Wajah Rupawan Bikin Otak Bahagia: 5 Fakta Neurobiologi Ketertarikan

- Otak memberikan reward saat melihat wajah menarik dengan pelepasan dopamin, mengasosiasikan visual indah dengan kebahagiaan dan kepuasan.
- Simetri wajah menjadi sinyal kesehatan dan genetik yang baik, dipilih secara naluriah oleh otak untuk kelangsungan hidup keturunan.
- Ketertarikan pada ciri-ciri fisik dipengaruhi oleh sinyal hormon yang berkaitan dengan potensi reproduksi, seperti testosteron pada pria dan estrogen pada wanita.
Siapa yang tidak suka melihat sesuatu yang indah? Entah itu karya seni memukau, pemandangan alam spektakuler, atau wajah seseorang yang menarik, kita pasti akan berhenti sejenak dan menikmati sensasinya. Fenomena ketertarikan ini sering kita anggap sebagai urusan selera pribadi atau standar budaya semata, padahal di baliknya terdapat mekanisme ilmiah yang sangat kompleks.
Ternyata, respons terhadap kecantikan atau ketampanan sudah tertanam dalam sistem biologis kita, dan otak memiliki cara unik untuk memberikan penghargaan pada visual yang indah. Ketertarikan fisik bukanlah sekadar preferensi, melainkan hasil dari perhitungan cepat yang dilakukan otak kita untuk mencari sinyal kesehatan dan potensi terbaik. Mari kita kupas tuntas bagaimana neurobiologi bekerja, dan mengapa wajah rupawan bisa memicu rasa bahagia di dalam otak kita.
1. Adanya sistem "reward" dari otak

Mekanisme utama yang menjelaskan mengapa kita senang melihat wajah yang menarik adalah aktivasi sistem reward (penghargaan) pada otak, yang memicu pelepasan dopamin secara instan. Melansir ScienceDirect.com, ketika mata kita menangkap citra wajah yang dianggap menarik, area otak yang kaya dopamin, seperti nucleus accumbens dan ventral tegmental area (VTA), akan langsung menyala.
Dopamin, yang dikenal sebagai neurotransmitter kesenangan, memberi kita sensasi kebahagiaan dan kepuasan, serupa dengan perasaan saat kita menikmati makanan favorit atau mencapai tujuan. Reaksi cepat ini membuat otak mengasosiasikan visual yang menarik dengan reward, sehingga kita termotivasi untuk terus mencari dan menatapnya. Fenomena neurobiologis ini secara tidak sadar mengarahkan perhatian kita, membuktikan bahwa daya tarik fisik bukan hanya soal hati, tetapi juga soal reaksi kimiawi murni di dalam kepala.
2. Simetri sebagai sinyal biologis

Salah satu ciri fisik yang secara universal dianggap menarik adalah simetri wajah atau tingkat kesamaan antara sisi kiri dan kanan wajah. Simetri ternyata berfungsi sebagai sinyal biologis yang jujur dan dapat diandalkan mengenai kualitas genetik seseorang.
Wajah yang sangat simetris menandakan bahwa individu tersebut mengalami perkembangan yang stabil dan minimal terganggu oleh stresor lingkungan, seperti infeksi penyakit, paparan toksin, atau kekurangan nutrisi, sejak masih dalam kandungan. Melansir Elgar Online, otak kita, melalui mekanisme evolusioner, secara naluriah menganggap simetri sebagai indikator kesehatan, kebugaran, dan gen yang baik. Bahkan, penelitian menunjukkan bahwa bayi berusia beberapa bulan pun sudah memiliki preferensi untuk menatap wajah yang lebih simetris dibandingkan yang kurang simetris. Oleh karena itu, ketertarikan pada simetri adalah respons evolusioner yang bertujuan memilih pasangan dengan potensi genetik terbaik demi kelangsungan hidup keturunan.
3. Ketertarikan dipengaruhi oleh sinyal hormon

Melansir National Institute of Health, ketertarikan kita pada ciri-ciri tertentu juga sangat dipengaruhi oleh sinyal hormon yang berkaitan dengan potensi reproduksi, dikenal sebagai dimorfisme seksual. Secara evolusioner, otak mencari indikator fisik yang menunjukkan tingkat hormon kesehatan dan kesiapan untuk bereproduksi. Sebagai contoh, pada pria, ciri-ciri seperti garis rahang yang tegas, tulang alis menonjol, dan bahu yang lebar sering dianggap menarik karena secara biologis merupakan tanda paparan testosteron yang tinggi.
Sebaliknya, pada wanita, ciri-ciri seperti kulit yang bersih, bibir penuh, dan rasio pinggang-pinggul tertentu secara naluriah dikaitkan dengan kadar estrogen yang optimal dan kesuburan yang tinggi. Sinyal-sinyal hormonal ini memberikan petunjuk cepat kepada otak mengenai usia dan kondisi fisik pasangan, memandu kita untuk secara bawah sadar memilih individu yang paling mungkin menghasilkan keturunan yang sehat dan kuat. Jadi, preferensi kita terhadap ciri-ciri maskulin atau feminin yang menonjol adalah hasil dari perhitungan hormon yang sangat spesifik.
4. Wajah yang lebih mudah diproses otak adalah wajah yang biasa-biasa saja

Ironisnya, wajah yang dinilai paling menarik seringkali bukanlah wajah yang paling unik, melainkan wajah yang berada pada titik rata-rata (averageness) dari populasi dan tidak memiliki fitur yang terlalu ekstrem atau menyimpang. Konsep averageness ini ternyata memiliki dasar kuat dalam ilmu kognitif dimana otak kita memproses wajah rata-rata dengan lebih mudah dan lancar.
Melansir National Institute of Health, wajah yang "biasa-biasa saja" dalam artian matematis memerlukan lebih sedikit energi otak untuk dikenali dan diklasifikasikan, sehingga menghasilkan cognitive fluency atau kelancaran kognitif. Rasa kelancaran dan kemudahan dalam memproses visual ini diinterpretasikan oleh otak sebagai perasaan senang, yang kemudian kita terjemahkan sebagai daya tarik fisik. Selain itu, wajah rata-rata juga cenderung lebih simetris, dan para ilmuwan berpendapat bahwa ini adalah sinyal genetik tambahan yang menunjukkan variasi genetik yang luas dan stabil dalam populasi.
5. Efek halo dan pengaruh sosial

Setelah respons neurobiologis, faktor psikologis dan sosial juga berperan besar dalam ketertarikan, salah satunya melalui fenomena yang disebut Efek Halo (Halo Effect). Melansir ResearchGate, Efek Halo adalah kecenderungan psikologis di mana kita secara otomatis mengaitkan satu sifat positif (dalam hal ini, daya tarik fisik) dengan banyak sifat positif lainnya, meskipun tanpa bukti.
Misalnya, individu yang rupawan sering dianggap lebih cerdas, lebih kompeten, lebih ramah, dan bahkan lebih sukses secara sosial. Asumsi-asumsi positif ini diperkuat terus-menerus oleh media massa dan budaya populer, yang sering menampilkan karakter menarik sebagai pahlawan atau figur yang ideal. Dengan demikian, otak tidak hanya mendapatkan dopamin dari visual yang indah, tetapi juga mendapat reward sosial karena berinteraksi dengan orang yang dianggap memiliki status sosial yang tinggi.
Fenomena ketertarikan fisik benar-benar merupakan perpaduan kompleks antara biologi dan psikologi modern. Pemahaman kita terhadap daya tarik telah berkembang jauh dari sekadar filosofi menjadi ilmu neurobiologi yang terukur. Intinya, otak kita memiliki preferensi yang keras untuk sinyal kesehatan dan genetik yang baik, dan ia memberikan reward berupa kesenangan untuk memotivasi kita dalam memenuhi kebutuhan evolusioner tersebut. Namun, terlepas dari dorongan biologis untuk mencari simetri dan sinyal hormon, penting untuk diingat bahwa daya tarik juga dipengaruhi oleh kepribadian, kecerdasan, dan faktor emosional lainnya yang membuat hubungan manusia menjadi unik. Mengapresiasi keindahan merupakan refleks alami, tetapi memahami mengapa kita mengapresiasinya akan memperkaya pengetahuan kita tentang diri sendiri.


















