocoran, bisa berpotensi mematikan. Sebuah tim peneliti yang didanai perusahaan, termasuk seorang insinyur kimia bernama Thomas Midgley Jr., yang juga menemukan bensin bertimbal, berusaha menemukan alternatif yang lebih aman. Alhasil, ia menemukan jenis CFC yang disebut diklorodifluorometana (Freon-12).

Freon-12 pun menjadi refrigeran pilihan bagi banyak produsen peralatan rumah tangga di Amerika, dan satu-satunya pendingin yang diizinkan di gedung-gedung publik di Amerika. Selain itu, karena dinilai "aman" dan biaya produksi yang relatif rendah, perusahaan pun menggunakan CFC sebagai propelan untuk produk dalam kaleng aerosol, seperti semprotan rambut, cat, dan sebagainya.

Pada era 1970-an, perusahaan-perusahaan di seluruh dunia, memproduksi hampir satu juta ton CFC setiap tahunnya. Namun, sekitar waktu yang sama, para ilmuwan menemukan sisi negatif dari penggunaan CFC. Begitu molekul CFC mencapai stratosfer, radiasi ultraviolet dari matahari memecahnya, memicu reaksi berantai yang dapat menipiskan lapisan ozon, perisai tak kasat mata Bumi dari radiasi matahari yang berbahaya, seperti yang dilansir CNN.

Bukti yang paling jelas adalah sebuah makalah tahun 1985 di Nature yang mengungkap adanya lubang di lapisan ozon Antartika. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya adopsi dan penggunaan CFC. Dua tahun kemudian, Protokol Montreal ditetapkan, yang bertujuan untuk menghapus CFC dari produksi. Sayangnya, masalah ini masih jauh dari kata selesai. Dalam sebuah makalah tahun 2023 di Nature, berjudul "Global Increase of Ozone-Depleting Chlorofluorocarbons from 2010 to 2020," yang ditulis Luke M Western, dkk, mencatat bahwa terjadi peningkatan CFC di seluruh dunia antara tahun 2010 sampai 2020.

5. Sirup jagung tinggi fruktosa

ilustrasi minuman supermarket
ilustrasi minuman supermarket (pexels.com/Nothing Ahead)

Meskipun keduanya berasal dari jagung, sirup jagung dan sirup jagung tinggi fruktosa ternyata punya satu perbedaan utama, nih. Sirup jagung mendapatkan rasa manisnya dari glukosa, yang kurang manis dibandingkan gula pasir (sukrosa). Oleh karena itu, produsen makanan yang mencari pengganti gula yang lebih murah biasanya akan menambahkan enzim ke dalamnya untuk mengubah sebagian glukosa menjadi fruktosa, yang lebih manis daripada glukosa dan sukrosa. Inilah sebabnya, kamu akan menemukan sirup jagung tinggi fruktosa di bahan-bahan pembuatan kue kering, soda, jus, dan bumbu di supermarket.

Namun, para ilmuwan memperingatkan bahwa mengonsumsi terlalu banyak pemanis ini dapat menimbulkan masalah kesehatan. Menurut ahli diet bernama Kate Patton, sirup jagung tinggi fruktosa dapat meningkatkan produksi lemak di hati. "Tubuh kita hanya menyerap dan menggunakan sejumlah lemak tertentu. Jadi, sisanya disimpan sebagai trigliserida (sejenis lemak dalam darah) atau sebagai lemak tubuh," ungkap Kate Patton, seperti yang dilansir Cleveland Clinic.

Penumpukan lemak ini dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes, serta peningkatan tekanan darah dan kadar kolesterol. Makalah tahun 2017 yang diterbitkan di PLoS One juga mengamati hubungan antara konsumsi sirup jagung tinggi fruktosa dengan gangguan metabolisme dan gangguan fungsi dopamin.

6. Makanan cepat saji

ilustrasi makanan cepat saji
ilustrasi makanan cepat saji (pexels.com/Pixabay)

Terlepas dari banyaknya rahasia kotor tentang restoran cepat saji yang mungkin sudah kamu ketahui, ada satu hal yang pasti, makanan cepat saji bukanlah makanan sehat. Yap, hampir semua orang tahu itu. Namun, bukan karena tidak sehatnya, melainkan kamu yang tidak bisa berhenti mengonsumsi makanan cepat saji. Ngaku aja, deh!

Penelitian yang diterbitkan di Health Promot Perspect pada 2016 menunjukkan bahwa tingginya jumlah kalori, gula, natrium, lemak trans, dan bahan-bahan lain yang kurang sehat dalam makanan cepat saji dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk tekanan darah tinggi, gula darah tinggi, peradangan, kenaikan berat badan, penurunan mikrobioma usus, dan kekurangan nutrisi, serta peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, demensia, diabetes, dan berbagai jenis kanker.

Ada juga dampak negatif lain dari makanan cepat saji yang jarang dibicarakan. Ambil contoh, sampah kemasan makanan cepat saji. Wah! Kenapa, ya? Para ahli memperkirakan bahwa pengiriman dan pengemasan makanan siap saji menyumbang banyak sampah dari jutaan metrik ton sampah plastik yang dihasilkan di Amerika Serikat saja.

7. Plastik sintetis

ilustrasi sampah plastik
ilustrasi sampah plastik (pexels.com/Gustavo Fring)

Plastik sintetis (atau hanya plastik) pertama kali hadir di awal abad ke-20. Para produsen saat itu sedang mencari bahan baku baru untuk menggantikan sumber daya alam yang terbatas, seperti gading, tanduk, dan kulit penyu, yang selama ini mereka gunakan. Plastik, yang dihasilkan melalui proses pemaparan bahan kimia tertentu ke dalam tekanan dan panas yang intens, bisa menghasilkan bahan yang tahan lama, mudah diproduksi, dan hemat biaya untuk memproduksi massal segala sesuatunya, mulai dari suku cadang peralatan hingga barang-barang dekoratif. Setelah penelitian yang dilakukan selama puluhan tahun, akhirnya menghasilkan formulasi plastik baru, yang membuka jalan bagi produk-produk plastik.

Produk plastik termasuk benda yang paling lama terurai. Rata-rata, kantong plastik membutuhkan waktu dua dekade untuk terurai. Sementara itu, sikat gigi, popok, dan kapsul kopi plastik dapat bertahan hingga 500 tahun, sebagaimana yang dikutip Chariot Energy.

Nah, sampah-sampah plastik ini bisa sampai di lautan, hutan, serta wilayah pedesaan dan perkotaan. Oleh sebab itu, sampah tersebut mengganggu seluruh ekosistem, membahayakan satwa liar, dan punya dampak buruk bagi kesehatan manusia. Bahkan produksi dan pembakaran plastik pun menjadi ancaman bagi Bumi, lho, karena hal inilah yang mendorong perubahan iklim. Lebih buruknya lagi, masalah ini belum berakhir meskipun produk plastik terurai.

Yap, mikroplastik, partikel kecil yang tak terlihat oleh mata telanjang ini, bisa muncul di mana-mana. Mikroplastik terdapat dalam air yang kita minum, hujan, bahkan sampai ke Antartika, tempat tanpa populasi manusia.

8. Bensin bertimbal

Bensin bertimbal
bensin bertimbal (commons.wikimedia.org/MichaelFrey)

Pernahkah kamu mendengar kisah Thomas Midgley, Jr., seorang penemu yang oleh New Scientist dijuluki sebagai penyebab bencana lingkungan yang dilakukan oleh satu orang. Selain keterlibatannya dalam penemuan CFC, insinyur kimia ini juga merupakan penemu di balik bensin bertimbal.

Pada era 1920-an, Thomas Midgley, Jr., seorang karyawan di General Motors, memelopori proses penambahan tetraetil timbal ke dalam bensin. Cara ini dilakukan untuk meningkatkan performa kendaraan dan menghilangkan suara berisik pada mesin. Meskipun ada kekhawatiran dari para ilmuwan, tenaga medis profesional, dan pakar timbal, Midgley bersikeras bahwa bensin tersebut aman.

Thomas Midgley, Jr., mengklaim bahwa jalan raya kemungkinan besar bebas dari timbal, jadi mustahil untuk mendeteksi atau menyerapnya. Nah, karena kurangnya bukti empiris tentang potensi bahayanya, dan meskipun toksisitas timbal sudah diketahui dengan baik saat itu, bensin bertimbal diluncurkan dan justru diterima oleh dunia.

Namun, penelitian selanjutnya membuktikan bahwa pernyataannya Thomas Midgley, Jr., salah. Emisi dari mobil berbahan bakar timbal justru menyebabkan gas beracun yang memengaruhi kesehatan manusia di kota-kota. Anak-anak yang terpapar gas bertimbal juga mengalami masalah perkembangan, termasuk gangguan fungsi kognitif. Selama beberapa dekade berikutnya, banyak negara yang mulai melarang penggunaan bensin bertimbal untuk kendaraan di jalan raya. Nah, negara terakhir yang melarang adalah Aljazair, yaitu pada tahun 2021.

9. Diklorodifeniltrikloroetana (DDT)

ilustrasi petani yang memberikan pestisida ke tanaman
ilustrasi petani yang memberikan pestisida ke tanaman (pexels.com/Dinuka Gunawardana)

Meskipun pertama kali disintesis pada tahun 1874, kegunaan diklorodifeniltrikloroetana (DDT) sebagai insektisida baru terungkap pada tahun 1939 berkat penelitian Paul Hermann Müller, seorang ahli kimia asal Swiss. Diperkenalkan kepada publik sebagai pembunuh serangga yang ampuh, zat ini digemari kalangan petani dan rumah tangga. Di samping itu, DDT digunakan secara luas selama Perang Dunia II, dan tetap menjadi insektisida pilihan bagi banyak orang Amerika pada dekade-dekade berikutnya, seperti yang dijelaskan Britannica.

Nah, karena efeknya yang luar biasa dalam mengurangi penyakit yang ditularkan serangga, seperti demam kuning, tifus, dan malaria, DDT dipasarkan sebagai penyelamat hidup bagi umat manusia. Bahkan memenangkan hadiah Nobel dalam bidang Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 1948.

Namun ternyata, DDT tidak hanya mematikan bagi serangga, zat ini juga menimbulkan bahaya bagi hewan lain dan manusia. DDT akhirnya diklaim sangat beracun bagi kehidupan laut dan burung, berkontribusi besar terhadap hampir punahnya spesies, seperti elang botak dan alap-alap kawah peregrine. Selain itu, zat ini memiliki dampak negatif pada perkembangan janin, dan bahkan meningkatkan risiko kanker tertentu. Selain itu, karena tidak dapat terurai secara hayati, DDT bisa berada di dalam tubuh manusia, dan bersembunyi dalam cadangan lemak.

Dilansir North Carolina Wildlife Federation, berbekal pengetahuan ini, para konservasionis bersatu menentang penggunaan DDT yang berkelanjutan sebagai insektisida. Selain itu, ahli biologi Amerika bernama Rachel Carson, lewat bukunya berjudul Silent Spring (1962), menyoroti bahaya penggunaan bahan kimia sintetis tersebut. Satu dekade setelah buku tersebut diterbitkan, AS melarang DDT untuk digunakan dalam pertanian.

10. Media sosial

ilustrasi platform media sosial
ilustrasi platform media sosial (pexels.com/Tracy Le Blanc)

Saat ini, rasanya sulit banget, ya, hidup tanpa media sosial. Sekarang, platform media sosial memungkinkan kita untuk membangun portofolio profesional, menjalin hubungan dengan teman-teman sekolah yang sudah lama tidak ketemu, atau berbagi video receh dalam obrolan grup. Selain itu, media sosial juga punya peran penting dalam pandemik COVID-19, memudahkan seseorang untuk berkomunikasi dengan keluarga atau teman meskipun ada jarak sosial, memasarkan barang dan jasa, serta mendapatkan berita penting tentang dunia.

Namun, kamu pasti setuju kalau media sosial tidak selalu membawa dampak positif, seperti yang selalu kita lihat di media sosial. Pasalnya, platform ini dipenuhi troll. Kita pasti sering menemui pengguna yang mencari masalah atau menulis komentar yang menghasut untuk membuat pengguna lain marah. Di sisi lain, banyak informasi dan berita hoax yang disebarkan.

Sebuah studi tahun 2023 yang diterbitkan dalam jurnal Computers in Human Behavior mengakui bahwa dampak media sosial cukup buruk. Betapa mudahnya seseorang menciptakan dan menyebarkan kebohongan kepada banyak orang. Apalagi di era politik yang memanas seperti sekarang ini, istilah "buzzer" tercipta ketika suatu kelompok dibayar pihak politik tertentu untuk menyebarkan propaganda dan informasi palsu.

Di sisi lain, media sosial juga berdampak negatif terhadap kesehatan mental penggunanya, terutama remaja atau usia muda. Menurut tinjauan tahun 2023 dalam jurnal Cureus menemukan bahwa penggunaan media sosial usia muda, cenderung mengalami depresi, serta kecemasan dan stres.

11. Rokok

ilustrasi rokok
ilustrasi rokok (pexels.com/Geri Tech)

Pengguna tembakau rekreasi rupanya sudah ada selama ribuan tahun, bahkan sebelum munculnya rokok modern. Namun, dengan ditemukannya mesin pelinting rokok di akhir abad ke-19, perokok mengalami lonjakan yang tinggi. Selain meningkatnya produksi rokok massal, kurangnya studi ilmiah yang ketat pada saat itu tentang bahaya merokok bagi kesehatan, memungkinkan produsen dan pemasar untuk mempromosikan rokok sebagai aktivitas yang sehat, maskulin, dan dianggap cukup aman.

Namun, pada pertengahan abad ke-20, semakin banyak bukti tentang dampak buruk merokok terhadap kesehatan manusia. Pada tahun 1964, Kepala Ahli Bedah Umum AS merilis sebuah laporan yang menegaskan bahwa merokok dapat meningkatkan risiko kanker paru-paru. Laporan tersebut bahkan mencatat bahwa perokok memiliki tingkat kematian 70 persen lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak merokok.

Akhir-akhir ini, banyak yang sudah dibahas tentang hubungan antara merokok dan dampak negatif kesehatan untuk setiap bagian tubuh. Hal ini dijelaskan berdasarkan studi ilmiah yang dilakukan selama puluhan tahun. Namun, para ahli memperkirakan bahwa setiap tahun, lebih dari 480.000 orang yang tinggal di Amerika Serikat meninggal dunia akibat merokok atau terpapar asap rokok orang lain (perokok pasif), begitu laporan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC). Nah, perokok pasif merupakan fenomena yang dialami oleh hampir seperempat populasi global.

Perlu dicatat juga bahwa rokok elektrik (vape) yang dianggap sebagai penemuan baru untuk membantu perokok berhenti merokok, ternyata tidak kalah berbahayanya. Pasalnya, rokok elektrik dapat menyebabkan masalah kesehatan juga. CDC menyatakan dengan gamblang, "Tidak ada produk tembakau, termasuk rokok elektrik, yang aman."

Kemajuan teknologi yang pesat memungkinkan manusia menciptakan solusi untuk meningkatkan produksi pangan, melakukan perhitungan yang sangat cepat, bepergian ke tempat-tempat yang jauh, mengatasi penyakit, dan banyak tantangan lainnya. Meskipun begitu, penemuan tidak terbatas pada produk saja. Sebuah penemuan dapat berupa ide yang belum pernah terdengar sebelumnya atau cara baru yang lebih efisien dalam melakukan sesuatu, dan juga dapat dikembangkan dari penemuan yang sudah ada. Namun, penemuan terkadang punya dampak negatif yang sering kali telat untuk diketahui. Seperti yang sudah kita bahas di poin-poin sebelumnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Izza Namira
EditorIzza Namira
Follow Us

Latest in Science

See More

5 Hewan Unik yang Mirip Laba-laba, Tidak Berbahaya bagi Manusia!

24 Nov 2025, 13:05 WIBScience