Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Perempuan Paling Berpengaruh dalam Kekaisaran Persia

Ilustrasi Amestris (Classical Numismatic Group, Inc. CC BY-SA 2.5 , via Wikimedia Commons)
Ilustrasi Amestris (Classical Numismatic Group, Inc. CC BY-SA 2.5 , via Wikimedia Commons)

Kekaisaran Persia merupakan sebutan serangkaian dinasti yang pernah menguasai wilayah Persia, atau Iran saat ini. Masa kekaisaran ini berlangsung cukup lama dalam beberapa abad, dimulai dari abad ke-6 SM. hingga abad ke-20 M. Tidak berbeda dari Kekaisaran lain, Persia sengaja menihilkan peran perempuan dalam kekuasaannya atau hanya dianggap sebagai “karakter pendukung” dalam kerajaan.

Peran mereka bukan memimpin pasukan untuk menaklukkan wilayah seberang, namun mengatur sumber daya kerajaan. Ratu-Ratu ini memiliki pengaruh politik yang besar dan luas di seluruh Kekaisaran Persia Kuno. Siaja saja yaa perempuan hebat ini? Baca di sini yuk!

1.Atossa

Ilustrasi Atossa (DanielTheGreat, CC BY-SA 4.0, via Wikimedia Commons)
Ilustrasi Atossa (DanielTheGreat, CC BY-SA 4.0, via Wikimedia Commons)

Malansir Encyclopedia, Atossa lahir sekitar tahun 545 SM merupakan putri dari pendiri Kekaisaran Persia, Cyrus. Setelah kematian ayahnya pada tahun 529 SM, saudara laki-laki Atossa, Cambyses, naik tahta. Atossa dan Cambyses lahir dari ibu yang berbeda. Untuk menjaga kemurnian keluarga kerajaan, Cambyses menikah dengan Atossa. Sayangnya, Cambyses meninggal dalam perjalanan kembali ke Persia setelah penaklukan Mesir.

Tahta Cambyses jatuh ke tangan sepupu jauh keluarga kerajaan, Darius. Semua keturunan Cyrus dinikahi Darius untuk mengamankan kekuasaannya tidak terkecuali Atossa.  Darius dan Atossa memiliki anak laki-laki bernama Xerxes, yang kelak menjadi penerus kekaisaran. Perebutan penerus ini cukup sengit sebab Darius juga memiliki anak dengan istri-istri yang lain. Akhirnya dimenangkan oleh Atossa, meyakinkan Darius dengan dua fakta bahwa Xerxes adalah putra sulung Raja Darius, sekaligus cucu sulung Cyrus.

Begitu Xerxes menjadi raja, pengaruh Atossa semakin besar. Dia menetapkan standar untuk generasi yang akan datang, sekaligus menetapkan hak prerogatif baginya untuk campur tangan dalam kasus kudeta Raja. Kemampuannya untuk mempengaruhi kebijakan Kekaisaran Persia membuat orang Yunani Kuno mengklaim bahwa dialah yang mendalangi invasi Persia ke negara mereka.

2.Amestris

Ilustrasi Amestris (Classical Numismatic Group, Inc. CC BY-SA 2.5 , via Wikimedia Commons)
Ilustrasi Amestris (Classical Numismatic Group, Inc. CC BY-SA 2.5 , via Wikimedia Commons)

Amestris dikenal luas sebagai istri Xerxes yang menjadi penerus Darius kala itu. Melansir Encyclopedia Iranica, pada 465 SM, Xerxes dibunuh, dan Kekaisaran Persia sempat dilanda kekacauan karena tiga putra tertuanya dengan Amestris dan bangsawan kuat lainnya bersaing untuk mendapatkan kekuasaan. Akhirnya, putra ketiga mereka yakni Artaxerxes I mengamankan posisinya sebagai raja. Posisi Amestris pun menjadi Ubu Suri dama halnya seperti Atossa dan Dari posisi barunya sebagai Ibu Suri, Amestris menghukum siapa saja yang mengancam kekuasannya.

Tak lama setelah mengambil alih kekuasaan, Artaxerxes I menghadapi pemberontakan di Mesir yang dibantu oleh pasukan Yunani Athena. Pada awalnya, para pemberontak membunuh saudara laki-laki Xerxes, Achaemenes. Megabysus, Satra (julukan gubernur provinsi Kekaisaran Persia) di Asyur, berhasil memaksa para pemimpin pemberontak untuk menyerah. Mereka setuju untuk ditangkap dengan syarat bahwa mereka tidak akan dieksekusi. Namun, Amestris memiliki rencana lain dengan memberikan perintah ekseksi pada semua orang-orang yang terlibat dalam pemberontakan. Tidak heran, dalam pandangan sejarawan Yunani Kuno Amestris dipandangan sebagai sosok yang kejam. Amertis meninggal di usia lanjut bersamaan dengan Artaxerxes pada 424 SM.

3.Parysatis

Ilustrasi perempuan persia (Internet Archive Book Images, via Wikimedia Commons)
Ilustrasi perempuan persia (Internet Archive Book Images, via Wikimedia Commons)

Kematian Artaxerxes I memicu perang saudara untuk memperebutkan kekuasaan. Dari perkawinan resmi bersama Damaspia, ia memiliki anak bernama Xerxes II. Seribu sayang, Xerxes II meninggal setelah ayahnya. Diketahui Artaxerxes I memiliki banyak anak laki-laki dengan selir Babilonia, dan setidaknya tiga anak laki-laki saling menginginkan haknya. Di lain pihak, pemenangnya ialah Raja Darius II, yang naik tahta karena pengaruh istrinya, Parysatis. Raja Darius II dan Parysatis masih memiliki pertalian darah sebab lahir dari ibu yang berbeda, tulis Elizabeth Donnelly Carney dalam bukunya Women and Monarchy in Macedonia.

Sejak usia muda, Parysatis memilki wilayah tersendiri yang dikelola secara mandiri. Bahkan, setelah menikah dengan Darius II, ayahnya memberi Parysatis kumpulan desa dan tanah di Suriah barat laut sebagai wilayah kekuasaan pribadinya. Parysatis memperluas kekayaan dan pengaruhnya baik sebagai seorang bangsawan maupun sebagai pemilik tanah di Suriah hingga sekitar kota Babel dan Nippur. Hubungan kerja sama Parysatis pun cukup dekat Satrap Mesir dan keluarga pedangan yang terkenal kuat, yakni Murashu.

Ketika Parysatis mendorong suaminya untuk merebut kekuasaan pada tahun 422 SM, Murashu menyediakan sumber keuangan untuk mewujudkannya. Dikombinasikan dengan koneksi politik Parysatis, Darius II memenangkan sebagian besar Kekaisaran dan mengambil kekuasaan.

4.Atossa II

Makam Artaxerxes III (Bruce Allardice, CC BY-SA 2.0 , via Wikimedia Commons)
Makam Artaxerxes III (Bruce Allardice, CC BY-SA 2.0 , via Wikimedia Commons)

Di tengah situasi politik yang tidak pasti, Atossa berusaha mempertahankan posisinya di kerajaan. Penguasa sebelumnya, Artaxerxes II menginginkan Darius III sebagai penerusnya. Namun di pihakk lain, Atossa II ingin mendukung Ochus naik tahta. Atossa mendekati Ochus dan menawarkan dukungannya dengan syarat pada saudara laki-lakinya tersebut untuk menikahinya setelah mengambil alih kekuasaan, ungkap Pierre Briant dalam buku From Cyrus to Alexander: A History of the Persian Empire.

Kegigihan Atossa untuk mempertahankan kekuatannya ditunjukkan dengan mendekati kerabat kerajaan yang lain dengan dalih bahwa Ochus lebih muda dari Darius III dan prajurit handal, sehingga keuntungan apabila terjadi pemberontakan. Kematian saudaranya yang lain yakni Arsames menyebabkan kesehatan Artaxerxes II menurun, dan Ochus menjadi Raja Artaxerxes III pada tahun 364 SM, dengan Atossa II sebagai ratunya.

5.Stateira I

Ilustrasi perempuan persia (Public Domain, via Wikimedia Commons)
Ilustrasi perempuan persia (Public Domain, via Wikimedia Commons)

Selanjutnya istri dari Darius III, Stateira I. Merujuk buku Darius in the Shadow of Alexander yang ditulis oleh Pierre Briant, berbeda dengan perempuan Persia lainnya, Stateira I ingin mendobrak norma kerajaan. Lazimnya, bangsawan Persia, terutama perempuan berusaha sebisa mungkin untuk menjauhkan diri dari mata publik. Semakin sedikit seseorang dilihat oleh massa, semakin bermartabatlah bangsawan tersebut. Bahkan, bangsawan perempuan Persia akan melakukan perjalanan ke luar dengan tandu tertutup tanpa berinteraksi dengan masyarakat kecuali pelayan mereka sendiri.

Sementara, Stateira I mengambil langkah yang cukup berani. Stateira meninggalkan tradisi tersebut dengan bepergian menggunakan tandu terbuka agar dilihat oleh massa. Menyapa penduduk setempat saat ia bepergian, dan mendapatkan rasa hormat yang luar biasa dari rakyatnya.

Setelah kekalahan Darius III dalam petempuran di Issus dengan Alexander Agung pada 333 SM, Persia jatuh ke tangan Yunani. Meski berada di tengah kultur patriarki yang kuat, para perempuan hebat ini tetap bertahan dan menyebarkan pengaruh yang kuat dalam kerajaan. Kira-kira siapa nih yang menjadi favoritmu?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ane Hukrisna
EditorAne Hukrisna
Follow Us